2. Anggap Dia Adikmu!

Dadaku terasa panas dan juga sakit melihat gambar itu. Gegas aku menelepon seseorang yang mengirimkan gambar ini kepadaku. Hati ini masih saja tidak percaya dengan apa yang aku lihat disini.

"Halo, Ta. Kamu yakin kalau itu memang dia?" tanyaku setelah terdengar suara dari sana. Suaraku tercekat dan terasa bergetar.

"Kamu sudah yakin kalau ini memang Mas Hilman? Jangan bercanda kamu, Ta!" tanyaku lagi. Rasanya berharap kalau ini hanya lelucon Tata saja. Tata adalah salah satu temanku.

"Benar, Yu. Itu status whatapp-nya Ardian. Maaf, Yu. Aku juga kaget saat tadi melihat statusnya dia. Untung aja sempat aku SS, gak lama setelah itu status itu sudah gak ada lagi, Yu." Nada suara Tata terdengar penuh dengan kesungguhan. Tata menyebut nama Ardian, dia adalah sepupu Mas Hilman. Tata berteman lewat aplikasi hijau itu dengan Ardian karena ternyata mereka pernah dekat di masa lalu.

Ingin tidak percaya tapi hati ini terlanjur sakit, apalagi mendengar nama Ardian disebutkan. Memang dia adalah sepupu Mas Hilman yang paling dekat.

"Yu! Ayu?!" Suara Tata terdengar melemah karena aku menjauhkan hpku dari telinga. Air mata ini terus saja mengalir mendengar dan juga melihat kenyataan pahit ini.

Panggilan Tata tidak aku hiraukan lagi, segera aku mematikan panggilan itu tanpa pamit. Dengan tangan yang bergetar, ku cari status WA dari Ardian, atau dari keluarga Mas Hilman yang lainnya. Tidak ada! Tidak ada foto yang semacam itu.

Ku cari nomor Mas Hilman dan segera aku hubungi dia. Tidak ada jawaban. Nomor Mas Hilman aktif sekitar satu jam yang lalu, itu tidak lama setelah dia mengirimkan pesan padaku. Bodohnya aku. Kenapa aku tidak langsung telepon padanya tadi.

Aku juga menghubungi nomor Ardian, kebetulan nomor itu sedang aktif. Berkali-kali mendengar nada tunggu, sampai hati ini rasanya tidak sabar. Ardian juga tidak mengindahkan panggilanku, bahkan setelah itu nomornya tidak aktif lagi.

Nomor yang lain juga sama, tidak ada yang menjawab. Namun, pada saat aku melakukan panggilan pada ibu mertuaku, akhirnya panggilan itu dijawab.

"Kamu ngomong apa sih, Yu. Jangan ngada-ngada kamu!" Ibu membentak saat aku bertanya tentang kebenaran foto itu.

"Tadi Ayu dapat kiriman foto saat Mas Hilman dengan wanita, Bu. Apa benar Mas Hilman menikah lagi?" Aku berseru. Aku yakin tidak salah melihat dengan gambar itu.

"Halaah, kamu ini Yu. Sudah. Ibu sedang sibuk disini!"

Tuut ...

Panggilan terputus. Aku terduduk lemas menyandarkan punggung ku di kursi. Rasa di dalam dada begitu membuncah karena marah dan juga sangat sakit. Ku padangi foto yang ada di layar hp. Meski aku ingin menolak jika itu bukan Mas Hilman tapi tulisan yang ada di layar atas hpku jelas tertulis dengan nama Ardian, dan juga dari ucapan Ibu tadi, Ibu bilang sedang sibuk. Apa yang ibu lakukan sampai Ibu bilang sedang sibuk seperti itu? Ibu bukan orang yang suka menyibukkan diri dengan pekerjaan.

Sambil menyeka air mata di wajahku, aku bergegas pergi ke kamarku, mengganti celana panjang dan juga memakai jaket tebal. Aku harus bertemu dengan Mas Hilman meski aku tidak tahu ada dimana dia.

Dengan langkah cepat aku keluar mengambil motor di garasi, tak lupa semua pintu dan jendela aku kunci. Aku harus bertemu dengan Ibu untuk menanyakan keberadaan Mas Hilman.

Hampir dua jam aku berkendara ke rumah orang tua Mas Hilman. Tidak ku hiraukan kecepatan yang kini di atas rata-rata. Aku hanya ingin segera sampai di sana. Beberapa kendaraan aku salip, tidak peduli mereka membunyikan klakson atau bahkan mengumpati diriku yang mengambil jalannya begitu saja.

Sampai di rumah orang tua Mas Hilman. Suasana di sana sepi, tidak seperti biasanya. Pintu yang biasanya terbuka kini tertutup, begitu juga dengan jendela.

"Bu. Ini Ayu, Bu!" Aku mengetuk pintu, beberapa kali tidak ada sahutan dari dalam membuat semakin gundah hati ini.

Kemana gerangan mereka semua?

"Bu, Pak!" Kali ini aku memanggil semua orang yang ada di rumah ini. Tidak hanya di pintu depan, aku juga berlari ke arah belakang rumah. Di sana biasanya ibu dan Yana, menantunya dari anak pertama suka berbincang, Disini pun sepi, tidak ada orang sama sekali. Aku kembali ke teras depan.

"Loh, Mbak Ayu disini?" Seorang tetangga datang saat aku kembali mengetuk pintu rumah ini. Sudah sepuluh menit tapi masih tidak ada yang membukakan pintu untukku.

"Ini pada kemana, ya Bu?" tanyaku pada Bu Sri, tetangga ibu, rumahnya tepat ada di samping. "Kok pada gak ada orangnya?" Jujur saja aku mulai takut.

Bu Sri terlihat kebingungan. Keningnya terlihat mengkerut dengan alis yang hampir menyatu.

"Loh, emang Mbak Ayu gak tahu? Kan Bu Widia sekeluarga sedang ada acara nikahan di kota sebelah." tutur Bu Sri.

Deg ....

Ya Allah. Pernikahan siapa?

"Pe-Pernikahan siapa, Bu?" tanyaku pada Bu Sri.

