Bab 2

Dari kejauhan sebuah mobil terparkir di balik pagar rumah yang sudah di huni oleh Zara sejak kecil.

"Mas Ken di sini" gumamnya, ia melihat jam yang melingkar di tangan kirinya menunjukan pukul 5 sore. Tampak papi Rio tengah mengobrol dengan Kennan sambil berdiri.

Saat papi Rio melihat putrinya berada di luar pagar, dan hendak menurunkan standar sepeda motornya, dengan cepat dia setengah berlari ke arah pintu gerbang

"Tidak perlu turun nak" ucap Rio seraya menggeser selot pada pintu berbahan besi "biar papi bantu buka"

"Makasih pi"

Zara pun mengurungkan niatnya untuk turun dari motor maticnya, dan membiarkan sang papi membukakan pintu pagar.

Ia memarkirkan sepeda motor di samping mobil milik Kennan, bersamaan dengan Rio yang telah selesai menutup kembali pintu pagarnya, Pria yang menjadi papinya itu, tampak sudah berdiri kembali di samping Kennan

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam" jawab keduanya nyaris bersamaan. Zara segera meraih tangan sang papi.

"Kok baru sampai rumah dek?" tadi mas lihat ade keluar dari jam tiga?"

"Mampir ke toko buku mas" jawabnya ia mengulas senyum tipis "Masuk nak, mami lagi masak, ada mbak Widia juga di dalam"

"Mbak Widia?" ucapnya reflek, yang di jawab anggukan oleh Rio. Sekilas Zara melirik Kennan sedang berdiri dengan pandangan menunduk sambil mengayunkan satu kakinya, dan kedua tangan ia masukan ke saku celana.

"Mas Ken kan memang enggak pernah main-main sama ucapannya" wanita itu membatin seraya melangkahkan kaki memasuki rumahnya.

"Mih!"

Kedua wanita itu kompak menoleh ke arah Zara yang tengah menghampirinya

"Assalamu'alaikum, salam dulu nak" ucap Irma

"Walaikumsalam, maaf mih"

Setelah mengecup punggung tangan mami, dan menyapa Widia, Zara pamit untuk memasuki kamar. Melangkah meninggalkan keduanya di dapur, Ia sempat berhenti dan menoleh ketika baru melangkahi beberapa anak tangga.

"Hhhh mami dan mbak Widia, terlihat sangat akrab meski baru saja kenal, mereka benar-benar menikmati kebersamaannya, sembari berbincang lalu tertawa, mungkin saat bersama bunda Nina juga seakrab itu"

"Mbak Widia emang wanita yang mudah sekali bergaul, sikapnya yang friendly dan to the point, membuatnya mempunyai banyak kenalan"

"Enggak seperti aku yang pemalu dan hanya sedikit memiliki keberanian, malah saat di hadapan mas Ken, justru malu-maluin"

Mendesah pelan, Zara kembali menaiki anak tangga dengan gontai.

*****

Usai sholat maghrib berjamaah, minus Widia yang katanya sedang tanggal merah, Rio, Irma, Kennan dan Zara, berjalan menuju ruang makan untuk menyantap makan malam.

Rio, yang duduk di ujung meja, sedangkan Irma dan Zara duduk bersebelahan, berhadapan dengan Kennan yang duduk berjejer dengan Widia. Seolah menjadi pemandangan yang memuakan bagi Zara.

"Hemmmm, enak sekali" ujar Rio saat menyuapkan suapan pertama ke mulutnya.

"Widia yang masak pi?" jawab Irma.

"Wahh, udah cantik, pintar, jago masak pula, wanita seperti ini yang harus di pertahankan mas Ken"

Mendengkus pelan, Zara menyenderkan punggung sambil menatap Kennan yang tampak biasa saja saat kedua orang tuanya memuji Widia.

"Bukan pak, tadi saya hanya mengikuti arahan dari tante Irma, semua bumbu, sudah di siapkan"

"Tapi tetap saja ini masakan tangan kamu Wid" tanpa sadar Rio telah menyinggung hati anak gadisnya. Mendengar pujian yang terus di lontarkan oleh orang tuanya, membuat Zara ingin menyudahi sesi makan malamnya.

"Mi, Kanes nggak pulang malam ini?" sela Zara

"Enggak sayang, Ayu dan Kanes sedang ada project yang harus selesai besok"

"Ohh" sahutnya singkat, lalu meraih gelas dan meminumnya hingga tandas "Aku sudah selesai pi, mi, aku ke kamar dulu ya?"

Rio menahan Zara yang hendak berdiri

"Za, besok temani Mas Ken dan mbak Widia ke Jakarta ya, ada tender yang harus kita sepakati dengan beberapa rumah sakit di sana, dan kebetulan, salah satu dari rumah sakit itu di pimpin oleh istrinya teman papi dan ayah"

"Kok mendadak pi?"

