Ternyata, Juan tidak tega jika menolak pemberian Marni apalagi harus menyakiti perasaannya. Yang bisa ia lakukan hanya berbasa-basi dan tetap menerima pemberiannya. Seperti hari ini, Marni kembali datang dengan membawa camilan kue donat gula dan sayur lodeh nangka. Andre dan Bagas hanya cekikikan melihat kecanggungan yang Juan tunjukkan. Hari-hari Juan tidak lagi tenang sebab menjadi sasaran empuk untuk olok-olokan kedua temannya. Saat mereka saling mengejek seperti biasa, terdengar suara ketukan.
"Siapa tuh, masak Marni balik lagi?" tanya Bagas.
Juan membalikkan badannya seraya membukakan pintu. Ternyata itu pak Yani, salah satu tetangga mereka.
"Pak Yani, ada apa pak? silahkan masuk pak!"
"Tidak usah mas Juan. Saya cuma mau ngasih tahu. Pak Bagio yang rumahnya paling bagus itu tahu kan?"
"Iya pak tahu, kenapa dengan pak Bagio?"
"Nanti selepas solat isya, akan membagi-bagikan nasi kotak ke para jamaah masjid sebagai ungkapan syukur atas panen yang melimpah. Mas-mas sekalian ikut jamaah saja nanti!"
"Wah rejeki Wan," sahut Andre.
"Iya mas."
"Terima kasih informasinya ya pak. Insha alloh kami ikut jamaah."
"Yasudah, saya cuma mau mengabarkan hal itu. Saya pulang dulu ya!"
"Iya pak."
"Wah, rejeki nomplok nih."
"Cuma makan saja yang ada di pikiranmu Ndre."
"Bukan gitu Wan, bagaimana pun ini rejeki, harus disyukuri. Sama halnya dengan makanan pemberian Marni."
"Jangan mulai deh Ndre!"
"Apanya yang mulai?"
Juan sudah sangat jengkel hingga melemparkan bantal sofa ke tubuh Andre.
***
Andre, Bagas dan Juan berjalan bersama menuju masjid untuk mengikuti solat isya berjamaah. Benar saja, jamaah terlihat penuh, sudah mirip saat taraweh di bulan Ramadhan saja.
"Para warga ini gercep semua ya."
"Sama Ndre, kita juga gercep," sahut Bagas.
Solat isya berjamaah berlangsung dengan hikmat. Setelah dzikir selesai, barulah pak Bagio membagikan nasi kotak kepada para jamaah. Ada yang langsung membawanya pulang. Namun banyak juga yang memilih makan di teras masjid sembari bercengkerama hangat.
"Pulang apa dimakan di sini aja nih?" tanya Bagas.
"Di sini aja lah sekalian ngobrol sama orang-orang."
"Oke Ndre."
Ternyata, ustad Fahri menghampiri mereka dan turut duduk untuk makan bersama dengan Andre, Bagas dan Juan.
"Loh, mas yang satunya mana nih, kok gak di ajak sekalian?" tanya Ustad Fahri memulai perbincangan.
"Bian pak ustad?"
"Iya mas Andre, mas Bian kemana koo gak ikut jamaah?"
"Bian sudah gak tinggal bersama kami lagi di kontrakan."
"Pindah kerja atau bagaimana?"
"Pindah kerja sih enggak, cuma balik ke mess aja."
"Kenapa mas?"
Andre, Bagas dan Juan saling melemparkan pandangan.
"Oh maaf ya! saya lancang. Kalau tidak berkenan, tidak masalah, jangan diceritakan!"
"Bukan begitu maksud kami pak ustad," sergah Bagas sembari menghela napas panjang.
"Jadi gini, Bian ini sudah berhasil dijerumuskan oleh jin penunggu rumah kontrakan."
"Dijerumuskan bagaimana mas Bagas?"
"Awalnya dia didatangi sosok di dalam mimpinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu, Bian melakukannya dan dari situ, Bian mendapat keris pusaka. Bahkan, keris itu bersemayam di bawah kulit lengannya."
"Waduh.."
"Gak cuma itu pak ustad, ada juga yang berbisik di telinga Bian untuk menyuruhnya melakukan ritual puasa mutih juga menyiapkan sesajen untuk mendapatkan ilmu kebal."
"Lalu, mas Bian menurutinya juga?"
"Tentu saja pak, kami bertengkar hebat karena menentang aksinya yang akhirnya berimbas pada kepergian Bian dari kontrakan. Kami pikir, jin itu hanya tinggal di kontrakan saja tapi ternyata, kami salah. Jin yang menghasut Bian terus mengikutinya. Terbukti dengan kesaktian Bian sekarang. Dia benar-benar berhasil menguasai ilmu kebal. Teman-teman di pabrik sudah pada tahu juga."
"Hemm.. sudah sejauh itu ya?"
