Tiba-tiba suasana menjadi hening, begitu kata cerai terucap dari mulut Ray dengan mudahnya. Tanpa berkedip, dia sudah menalak istrinya itu.
Tisha tidak bergeming, dia sempat terdiam selama beberapa waktu. Kedua tangannya terkepal memegangi seprai ranjangnya dengan gemas, jantungnya rasanya seperti mau berhenti.
Ya, ini memang yang ia inginkan sejak awal.. Berpisah dari Ray. Tapi kenapa hatinya terasa sakit saat sang suami menjatuhkan talak satu padanya?
"Kakak.. apa kakak yakin?" tanya nya sambil menelan saliva nya
"Bukankah ini yang kamu mau?" tanya Ray sambil menatap gadis yang sedang duduk di sudut ranjang itu.
"Kakak akan menyerah padaku begitu saja? apa kakak benar-benar berfikir jernih saat ini? apa ini benar-benar yang kakak inginkan juga?" tanya Tisha dengan suara yang lemah.
Setidaknya aku ingin tau, aku ingin mendengar bahwa kamu mencintai ku kak.. Aku yakin kamu mencintai ku, hanya saja kamu belum membuka hatimu untukku. Kalau kamu mengatakan isi hatimu sedikit saja, aku akan berjuang denganmu.
Kali ini giliran Ray yang terdiam, ia tampak sedang memikirkan sesuatu yang dalam. Wajahnya terlihat serius.
"Kamu benar, lebih baik melepaskan daripada menggenggam dan kesakitan. Ini yang terbaik, perceraian kita. " ucap Ray dengan berat hatinya
"Jadi begitu ya.." Tisha bicara pelan, ia kecewa dan masih berharap Ray tidak akan melepaskan nya.
"Kita akan bercerai, tapi aku punya syarat"
"Apa kak?" tanya Tisha
"Berkencan lah dengan ku selama satu bulan, setelah satu bulan itu aku akan melepaskan mu selamanya"
Selama satu bulan itu aku akan meyakinkan perasaan ku ini. Benar atau tidak, bahwa hatiku sudah mulai terbuka.
"Baik, ayo kita berkencan selama satu bulan" jawab Tisha sambil tersenyum pahit.
Selamanya? melepaskan ku selamanya? semudah itu? apa memang benar selama ini aku tidak lebih dari kebutuhan nya saja?
Ray menyuruh Tisha untuk beristirahat karena kaki nya masih belum sembuh. Tiba-tiba Tisha menanyakan dimana ponselnya. "Nanti aku akan belikan yang baru" jawab Ray
"Belikan yang baru? kenapa? itu ponsel yang ku beli dari gajihan pertama ku! apa yang terjadi dengan ponselku?" tanya Tisha curiga.
"Pokoknya nanti ku belikan yang baru, ponsel apapun yang kamu inginkan. Lupakan saja ponsel lama mu itu" kata Ray
"Lupakan? apa maksud kakak? mana bisa aku melupakan nya!" Tisha terlihat marah
kenapa dia semarah ini hanya karena sebuah ponsel murahan?
"Ponsel itu sudah jelek, aku membuangnya"
"Kenapa kamu buang?! dimana kamu membuangnya?!" tanya Tisha emosi
"Kalau dibuang ya kemana lagi? kenapa sih kamu begitu marah karena ponsel butut saja?" tanya Ray tak mengerti
"Ponsel butut? bagi kakak mungkin itu hanya ponsel butut, tapi buatku tidak."
Gadis itu tampak marah bercampur sedih, ia berjalan tertatih tatih keluar dari kamarnya untuk mencari ponselnya di ruang tamu. Ray mengekorinya dari belakang, ia tak paham kenapa Tisha begitu marah pada ponsel yang sudah butut dan ketinggalan zaman itu. Bahkan semenjak mereka menikah, Ray tidak pernah melihat Tisha memakai barang mewah.
Ponselnya juga tidak pernah ganti, meski sudah beberapa kali di servis. Mengapa Tisha begitu terobsesi pada ponsel butut nya itu? Ray tak paham. Tisha bahkan sampai keluar malam-malam ke depan rumah nya, mencari ponselnya di tempat sampah.
"Dimana? kenapa tidak ada disini? kenapa kakak buang ponselku?" tanya Tisha sambil mengorek ngorek tempat sampah itu.
"Hentikan jangan dicari lagi! aku bisa membelikan ponsel yang bagus dan mahal dari itu. Relakan saja ponselmu itu" Ray memegang kedua tangan Tisha
Dia nangis?
"Ponselku.. itu bukan masalah harga nya, tapi.. hiks" Tisha menangis tersedu-sedu seperti anak kecil.
"Kamu nangis? hey, udah dong itu cuma ponsel aja, aku bakal belikan yang kamu mau? udah jangan nangis lagi" Ray mengernyit dahinya, ia tampak bingung dan panik bagaimana membujuk gadis yang sedang menangis itu.