"Loh, Mbak Ayu serius gak tau? Jadi Mas Hilman menikah lagi gak bilang sama Mbak Ayu?" tanya Bu Sri yang kini menatap iba padaku.

Blammm ....

Rasanya ada sebuah gada yang kini dipukulkan ke dadaku dengan keras. Kakiku gemetar, lututku melemas, nyawa seakan tercabut dari raga ini. Aku terduduk di lantai dengan tangan memegang pilar. Mata ini tak mampu berkedip, hanya saja air mata terus bercucuran tanpa bisa aku tahan lagi.

Jadi foto itu benar adanya?

Bu Sri berlari ke arahku, mengguncang tubuh ini. Mulutnya terbuka, tapi tak ada suara apapun yang terdengar dari sana. Telinga dan mataku seakan kini tertutup.

Pernikahan ....

Tega kamu, Mas ....

"Mbak Ayu! Mbak eling, Mbak. Istighfar!" Lamat suara Bu Sri terdengar lagi oleh telingaku. Aku menoleh padanya, Bu Sri menatapku dengan penuh kekhawatiran.

"Yang sabar ya, Nduk." Tangannya yang gempal mengurut punggungku lembut. Justru membuat aku semakin rapuh. Ku tubrukkan diri ini ke tubuh berisi Bu Sri dan menangis dengan memeluknya erat.

Kini aku berada di rumah Bu Sri. Bu Sri tidak tega melihat keadaanku yang syok berat. Hingga sore begini Ibu dan yang lainya belum juga pulang. Bu Sri setia menemaniku.

Entah berapa puluh panggilan aku mencoba menelepon Mas Hilman. Begitu juga dengan pesan, tidak peduli dengan jariku yang sudah pegal. Pesan yang aku kirimkan masih saja centang satu, belum berubah biru.

Tidak hanya ada Mas Hilman, aku juga masih berusaha untuk menghubungi yang lainnya. Jika aku tahu dimana mereka, sekarang juga aku akan menyusul dan menghancurkan kebahagiaan mereka!

Seperti yang sudah direncanakan, tidak ada seorang pun yang mengangkat atau membalas telepon dariku. Aku hanya bisa menahan sesak di dada ini sendirian.

Hari sudah menjelang malam, tidak ada tanda-tanda siapapun akan pulang ke rumah itu. Beberapa kali ada mobil yang lewat berharap jika itu mobil yang membawa keluarga besar Mas Hilman, tapi ternyata bukan.

"Saya pamit saja, Bu. Terima kasih saya sudah diizinkan menunggu disini." Aku mengambil tasku dan memasukkan hp ke dalam sana.

"Loh, gak nginep aja disini. Rumah Mbak Ayu kan jauh." Bu Sri melarang.

"Gak apa-apa, Bu. Ayu pulang aja. Gak enak kalau nginep disini." Aku bergegas bangkit, Bu Sri menatapku dan ikut berdiri.

"Oh, sebentar Mbak Ayu, diantarkan saja ya pulangnya sama bapak sama Arman. Ibu takut terjadi apa-apa sama Mbak Ayu di jalan." Bu Sri mengusulkan.

"Tidak usah, Bu, Terima kasih. Ayu pulang sendiri saja." Aku menolak usulan Bu Sri, sudah merepotkan selama disini, tidak mau merepotkan keluarganya yang lain.

"Sudah toh, Mbak Ayu. Jangan sungkan seperti itu. Pak! Bapak!" Bu Sri berteriak memanggil Pak Hendra, tak lama yang dipanggil datang.

"Ada apa, Bu?" Pak Hendra datang dari ruangan lain.

"Ini, Pak. Mbak Ayu mau pulang. Bapak antarkan Mbak Ayu sama si Arman ya." Bu Sri meminta pada suaminya.

"Jangan, Bu. Tidak enak dilihat yang lain." Aku tetap menolak. Bagaimanapun juga mereka adalah orang lain, tidak enak juga jika dilihat orang lain lalu ada yang melapor pada mertuaku.

"Sudah lah, Mbak Ayu. Pikiran Mbak Ayu ini lagi kalut. Jangan sungkan pada kami. Biar diantar saja. Ibu takut Mbak Ayu melamun di jalan."

Aku bingung, menerima atau menolak sama-sama tidak baik juga.

"Begini saja deh kalau Mbak Ayu sungkan. Saya sama Arman ngikutin motor Mbak Ayu dari belakang sampai ke rumah, ya?" tawar Pak Hendra.

Jika dipikir itu lebih baik. Akhirnya aku setuju.

Dengan kecepatan yang sedang aku, diikuti Pak Hendra di belakang, akhirnya kami pergi. Beberapa kali Arman menekan klaksonnya, entah sepertinya aku sempat melamun hingga saat mendengar suara klakson motor Arman aku tersadar.

"Mbak. Hati-hati, Mbak. Jangan melamun!!" Pak Hendra berteriak dari belakang tubuh putra sulungnya yang sedang mengemudikan motor.

Perjalanan pulang membutuhkan waktu yang lumayan lama. Hingga akhirnya kami sampai di rumah lebih dari jam sembilan malam.

"Kami pulang dulu, ya Mbak." Pak Hendra dan Arman pamit tanpa masuk ke rumahku. Aku mengangguk dan mengucapkan terima kasih banyak pada mereka berdua atas bantuannya.

...***...

Tiga hari sudah berlalu, tapi Mas Hilman belum juga ada kabar. Bahkan pesan yang aku kirimkan juga masih saja centang satu dan belum berubah warna. Mas Hilman juga terakhir online saat dia mengabarkan bahwa dirinya sedang istirahat di rest area.

Beberapa kali aku pergi ke rumah ibu mertuaku, tapi masih tetap tidak ada orang. Seakan mereka sepakat untuk menghindar dariku.

Hati ini semakin gundah, semakin gelisah. Rasa sakit atas penghianatan suamiku membuat aku lelah hanya menangis, dan menangis. Sudah tiga hari pula aku tidak menyentuh laptopku.

Sadar akan diri yang akan terpuruk jika terus melakukan hal konyol ini, lebih baik aku melupakannya dengan aktifitasku yang lain. Mungkin jika aku kembali mengetik aku akan melupakan rasa yang menyakitkan ini. Setidaknya, aku tidak akan terlalu memikirkan masalahku meski aku juga tidak yakin akan hal itu.