"Iya pak Ustad, kami sangat menyayangkan hal ini tapi tidak bisa berbuat apa-apa."
"Lalu, bagaimana keadaan rumah kontrakan saat ini mas?"
"Aman pak, alhamdulillah tidak ada gangguan apa pun yang kami alami lagi sampai hari ini. Kami sih mikirnya, jin-jin di rumah sudah pada ikut Bian pergi atau mereka memilih untuk tidak mengganggu kami lagi."
"Kecuali Juan pak ustad yang akhir-akhir ini merasa terganggu," sahut Andre.
"Apa yang mengganggu mas Juan?"
"Marni pak, anaknya pak Karyo."
"Siapa ya itu?"
"Tetangga baru yang rumahnya paling ujung."
"Cukup Ndre, jangan menyebar gosip yang tidak benar!" sergah Juan.
"Lah, memangnya mana yang tidak benar dari yang kuucapkan?"
"Ucapanmu itu bisa bikin rumor yang gak bener di lingkungan ini."
"Saya kok masih asing ya sama pak Karyo ini," sahut ustad Fahri.
"Pak Karyo dan keluarganya masih baru, wajar kalau ustad belum kenal."
"Terus apa hubungannya pak Karyo dengan mas Juan?"
"Pak Karyo ini sepertinya suka dengan Juan dan berniat untuk menjodohkannya dengan Marni, anaknya pak Karyo."
"Kabar bagus dong?"
"Apanya yang bagus pak ustad? pak ustad kan juga tahu kalau saya ini sudah punya calon."
"Iya mas."
"Nah, karena hal itulah, pak Karyo beserta istri dan anaknya sering mengirimkan makanan ke kontrakan kami," sahut Bagas lagi.
"Emm.. begitu."
"Saya merasa gak enak pak ustad. Sejujurnya, saya juga mulai merasakan maksud hati pak Karyo tersebut. Saya ingin menolak tapi takut menyakiti hati mereka."
"Bingung ya mas?"
"Iya pak ustad."
"Saya kok jadi penasaran sama pak Karyo ini. Bagaimana kalau kalian nanti mengantarkan saya ke sana. Silaturahmi saja dengan tetangga baru. Kalau kalian keberatan mampir, biar saya saja nanti, kalian antarkan sampai depan rumahnya saja!"
"Boleh pak ustad."
****
Selesai makan, mereka berempat beranjak menuju rumah pak Karyo. Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya, Andre dan Bagas menggoda Juan hingga Juan merasa kesal. Beberapa menit telah berlalu dan kini, sampailah mereka di rumah yang dituju. Juan terlihat aneh di sini, dia terus saja celingukan seolah tengah mencari sesuatu.
"Ada apa mas Juan?"
"Sebentar pak ustad! saya kok jadi bingung."
"Kenapa?"
"Harusnya di depan itu rumahnya pak Karyo tapi kok malah gelap gulita begini."
"Wah, kamu salah kali Wan."
"Gak mungkin salah, yakin disini."
Pak ustad berdehem dan kemudian terdiam sesaat sebelum kemudian mengajak Andre, Bagas dan Juan kembali pulang. Baik Andre, Bagas dan Juan sudah mengerti perihal keganjilan ini. Mereka menuruti pak ustad tanpa ada satu pun yang melontarkan pertanyaan.
Meskipun Juan diam namun hatinya bergejolak hebat. Muncul penasaran yang memuncah hingga akhirnya, ia putuskan untuk menoleh ke belakang. Benar saja, saat Juan menoleh, terlihat pak Karyo beserta istri dan anaknya berdiri menatap Juan dari kejauhan sembari melambaikan tangan. Juan terjingkat terkejut seraya berteriak.
"Jangan takut mas Juan! jangan dilihat! kita jalan terus saja sampai ke rumah!"
Andre dan Bagas menelan ludahnya kasar sembari terus melangkah tanpa berani menoleh ke belakang.
😣 BAB 20 DONE 😣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕
𝙝𝙤𝙧𝙤𝙧 𝙗𝙖𝙣𝙜𝙚𝙩 𝙣𝙞𝙝 😱😱😱 𝘽𝙖𝙜𝙖𝙨 𝙙𝙖𝙣 𝘼𝙣𝙙𝙧𝙚 𝙟𝙣𝙜𝙣 𝙟𝙙 𝙩𝙖𝙣 𝙮𝙜 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙚𝙨𝙖𝙩𝙠𝙖𝙣 𝙮𝙖
2023-07-27
1
💜_Vicka Villya_💜
Aduhai aku pingin pingsan kalau jadi Juan yang dilambaiin tangan 🤣🤣🤣
2023-07-04
1
💜_Vicka Villya_💜
Aduhai aku pingin pingsan kalau jadi Juan yang dilambaiin tangan 🤣🤣🤣
2023-07-04
0