"Di dalam ponsel itu ada sesuatu yang tidak bisa tergantikan oleh apapun juga. Disana ada foto orang yang sangat berharga bagiku dan hanya satu satunya!" teriak Tisha marah
Ayah.. bagaimana ini, aku tidak punya fotonya lagi. Tisha terlihat sedih, ia masih menangis.
Orang yang sangat berharga baginya? bukankah dia hanya punya diriku? tapi sepertinya orang yang disebutkan itu bukan aku. Apakah pria yang menelpon tadi itu adalah orang berharga baginya? sial! memikirkan nya saja aku sudah kesal.
"Pokoknya lupakan saja ponsel itu, aku akan belikan yang baru"kata Ray tegas
Aku harus memeriksa ponselnya, apa benar ada pria lain disana?
"Aku tidak butuh ponsel baru! " Tisha menendang tempat sampah dengan kaki nya yang terasa sakit.
BRAK
"Aduh.. sakit" rintih nya sambil memegang kakinya yang keseleo itu.
"Sakit kan? siapa suruh kamu menendang tempat sampah? bodoh" kata Ray sebal
"Karena siapa aku marah seperti ini? kakak benar-benar menyebalkan" Tisha memegang kaki nya yang kesakitan
Ray menggendong Tisha secara tiba-tiba. Jantung Tisha kembali berdebar kencang saat pria itu menyentuh tubuhnya, dan menggendong nya dengan lembut.
"Turunkan aku.."
"jangan kepedean, aku melakukan ini bukan karena aku mau. Ini karena kaki mu belum pulih sepenuhnya dan kamu belum punya tongkat berjalan" kata Ray dingin
Ya Allah, kenapa aku masih berdebar seperti ini? padahal kata-kata nya terdengar dingin, namun entah kenapa aku merasa kalau dia perhatian padaku.
Tangan Ray yang satunya lagi menyeka air mata Tisha. Tisha terkejut karena Ray yang gila kebersihan bisa melakukan hal itu padanya, mengusap air mata nya dengan lembut.
"Kamu sudah jelek, tambah jelek lagi kalau menangis"
Lupakan apa yang kupikirkan barusan? dia tidak lembut sama sekali.
Ray sedikit tersenyum melihat wajah cemberut istrinya. Ray menggendong Tisha sampai ke kamarnya, ia merebahkan gadis itu di ranjang empuknya. Tak lupa Tisha meminum obatnya yang ada di meja sebelum ia akan tidur.
Ray juga bersiap untuk tidur, ia naik ke atas ranjang yang ada di sebelah Tisha.
"Kenapa kamu naik ke ranjang ku?" tanya Tisha
"Tentu saja mau tidur" jawab Ray dengan wajah datarnya
"A-Apa? tapi kenapa tidur disini? bukan di kamarmu?" tanya Tisha terpana
"Malam ini aku akan tidur disini. Kita akan tidur bersama" jawab Ray sambil berbaring di samping Tisha akan tidur.
Tisha kebingungan melihatnya, bagaimana bisa Ray mengatakan akan tidur bersama dengan wajah datar nya? Tisha merasa tidak adil karena Ray sama sekali tidak merasakan apa yang ia rasakan. Dalam hatinya ia berdoa agar Ray merasakan apa yang ia rasakan juga.
"Kenapa kakak tidur disini? bukankah kakak tidak suka tidur dengan orang lain?" tanya Tisha
"Kamu sedang sakit, aku akan menjaga mu malam ini."
"Tidak usah, kakak pergi saja"
DEG,DEG!
Curang, tidak adil. Bagaimana bisa hanya aku sendiri yang merasakan seperti ini? dan dia terlihat biasa saja.
"Bagaimana jika kamu ingin ke kamar mandi malam-malam? dengan kakimu yang seperti itu kamu tidak akan bisa" jelas Ray
Kenapa wajahnya memerah? apa dia demam?. Ray terlihat cemas melihat pipi Tisha memerah
Ray meletakkan satu tangannya di kening Tisha, lalu ia menyentuh leher Tisha juga. Tisha hanya terdiam, ia merasa aneh saat disentuh oleh Ray.
Aku demam?
"Ternyata kamu demam, pilihanku sudah benar untuk tidur disini malam ini. Karena kamu sudah minum obat, tidurlah" Ray membaringkan istrinya ke ranjang, dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut hangat.
"A-aku akan tidur di lantai saja"
Dia akan marah kalau aku tidur seranjang dengannya.
"Kenapa di lantai?" tanya Ray sambil beranjak duduk.