...***...

Pintu diketuk dari luar. Gegas aku berjalan menuju pintu. Ku putar kunci, tapi tak lantas langsung membuka pintu itu untuknya. Siapa lagi yang akan datang ke rumah ini? Ya, Mas Hilman telah pulang. Pulang dari acara pentingnya.

"Assalamualaikum, Yu." Senyumnya lebar terlihat sumringah saat aku membuka pintu ini lebar-lebar.

"Waalaikum salam." Meski dalam hati ini aku marah, salam tetap wajib untuk dijawab. Aku mengutuk sikapnya yang dengan tega menduakan aku.

"Yu, kamu kok gak sambut aku?" tanya Mas Hilman yang kini mengikuti langkah ku. Mungkin bingung karena biasanya aku menunggu dia pulang bekerja dan lalu memeluknya setelah membuka pintu.

"Buat apa aku sambut kamu. Dasar pembohong!" ucapku tanpa berhenti atau sekedar menoleh padanya.

"Apa maksud kamu, Yu?" Mas Hilman tidak terima, tanganku dipegangnya dan ditarik hingga aku berhenti melangkahkan kakiku. Diputarkannya tubuh ini menghadap ke arahnya.

"Kamu ini kenapa, Yu? Tidak biasanya kamu tidak menyambut kepulangan aku?" protesnya, tapi aku tidak peduli. Aku menarik tanganku kasar. Terlalu sakit hati ini saat melihat foto itu. Apalagi kini orang yang ada di poto itu berlagak tidak tahu dan juga tidak mengerti.

"Jangan pura-pura kamu, Mas? Kamu kenapa bohong sama aku? Kamu kenapa nipu aku, Hahh?!!" Aku menjerit tepat di depan wajahnya, tidak tahan dengan rasa hati ini. Hal yang sama sekali tidak pernah aku lakukan selama ini pada sosok suami yang sayangnya kini penghianat di dalam hidupku.

"Bohong apa? Apa yang kamu maksud aku gak ngerti?" Mas Hilman masih berkilah. Dia benar-benar tidak mau mengaku? Sungguh keterlaluan suamiku ini!

Aku pergi meninggalkan Mas Hilman untuk mengambil hpku yang ada di meja dapur, lalu dengan cepat kembali ke tempat Mas Hilman berdiri tadi. Dada ini rasanya mau meledak dengan ketidakjujuran pria ini. Hanya bisa kembang kempis dengan amarah yang hampir meledak.

Dengan gerakan cepat aku mencari gambar yang beberapa hari terakhir ini sangat mengacaukan dan menghancurkan hatiku.

Mas Hilman terkejut dan terdiam saat aku menunjukkan gambar itu di depan matanya.

"Ini. Bisa kamu jelaskan?" tanyaku dengan nada geram. Mataku sudah panas, tapi tidak bisa lagi mengeluarkan air mata.

"Kamu ... darimana kamu dapatkan gambar ini?" Mas Hilman meraih hp di tanganku. "Ini ... Ini buk ...."

"Kamu mau bilang itu bukan kamu, Mas?!" teriakku padanya saat dia belum selesai bicara. Mas Hilman hanya terdiam tidak menjawab.

"Apa mungkin ada yang wajahnya mirip sama kamu, terus dia meminjam jam tangan kamu saat dia akad nikah? Kamu mau bilang begitu?!" teriakku lagi.

Mas Hilman kini benar-benar diam menerima teriakanku yang lantang. Air mataku kini kembali mengucur. Aku kira aku akan kuat berhadapan dengannya untuk waktu seperti ini, tapi tidak aku sangka jika aku tidak sekuat itu.

"Maaf." Mas Hilman berkata dengan lirih. Pandangannya ia alihkan ke samping, menghindari tatapan dariku.

"Aku terpaksa, Yu. Ibu sangat ingin cucu, dan aku tidak bisa menolak permintaan ibu kali ini." Perkataan itu membuat aku kini meluruhkan tubuhku pada dinding, hingga merosot ke lantai. Sungguh aku tidak kuat lagi menahan diri ini. Aku tidak sekuat yang aku bayangkan kemarin.

Mas Hilman perlahan berjongkok, kedua lututnya berada di lantai. Entah apa lagi yang dia lakukan, aku menelungkupkan kepalaku di atas lutut.

"Maaf, Ayu. Aku tidak tahu harus bicara apa sama kamu, kamu pasti akan menolak permintaan ibu ini kan?"

"IYA!! Tentu aku akan menolak, Mas!" Aku berteriak seraya mengangkat kepalaku, menatapnya dengan tajam.

"Kamu kira siapa orang yang rela dimadu? Siapa yang suka jika dirinya diduakan? Siapa orang yang mau itu Mas? Dan parahnya kamu bohong sama aku dengan alasan pekerjaan di luar kota?" Aku berteriak lagi. Ku rasakan bibir ini bergetar karena emosi yang sangat besar terhadapnya.

"Maafkan aku, Ayu. Aku minta maaf. Aku terpaksa menikah dengannya. Aku mohon kamu mengerti posisi aku, Yu. Ibu dan bapak ingin punya cucu dari aku. Ibu bilang aku harus menceraikan kamu. Aku gak mau, Yu. Aku gak mau pisah dari kamu."

Aku tidak menjawab perkataannya. Hanya bisa menangis sambil memukuli dada ini yang terasa sesak. Begitu teganya ibu padaku.

"Ini juga bukan mauku, Mas. Aku juga tidak mau seperti ini. Aku juga mau punya anak. Huu....."

Pernyataan Mas Hilman membuat luka hati ini menganga semakin lebar. Aku menangis tersedu, Mas Hilman mengambil bahuku dan meraihku ke dalam pelukannya. Pelukan yang hangat seperti biasanya menenangkan hatiku, tapi kini sama sekali tidak membuatku merasa lebih baik.

"Aku mohon, Yu. Ini juga tidak mudah untuk aku. Aku mohon kamu mau menerima dia. Jangan anggap dia sebagai madumu. Anggap lah dia sebagai adikmu."

Aku menghentikan tangisku mendengar ucapannya barusan. Ku tegakkan kepala ini dan menatapnya dengan tajam.