"Loh memangnya mas Kennan enggak bilang?" tanya Rio, ia menatap Kennan dan Zara bergantian.

Melihat Ken yang tampak santai, membuat Zara berdecih, sangat paham maksud dari laki-laki yang juga sudah seperti kakak sendiri.

"Kamu cukup nemenin mas aja, enggak perlu kerja, enggak perlu menyiapkan berkas-berkas ataupun dokumen, mas yang akan mempersiapkannya nanti, Kamu hanya menyiapkan perlengkapanmu untuk menginap tiga malam di hotel " Ucapan Kennan kala itu saat ada perjalanan bisnis ke Pekan Baru.

"Besok berangkat jam berapa mas?" tanya Zara

"Jam berapa kita berangkat Wid?" alih-alih menjawab pertanyaan Zara, Kennan justru menanyakannya pada Widia

"Sepulang kantor Ken, kita langsung berangkat dari sana, jadi besok sekalian bawa perlengkapan, karena kita enggak perlu pulang dulu" jawab Widia penjang lebar.

"Bawa baju ganti untuk dua hari dek?"

"Iya" sahut Zara, lalu berdiri "Pi, mi, kalau gitu Zara mau ke kamar dulu. Permisi mbak Widia"

Widia merespon dengan senyuman di sertai anggukan kepala.

*****

Pagi hari, Zara sudah mempersiapkan perlengkapannya untuk menemani Kennan selama dinas di luar kota. Ia bahkan menolak Kennan yang akan menjumputnya agar sama-sama berangkat ke tempat kerja, dia lebih memilih membawa motor sendiri ke kantor.

"Pagi Za" sapa Ika saat sama-sama sedang memarkirkan motornya.

"Pagi Ka, tumben udah sampai sini, biasanya harus maraton dulu ke ruangan papiku" jawab Zara seraya melepaskan kaitan helem di bawah dagunya. Hal yang sama juga di lakukan oleh Ika.

Ika terkekeh "Iya Za, tau nih pengin berangkat pagi, tapi tahukah kamu?" Ika dan Zara bersama-sama mengambil langkah memasuki gedung kantor tempatnya bekerja "tadi sebelum ke sini, aku harus antar adiku ke hotel dulu, dia lg magang di hotel itu, dan tiba-tiba, aku lihat pak Kennan bareng sama mbak Widia di hotel itu, entah mereka nginep di sana atau enggak, aku kurang tahu juga si" lanjutnya

Mendengar hal itu, rasanya jantung Zara mendadak berhenti sejenak. Dan ketika detakannya kembali berdebam, ada rasa sesak dan perih yang muncul bersamaan.

"Masa si Ka, salah liat kali" Zara berusaha setenang mungkin merespon ucapan Ika.

"Enggak lah, aku hapal banget sama pak Ken dan mbak Widia"

"Apa mereka menginap di hotel setelah pulang dari rumahku tadi malam?"

Kini mereka sudah berada di dalam lift.

"Terus aku lihat, mereka saling berbalas senyum" sambung Ika lalu memencet angka sepuluh pada tombol yang tersedia di dalam lift, ia juga menekan angka tujuh karena ruangan Zara ada di sana. "Aku jadi semakin yakin kalau mereka memang pacaran, dan mungkin sebentar lagi akan menikah"

Pikiran Zara mendadak kacau, ia bahkan mengabaikan Ika hingga pintu lift terbuka di lantai tempat ruangannya.

"Aku duluan Ka"

"Ok Za, bye"

Logika dan tubuh Zara tak bisa ia kendalikan. Selama beberapa menit ia duduk termenung di meja kerjanya.

"Sejak kapan?" batinnya "kenapa di depanku mas tampak cuek dan biasa saja terhadap mbak Widia, tapi di belakangku, diam-diam sudah menginap bersama di hotel "

"Mas Kennan enggak mungkin menginap di hotel bareng wanita yang belum menjadi istrinya, jika dia melakukannya, sudah pasti ayah akan sangat marah"

Zara menggelengkan kepala "Ya mas Ken nggak seperti itu"

"Kok bengong?"

"Astaghfirullah, mas Ken?"

Bersambung

Regarsd

Ane

Terpopuler

Comments

💜bucinnya taehyung💜

💜bucinnya taehyung💜

ngiluuu baca nya nih ken lu g peka bgt

2022-04-23

0

🌷Tuti Komalasari🌷

🌷Tuti Komalasari🌷

sakit emang kalo mencintai sendiri, pikirannya selalu suudzon dan menduga duga yang negatif...🌷🌷

2021-11-11

1

Itin

Itin

baca bab 1 langsung favorit ❤️

2021-11-07

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!