"Bukankah dulu saat kita tidur dalam satu kamar di rumah besar, kakak selalu menyuruhku tidur di lantai?" tanya Tisha dengan wajah polosnya
Ray tiba-tiba malu ketika teringat kejadian masa lalu, ia selalu memperlakukan Tisha dengan kasar dan dingin. Bahkan saat tidur satu kamar, Tisha selalu tidur di lantai karena Ray tidak mau seranjang dengan orang lain.
"Tidak usah, kalau kamu merasa tidak nyaman. Aku saja yang akan tidur di lantai"
Loh? kok jadi dia yang mau tidur dilantai? batin Tisha bingung
"Tidak kak, aku akan tidur dilantai"
"Mau tidur dimana kamu saat dalam keadaan demam seperti ini? kalau kamu tidak nyaman, aku yang pindah" jelas Ray sambil beranjak duduk dan membawa bantalnya
Apa dia masih marah karena aku menghilangkan ponselnya? Ray terlihat cemberut.
Tisha memegang ujung kain piyama tidur Ray dan menatap suaminya itu. " Ti-tidur saja disini, tidak apa-apa"
"Aku di lantai saja" kata Ray
"Tidak apa-apa, kita tidur bersama saja. Cuacanya dingin lagi musim hujan"
Tenang Tisha, ini baik-baik saja. Tisha memegang dadanya
"Haa.. baiklah kalau kamu memaksa" Ray kembali berbaring di samping Tisha.
Dengan hati-hati Tisha membuat pembatas guling dan bantal di tempat tidur yang lumayan luas itu.
"Kenapa pakai pembatas?"
"Aku takut kalau aku menyentuh kakak saat tidur"
"Iya benar juga, siapa yang saat itu tidur dan menindih tubuhku? tidurnya tidak mau diam juga" Ray tersenyum menggoda istrinya
"A-aku.. " Tisha terlihat malu
Jadi saat itu dia sudah bangun? apa dia mendengar semua ucapan ku? saat itu kan kita habis berciuman untuk pertama kalinya.
"Sudah! tidurlah ini sudah malam, besok aku harus bekerja" Ray tersenyum lembut untuk pertama kalinya saat melihat Tisha. Ia tampak menikmati wajah istrinya yang malu-malu.
Apa benar Kak Ray dulu adalah anak yang ceria seperti apa kata dokter Harun? Melihat dia tersenyum begitu, seperti nya benar ya? apa aku harus membantunya membuka hati? tapi.. kenapa aku harus membantu orang yang tidak mencintaiku sama sekali. Tisha terlihat bingung
Tisha berbaring, beberapa saat kemudian ia tertidur pulas. Mungkin karena efek obat yang sudah ia minum, sesekali Ray bangun untuk memeriksa kondisi tubuh nya. Takut-takut kalau Tisha demam lagi.
"Tidurmu tenang sekali tidak seperti waktu itu, apa karena kamu sedang sakit?" Ray tersenyum dan menyandarkan kepalanya bertumpu pada tangan. Ia melihat ke arah Tisha yang tertidur sangat tenang.
Apa yang harus aku lakukan padamu? aku juga tidak tau perasaan ku padamu yang sebenarnya? selama satu bulan itu aku akan memastikan nya.
Tangan Ray membelai rambut Tisha yang menghalangi wajahnya, Tisha sama sekali tidak terusik. Seolah mimpi indah sudah melahapnya, hingga ia tidur begitu lelap. Pelan-pelan Ray turun dari ranjang nya, ia menelpon Gerry.
"Ya.. halo?" jawab Gerry yang terbangun dari tidur nyenyak nya karena telpon dari Ray.
"Gerry, selidiki pria yang sedang dekat dengan istriku. Nomornya akan ku kirim padamu, kamu lacak sekarang juga " ucap Ray
"Mana saya tau.. hoam.." Gerry menguap, menjawab dengan malas
" Gerry jawab yang serius! mau mati ya??!" ujar Ray membentak
"Baik pak, maaf pak. Saya akan segera melacaknya, tapi saya dengar nyonya pernah menyebutkan nama pria itu pak. Menurut saya bapak harus tau" kata Gerry mulai serius
"Siapa namanya?"
"Zayn, saya dengar begitulah nyonya memanggil nya"
"Selidiki nomor yang ku kirimkan padamu, juga seseorang yang bernama Zayn. Aku mau informasi nya pagi ini " kata Ray tegas
Sial, nambah lagi deh kerjaan ku. gerutu Gerry dalam hatinya sebal
"Siap laksanakan pak!" jawab Gerry patuh
Karena inilah gaji ku besar berbeda dari pegawai lainnya.
...---***---...
Readers, mohon maaf kemarin tidak up. 🙏🤗
jangan lupa like komen nya ya kalau sudah baca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 214 Episodes
Comments
Umi Abi
gengsi banget
2022-08-05
0
Lovely
Perasaan-ku bagai di tarik ulur saja 😏
2022-05-27
0
Kiki Yanah
masih nyimak
2022-05-21
0