"Apa kamu bilang, Mas? Terima dia sebagai adikku? kamu gila!" cercaku lalu mendorong tubuhnya hingga terjengkang ke belakang.

Aku berdiri dan menunjuk lantang padanya.

"Satu kesalahan, kamu berbohong sama aku tentang perjalanan kerja kamu. Kesalahan kedua, kamu menyembunyikan pernikahan kamu. Dan kesalahan ketiga, kamu menyuruhku untuk menganggap dia adikku? Kamu gila, Mas!" ucapku dengan nada yang dingin. Mas Hilman menatapku dengan sorot penuh penyesalan.

Aku menggelengkan kepalaku, tidak sanggup lagi mengatakan hal apapun terhadapnya kini. Rasa di dalam dada semakin bergejolak dengan amarah. Kutinggalkan Mas Hilman yang masih terdiam di tempatnya, gegas aku berjalan cepat ke dalam kamar.

"Ayu!" teriak Mas Hilman dari belakang. Aku mempercepat langkahku untuk masuk ke dalam kamar dan menguncinya dari dalam.

Suara pintu terdengar digedor dari luar, aku tidak peduli dengan teriakan Mas Hilman yang memanggil namaku dan memintaku membukakan pintu untuknya.

Aku menutup telingaku. Berharap tidak lagi mendengar suara teriakan itu.

"Aaaarggghhhhh!!!!" Hanya berteriak yang bisa aku lakukan untuk mengeluarkan rasa sesak di dalam dada ini.

Jangan lupa dukungannya ya 🙏

Terpopuler

Comments

guntur 1609

guntur 1609

enak kali kau ngomongnya bodat

2024-12-04

0

guntur 1609

guntur 1609

tuntut kepolisi

2024-12-04

0

Ari Peny

Ari Peny

nyeseeeeek dd aq 😭😭😭😭

2022-12-28

0

lihat semua
Episodes
1 1. Sebuah Pesan Bergambar
2 2. Anggap Dia Adikmu!
3 3. Orang Asing
4 4. Pertanyaan Ibu
5 5. Harus Kuat Karena Ibu
6 6. Permohonan Maaf
7 7. Hanya Demi Ibu
8 8 Mengingatkan status
9 9. Posisi yang Tergantikan
10 10. Pernyataan Hana
11 11. Ikhlas Yang Menyakitkan
12 12. Positive
13 13. Keputusan yang Membingungkan
14 14. Permintaan Ayu
15 15. Goresan Luka
16 16. Terpaksa Kembali
17 17. Alasan Ayu Kembali
18 18. Perhatian yang Terbagi
19 19. Aku Ingin Bekerja
20 20. Bertemu Dengan Dokter Lagi.
21 21. Ucapan Menyakitkan Mertua
22 22. Meminta Keadilan
23 23. Permintaan Hana, Malam ini Saja.
24 24. Meminta Pengertian Ayu
25 25. Membuat Ulah Lagi
26 26. Rebut Semua
27 27. Bertemu dengan Seorang Anak.
28 28. Tidak Mau Sekolah!
29 29. Surgaku Ada Pada Ibu
30 30. Siapa Wanita Itu, Mbak?
31 31. Kutukan Penulis
32 32. Pov. Hilman
33 33. Ancaman Ibu
34 34. Hilman Dalam Kebingungan
35 35. Aku Kapan Punya Anak?
36 36. Ayu, Tidak Ingin Ditinggalkan
37 37. Dukungan Bapak Terhadap Ibu
38 38. Ibu dan Bapak, Tetap Pada Keputusan
39 39. Rasanya Berpoligami
40 40. Hilman Dan Hana di Tempat Umum
41 41. Pertengkaran Di Depan Umum
42 42. Terima Nasibmu Sebagai Wanita Mandul!
43 43. Sahabat Yang Peduli
44 44. Video yang Tengah Viral
45 45. Bukan Anak Yang Berbakti
46 46. Dokter Wira
47 47. Maaf, Aku Akan Mencoba Adil Untuk Kalian.
48 48. Hana Yang Tidak Pernah Mengerti
49 49. Pelecehan Istri Sendiri
50 50. Pulang Ke Rumah
51 51. Jujur Pada Ibu
52 52. Keputusan Ayu
53 53. Seorang Pria
54 54. Arga, Pria Dari Masa Lalu.
55 55. Gunakan Kesempatan, Atau Aku Akan Kembali!
56 56. Tamu Tak Diundang.
57 57. Ibu: Berikan Kebebasan Untuk Ayu, Hilman!
58 58. Kamu Bahagia, Bukan Aku!
59 59. Jangan Dekat Dengan Dia (Arga)
60 60. Cerita Tentang Arga
61 61. Alasan Ibu Tak Suka
62 62. Dokter Wira, "Jangan Sungkan."
63 63. Kedatangan Ibu Mertua.
64 64. Debat Dua Orang Ibu
65 65. Pesan Dari Sebuah Nomor Asing
66 66. Jalan Menuju Kebebasan
67 67. Kamu Mau Kan Dengan Dokter Wira?
68 68. Mulut Tetangga
69 69. Hilman. Dimana Buku Itu!
70 70. Hilman Yang Kalap
71 71. Perkelahian Di Tengah Jalan.
72 72. Dokter Wira: Maksud Saya ... Tidak Apa-Apa!
73 73. Bertemu Pengacara
74 74. Hari Operasi
75 75. Keputusanku Sudah Bulat!
76 76. Aifa
77 77. Izinkan Saya ....
78 78. Dokter Yang Gigih
79 79. Sidang Pertama
80 80. Sidang Perceraian.
81 81. Hilman, Tak Ada Yang Sama
82 82. Ajakan Dokter Wira
83 83. Saudara Kembar Dokter Wira
84 84. Sekeranjang Mawar Putih
85 85. Siapa Pengirim Bunga Ini?
86 86. Datang Untuk Meminang
87 87. Meminta Petunjuk
88 88. Mengantar Risma ke Mall
89 89. Mencari Keberadaan Ayah
90 90. Pengumuman!! Ayo Pada Kumpul!!!
91 91. Gara Tak Mau Makan
92 92. Tante Ayu Dak Boleh Pulang!
93 93. Pov Arga
94 94. Buy One Get One Free
95 95. Kamu Harus Hati-Hati
96 96. Maaf tentang Masa Lalu
97 97. Tak Mau Jadi Baby Gula
98 98. Curhat Dengan Diana
99 99. Nomor yang Tak Dikenal
100 100. Cerita Untuk Gara.
101 101. Pengumuman Pemenang Give Away!!!
102 102. Undangan Pesta Ulang Tahun
103 103. Orang Tua Yang Ramah.
104 104. Aku Hanya Wanita Cacat
105 105. Harus Tegas
106 106. Paket Misterius
107 107. Paket Lagi.
108 108. Bertanya
109 109. Lima Orang Asing
110 110. Pulang Dengan Tangan Hampa
111 111. Kabar Baik
112 112. Bertemu Gara Lagi
113 113. Kabar berita
114 114. Berdusta Sekali Lagi
115 115. Jadi Mama Gara!
116 116. Terjebak
117 117. Dongeng Kelinci dan Kura-Kura
118 118. Maafkan Gara!
119 119. Hari Pertama Bekerja
120 120. Gara-Gara Ojol!
121 121. Hati Yang Masih Beku
122 122. Kejadian Di Mall
123 123. Hilman Membuat Ulah
124 124. Arga, Eka?
125 125. Perasaan Arga.
126 126. Apa Yang Harus Aku Lakukan?
127 127. Pertanyaan Ibu.
128 128. Penolakan Ibu
129 129. Apa Karena Ibu?
130 130. Menyerah
131 131. Ibu Kecelakaan
132 132. Pertolongan Arga.
133 133. Kehadiran Gara di Rumah Sakit
134 134. Gara Dan ibu
135 135. Penuturan Ibu
136 136. Restu Dari Ibu
137 137. Bertemu Arga
138 138. Arga. Sakit Hati Kedua Kali
139 139. Cinta Lama Berlanjut Kembali
140 140. Gombalan Untuk Calon Istri
141 141. Doa Yang Baik
142 142. Menyerahkan Ayu
143 143. Menikah Di Pos Satpam?
144 144. Akibat Hubungan Dengan Bos
145 145. Bicara Tentang Ibu
146 146. Lamaran Part 1
147 147. Lamaran Part 2
148 148. Saya Menerima.
149 149. Mencari Tanggal Yang Tepat
150 150. Pemberian Arga
151 151. Ibu Punya Nazar
152 152. Arga Marah
153 153. Ke KUA, yuk!
154 154. Kabar Baik
155 155. Kejadian Tidak Terduga
156 156. Lebih Baik Mati
157 157. Hilman Menggila
158 158. Arga Pencemburu
159 159. Tamu Tak Diundang
160 160. Arga Dan Gombalannya
161 161. Berkunjung Ke Pusara Haifa
162 162. Kalimat Yang Sangat Indah
163 163. SAH!!!!!!
164 164, acara di rumah
165 165. Keluarga Yang Sangat Menyenangkan
166 166. Arga: Aku Masuk Angin!
167 167. Apa Yang Terjadi Kepada Arga?
168 168. Ladang Kering Telah Disirami
169 169. Lupa Kunci Pintu
170 170. Arga Semakin Parah
171 171. Cara Tersendiri
172 172. Kejadian Di Pagi Hari
173 173. Kedatangan Dokter
174 174. Hadirnya Sosok Lain.
175 175. Ancaman Arga. "Tunggu Nanti Malam."
176 176. Dokter Wira
177 177. Tamu Wanita
178 178. Pengantin Laki-Laki Teraniaya.
179 179. Penjelasan Arga
180 180. Tetap Jadi Istri Yang Baik
181 181. Saat Makan Siang
182 182. Tempat Untuk Honeymoon
183 183. Peringatan
184 184. Diana Tidak Hadir
185 185.
186 186. Merasa Belum Baik
187 187. Penyambutan
188 188. Gara Menjadi Pemersatu Bangsa.
189 189. Makan Siang Keluarga
190 190. Ajakan Arga
191 191. Pertanyaan Gara
192 192. Hukuman atau Panggil Sayang?
193 193. Suamiku, Imamku
194 194. Gombal Terus!
195 195. Dua Lelaki Sumber Kebahagiaan
196 196. Bertemu Seorang Wanita
197 197. Hal Yang Membuat Penasaran
198 198. Kain Yang Menerawang
199 199. Bertemu Dengan Dokter
200 200. Mengambil Alih
201 201. Serangan Bukan Dadakan
202 202. Serangan Kedua Dan Ketiga
203 203. Ketahuan!
204 204. Desas Desus Tak Enak
205 205. Ingin Jadi Anak Yang Kuat
206 206. Kesedihan Gara
207 207. Masalah.
208 208. Tempat Terselubung
209 209. Kemana Arga?
210 210. Ingin Marah
211 211. Arga Masuk Angin
212 212. Harapan Yang Masih Belum Terwujud
213 213. Serasa Permen Yupi
214 214. Shopping Day!
215 215. Desa Penari
216 216. Tingkah Ayu Yang Aneh
217 217. Rasa Yang Berbeda
218 218. Coba Yang Lain
219 219. Honeymoon, Yuk!
220 220. Kabar Bahagia
221 221. Kabar Bahagia part 2
222 222. Gara. "Jangan Bikin Mama Emosi!"
223 223. Pertanyaan Gara
224 224. Kabar Bahagia Untuk Ibu
225 225. Diri Yang Selalu Suudzon
226 226. Harus Beristirahat.
227 227. Kejutan Yang Gagal
228 228. Ingat Apa Kata Dokter!
229 229. Tangisan Gara
230 230. Tak Sadarkan Diri
231 231. Sapaan Dari Dalam Perut
232 232. Pulang Dari Rumah Sakit
233 233. Inginkan Sesuatu
234 234. Meminta Maaf
235 235. Sosok Suami Idaman
236 236. Meminta Persetujuan
237 237. Mencari Foto Haifa
238 238. Kesedihan Gara
239 239. Berbicara
240 240. Cinta Tulus Untuk Gara
241 241. Seseorang Di Luar Jendela
242 242. Persiapan Empat Bulanan
243 243. Laki-laki Di Depan Mall
244 244. Arga Si Pelindung
245 245. Kehidupan Setelah Bercerai
246 246. Hilman Setelah Bercerai 2
247 247 Ayu
248 248. Main Gundu
249 249. Sepenggal Kisah
250 250. Pergi bersama
251 251. Pengakuan Hilman
252 252. Maaf Dari Hilman
253 253. Kisah Hilman
254 254. Hilman Dalam masalah
255 255. Di Balik Kisah Hilman
256 256. Arga Cemburu
257 257. Rencana Arga
258 258. Hanya Untukmu
259 259. Pertemuan Arga dan Hilman
260 260. Noda Merah
261 261. Rumah Sakit
262 262. Perjuangan Seorang Ibu
263 263. Hadirnya Anggota Baru
264 264. Apa Kamu Tidak Pernah ....
265 265. Bayi Yang Haus
266 266. Ucapan Manis
267 267 Hilman di Acara Aqiqah
268 268. Pelajaran Berharga
269 269. Meminta Penilaian
270 270. Gara Anakku juga!
271 271. Kabar Bahagia
272 272. Ke Rumah Sakit Lagi
273 273. Ayu Nakal
274 274. Seperti Pasangan Mes*m
275 275. Ajakan Honeymoon Yang Selalu Gagal.
276 276. Sebuah Pengajaran
277 277. Perjalanan Panjang
278 278. Perjalanan Yang Melelahkan
279 279. Sesuatu Yang Kembali
280 280. Sindiran Dari Keluarga
281 281. Sesal Yang Tak Guna
282 282. Tersangka Investasi Bodong
283 283. Bicara Dengan Ibu
284 284. Kisah Di Balik Tirai
285 285. Tidak Tahu Malu
286 286. Dewi
287 287. Mungkinkah Dia?
288 288. Penjarakan Saja!
289 289. Keinginan Arga
290 290. Rencana Arga
291 291. Seperti Masa Lalu
292 292. Azka Demam
293 293. Obat Oles Tradisional
294 294. Perjuangan Seorang Ibu
295 295. Bawa Ke Ustadz
296 296. Sepuluh Juta
297 297. Sang Penakluk
298 298. Penakluk Tak Pernah Puas
299 299. Malam Acara Selamatan
300 300. Kasih Ibu Sepanjang Masa
301 301. Perjalanan Yang Sulit
302 302. Ibu Lelah
303 303. Semua Lelah
304 304. Wanita Selain Dewi
305 305. Debat Yang Melelahkan
306 306. Pusing Menghadapi Ibu.
307 307. Kasmaran
308 308. Hilman Mau Punya Istri
309 309. Tak Ada Salahnya Membahagiakan Ibu
310 310. Liburan Dadakan Dengan Ibu
311 311. Bertanya Pada Dewi
312 312. Bantu aku Gagalkan
313 313. Pertanyaan Pak Hendro
314 314. Fakta Tentang Dewi
315 315. Nikah Dadakan
316 316. SAH!!!
317 317. Jodoh Datang Terlambat
318 318. Tatapan Ipar Dan Bapak Mertua
319 319. Pulang Kemana Aku?
320 320. Rencana Pesta Resepsi
321 321. Pesan Pak Mertua
322 322. Acara Tujuh Bulanan
323 323. Dewi Alergi
324 324. Tiga Kali Menikahi Perawan
325 325. Manisnya Sebuah Hubungan
326 326. Aku Siap!
327 327. Unboxing
328 328. Berhasil Menjelajah
329 329. Kebahagiaan Hilman
330 330. Arga Sepertinya Marah
331 331. Suami Pengertian
332 332. Berita Duka
333 333. Berkabung
334 334. Kesedihan Gara.
335 335. Pendarahan Setelah Pertarungan
336 336. Selamat Datang Putri Kecil
337 337. Dilema
338 338. Telepon Dari Dewi
339 339. Kebahagiaan Kedua
340 340. Adopsi Untuk Vano
341 341. Happy Ending
342 Pengumuman Baru Nih!
Episodes

Updated 342 Episodes

1
1. Sebuah Pesan Bergambar
2
2. Anggap Dia Adikmu!
3
3. Orang Asing
4
4. Pertanyaan Ibu
5
5. Harus Kuat Karena Ibu
6
6. Permohonan Maaf
7
7. Hanya Demi Ibu
8
8 Mengingatkan status
9
9. Posisi yang Tergantikan
10
10. Pernyataan Hana
11
11. Ikhlas Yang Menyakitkan
12
12. Positive
13
13. Keputusan yang Membingungkan
14
14. Permintaan Ayu
15
15. Goresan Luka
16
16. Terpaksa Kembali
17
17. Alasan Ayu Kembali
18
18. Perhatian yang Terbagi
19
19. Aku Ingin Bekerja
20
20. Bertemu Dengan Dokter Lagi.
21
21. Ucapan Menyakitkan Mertua
22
22. Meminta Keadilan
23
23. Permintaan Hana, Malam ini Saja.
24
24. Meminta Pengertian Ayu
25
25. Membuat Ulah Lagi
26
26. Rebut Semua
27
27. Bertemu dengan Seorang Anak.
28
28. Tidak Mau Sekolah!
29
29. Surgaku Ada Pada Ibu
30
30. Siapa Wanita Itu, Mbak?
31
31. Kutukan Penulis
32
32. Pov. Hilman
33
33. Ancaman Ibu
34
34. Hilman Dalam Kebingungan
35
35. Aku Kapan Punya Anak?
36
36. Ayu, Tidak Ingin Ditinggalkan
37
37. Dukungan Bapak Terhadap Ibu
38
38. Ibu dan Bapak, Tetap Pada Keputusan
39
39. Rasanya Berpoligami
40
40. Hilman Dan Hana di Tempat Umum
41
41. Pertengkaran Di Depan Umum
42
42. Terima Nasibmu Sebagai Wanita Mandul!
43
43. Sahabat Yang Peduli
44
44. Video yang Tengah Viral
45
45. Bukan Anak Yang Berbakti
46
46. Dokter Wira
47
47. Maaf, Aku Akan Mencoba Adil Untuk Kalian.
48
48. Hana Yang Tidak Pernah Mengerti
49
49. Pelecehan Istri Sendiri
50
50. Pulang Ke Rumah
51
51. Jujur Pada Ibu
52
52. Keputusan Ayu
53
53. Seorang Pria
54
54. Arga, Pria Dari Masa Lalu.
55
55. Gunakan Kesempatan, Atau Aku Akan Kembali!
56
56. Tamu Tak Diundang.
57
57. Ibu: Berikan Kebebasan Untuk Ayu, Hilman!
58
58. Kamu Bahagia, Bukan Aku!
59
59. Jangan Dekat Dengan Dia (Arga)
60
60. Cerita Tentang Arga
61
61. Alasan Ibu Tak Suka
62
62. Dokter Wira, "Jangan Sungkan."
63
63. Kedatangan Ibu Mertua.
64
64. Debat Dua Orang Ibu
65
65. Pesan Dari Sebuah Nomor Asing
66
66. Jalan Menuju Kebebasan
67
67. Kamu Mau Kan Dengan Dokter Wira?
68
68. Mulut Tetangga
69
69. Hilman. Dimana Buku Itu!
70
70. Hilman Yang Kalap
71
71. Perkelahian Di Tengah Jalan.
72
72. Dokter Wira: Maksud Saya ... Tidak Apa-Apa!
73
73. Bertemu Pengacara
74
74. Hari Operasi
75
75. Keputusanku Sudah Bulat!
76
76. Aifa
77
77. Izinkan Saya ....
78
78. Dokter Yang Gigih
79
79. Sidang Pertama
80
80. Sidang Perceraian.
81
81. Hilman, Tak Ada Yang Sama
82
82. Ajakan Dokter Wira
83
83. Saudara Kembar Dokter Wira
84
84. Sekeranjang Mawar Putih
85
85. Siapa Pengirim Bunga Ini?
86
86. Datang Untuk Meminang
87
87. Meminta Petunjuk
88
88. Mengantar Risma ke Mall
89
89. Mencari Keberadaan Ayah
90
90. Pengumuman!! Ayo Pada Kumpul!!!
91
91. Gara Tak Mau Makan
92
92. Tante Ayu Dak Boleh Pulang!
93
93. Pov Arga
94
94. Buy One Get One Free
95
95. Kamu Harus Hati-Hati
96
96. Maaf tentang Masa Lalu
97
97. Tak Mau Jadi Baby Gula
98
98. Curhat Dengan Diana
99
99. Nomor yang Tak Dikenal
100
100. Cerita Untuk Gara.
101
101. Pengumuman Pemenang Give Away!!!
102
102. Undangan Pesta Ulang Tahun
103
103. Orang Tua Yang Ramah.
104
104. Aku Hanya Wanita Cacat
105
105. Harus Tegas
106
106. Paket Misterius
107
107. Paket Lagi.
108
108. Bertanya
109
109. Lima Orang Asing
110
110. Pulang Dengan Tangan Hampa
111
111. Kabar Baik
112
112. Bertemu Gara Lagi
113
113. Kabar berita
114
114. Berdusta Sekali Lagi
115
115. Jadi Mama Gara!
116
116. Terjebak
117
117. Dongeng Kelinci dan Kura-Kura
118
118. Maafkan Gara!
119
119. Hari Pertama Bekerja
120
120. Gara-Gara Ojol!
121
121. Hati Yang Masih Beku
122
122. Kejadian Di Mall
123
123. Hilman Membuat Ulah
124
124. Arga, Eka?
125
125. Perasaan Arga.
126
126. Apa Yang Harus Aku Lakukan?
127
127. Pertanyaan Ibu.
128
128. Penolakan Ibu
129
129. Apa Karena Ibu?
130
130. Menyerah
131
131. Ibu Kecelakaan
132
132. Pertolongan Arga.
133
133. Kehadiran Gara di Rumah Sakit
134
134. Gara Dan ibu
135
135. Penuturan Ibu
136
136. Restu Dari Ibu
137
137. Bertemu Arga
138
138. Arga. Sakit Hati Kedua Kali
139
139. Cinta Lama Berlanjut Kembali
140
140. Gombalan Untuk Calon Istri
141
141. Doa Yang Baik
142
142. Menyerahkan Ayu
143
143. Menikah Di Pos Satpam?
144
144. Akibat Hubungan Dengan Bos
145
145. Bicara Tentang Ibu
146
146. Lamaran Part 1
147
147. Lamaran Part 2
148
148. Saya Menerima.
149
149. Mencari Tanggal Yang Tepat
150
150. Pemberian Arga
151
151. Ibu Punya Nazar
152
152. Arga Marah
153
153. Ke KUA, yuk!
154
154. Kabar Baik
155
155. Kejadian Tidak Terduga
156
156. Lebih Baik Mati
157
157. Hilman Menggila
158
158. Arga Pencemburu
159
159. Tamu Tak Diundang
160
160. Arga Dan Gombalannya
161
161. Berkunjung Ke Pusara Haifa
162
162. Kalimat Yang Sangat Indah
163
163. SAH!!!!!!
164
164, acara di rumah
165
165. Keluarga Yang Sangat Menyenangkan
166
166. Arga: Aku Masuk Angin!
167
167. Apa Yang Terjadi Kepada Arga?
168
168. Ladang Kering Telah Disirami
169
169. Lupa Kunci Pintu
170
170. Arga Semakin Parah
171
171. Cara Tersendiri
172
172. Kejadian Di Pagi Hari
173
173. Kedatangan Dokter
174
174. Hadirnya Sosok Lain.
175
175. Ancaman Arga. "Tunggu Nanti Malam."
176
176. Dokter Wira
177
177. Tamu Wanita
178
178. Pengantin Laki-Laki Teraniaya.
179
179. Penjelasan Arga
180
180. Tetap Jadi Istri Yang Baik
181
181. Saat Makan Siang
182
182. Tempat Untuk Honeymoon
183
183. Peringatan
184
184. Diana Tidak Hadir
185
185.
186
186. Merasa Belum Baik
187
187. Penyambutan
188
188. Gara Menjadi Pemersatu Bangsa.
189
189. Makan Siang Keluarga
190
190. Ajakan Arga
191
191. Pertanyaan Gara
192
192. Hukuman atau Panggil Sayang?
193
193. Suamiku, Imamku
194
194. Gombal Terus!
195
195. Dua Lelaki Sumber Kebahagiaan
196
196. Bertemu Seorang Wanita
197
197. Hal Yang Membuat Penasaran
198
198. Kain Yang Menerawang
199
199. Bertemu Dengan Dokter
200
200. Mengambil Alih
201
201. Serangan Bukan Dadakan
202
202. Serangan Kedua Dan Ketiga
203
203. Ketahuan!
204
204. Desas Desus Tak Enak
205
205. Ingin Jadi Anak Yang Kuat
206
206. Kesedihan Gara
207
207. Masalah.
208
208. Tempat Terselubung
209
209. Kemana Arga?
210
210. Ingin Marah
211
211. Arga Masuk Angin
212
212. Harapan Yang Masih Belum Terwujud
213
213. Serasa Permen Yupi
214
214. Shopping Day!
215
215. Desa Penari
216
216. Tingkah Ayu Yang Aneh
217
217. Rasa Yang Berbeda
218
218. Coba Yang Lain
219
219. Honeymoon, Yuk!
220
220. Kabar Bahagia
221
221. Kabar Bahagia part 2
222
222. Gara. "Jangan Bikin Mama Emosi!"
223
223. Pertanyaan Gara
224
224. Kabar Bahagia Untuk Ibu
225
225. Diri Yang Selalu Suudzon
226
226. Harus Beristirahat.
227
227. Kejutan Yang Gagal
228
228. Ingat Apa Kata Dokter!
229
229. Tangisan Gara
230
230. Tak Sadarkan Diri
231
231. Sapaan Dari Dalam Perut
232
232. Pulang Dari Rumah Sakit
233
233. Inginkan Sesuatu
234
234. Meminta Maaf
235
235. Sosok Suami Idaman
236
236. Meminta Persetujuan
237
237. Mencari Foto Haifa
238
238. Kesedihan Gara
239
239. Berbicara
240
240. Cinta Tulus Untuk Gara
241
241. Seseorang Di Luar Jendela
242
242. Persiapan Empat Bulanan
243
243. Laki-laki Di Depan Mall
244
244. Arga Si Pelindung
245
245. Kehidupan Setelah Bercerai
246
246. Hilman Setelah Bercerai 2
247
247 Ayu
248
248. Main Gundu
249
249. Sepenggal Kisah
250
250. Pergi bersama
251
251. Pengakuan Hilman
252
252. Maaf Dari Hilman
253
253. Kisah Hilman
254
254. Hilman Dalam masalah
255
255. Di Balik Kisah Hilman
256
256. Arga Cemburu
257
257. Rencana Arga
258
258. Hanya Untukmu
259
259. Pertemuan Arga dan Hilman
260
260. Noda Merah
261
261. Rumah Sakit
262
262. Perjuangan Seorang Ibu
263
263. Hadirnya Anggota Baru
264
264. Apa Kamu Tidak Pernah ....
265
265. Bayi Yang Haus
266
266. Ucapan Manis
267
267 Hilman di Acara Aqiqah
268
268. Pelajaran Berharga
269
269. Meminta Penilaian
270
270. Gara Anakku juga!
271
271. Kabar Bahagia
272
272. Ke Rumah Sakit Lagi
273
273. Ayu Nakal
274
274. Seperti Pasangan Mes*m
275
275. Ajakan Honeymoon Yang Selalu Gagal.
276
276. Sebuah Pengajaran
277
277. Perjalanan Panjang
278
278. Perjalanan Yang Melelahkan
279
279. Sesuatu Yang Kembali
280
280. Sindiran Dari Keluarga
281
281. Sesal Yang Tak Guna
282
282. Tersangka Investasi Bodong
283
283. Bicara Dengan Ibu
284
284. Kisah Di Balik Tirai
285
285. Tidak Tahu Malu
286
286. Dewi
287
287. Mungkinkah Dia?
288
288. Penjarakan Saja!
289
289. Keinginan Arga
290
290. Rencana Arga
291
291. Seperti Masa Lalu
292
292. Azka Demam
293
293. Obat Oles Tradisional
294
294. Perjuangan Seorang Ibu
295
295. Bawa Ke Ustadz
296
296. Sepuluh Juta
297
297. Sang Penakluk
298
298. Penakluk Tak Pernah Puas
299
299. Malam Acara Selamatan
300
300. Kasih Ibu Sepanjang Masa
301
301. Perjalanan Yang Sulit
302
302. Ibu Lelah
303
303. Semua Lelah
304
304. Wanita Selain Dewi
305
305. Debat Yang Melelahkan
306
306. Pusing Menghadapi Ibu.
307
307. Kasmaran
308
308. Hilman Mau Punya Istri
309
309. Tak Ada Salahnya Membahagiakan Ibu
310
310. Liburan Dadakan Dengan Ibu
311
311. Bertanya Pada Dewi
312
312. Bantu aku Gagalkan
313
313. Pertanyaan Pak Hendro
314
314. Fakta Tentang Dewi
315
315. Nikah Dadakan
316
316. SAH!!!
317
317. Jodoh Datang Terlambat
318
318. Tatapan Ipar Dan Bapak Mertua
319
319. Pulang Kemana Aku?
320
320. Rencana Pesta Resepsi
321
321. Pesan Pak Mertua
322
322. Acara Tujuh Bulanan
323
323. Dewi Alergi
324
324. Tiga Kali Menikahi Perawan
325
325. Manisnya Sebuah Hubungan
326
326. Aku Siap!
327
327. Unboxing
328
328. Berhasil Menjelajah
329
329. Kebahagiaan Hilman
330
330. Arga Sepertinya Marah
331
331. Suami Pengertian
332
332. Berita Duka
333
333. Berkabung
334
334. Kesedihan Gara.
335
335. Pendarahan Setelah Pertarungan
336
336. Selamat Datang Putri Kecil
337
337. Dilema
338
338. Telepon Dari Dewi
339
339. Kebahagiaan Kedua
340
340. Adopsi Untuk Vano
341
341. Happy Ending
342
Pengumuman Baru Nih!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!