Ini adalah hari pertemuan yang begitu sedikit melelahkan karena adanya penghalang dibatas jalan yang rumpang dengan logak yang menjulang dalam, suara terhentak oleh bebatuan jalan sehingga menjadikan awal pertemuan ini adalah awal penentuan.
Sudah sekian lama perjalanan ini di uji hingga akhirnya tiba juga di dalam suatu perdesaan yang begitu terpencil, alam di sana memang masih sangat asli dan sehingga membuat pria itu rindu akan berkelana mendaki tebing-tebing yang terjal kembali.
Cinta itu hadir dengan sangat cepat! tak butuh menunggu waktu lama, pria itu sudah bisa membuat wanitanya tersebut merasa sangat nyaman ketika saat sedang bersamanya. Pria itu tak pernah menyangka bahwa perasaan wanita tersebut benar-benar seirama dengannya.
Ke empat orang itu kini duduk kembali sembari menyandarkan badannya di teras rumah yang damai tersebut.
"Ngantuk aku Tan," ucap Rere kepada Sultan dengan memasang wajah kelelahan.
Sebelum sampai ke tempat tujuan, dua wanita itu berhenti sejenak di sebuah pasar yang tidak jauh dari desa tempat tujuannya tersebut. Rencananya mereka ingin menghidangkan masakan untuk kedua laki-laki yang nampak kelelahan itu. Cukup manis, tetapi apakah ini terlalu cepat! sehingga membuat lelaki yang sedang jatuh cinta itu berkhayal terlalu tinggi.
"Jhon," sahut Sultan yang sedang membisiki Rizal dengan nada rendah karena takut terdengar oleh wanitanya itu.
"Oyy?" tanya Rizal sambil berbaring di depan teras rumah.
"Kayaknya enak ya, kalau nikah hehe, tiap hari kalau pulang kerja pasti dimasakin kayak gini," sahut Sultan yang masih berbicara rendah.
"Semoga terkabul Bro," ucap Rizal yang tak berbicara panjang lebar karena memang perjalanannya itu cukup membuat dia lelah.
Sultan yang tengah duduk terbaring di depan teras rumah itu kemudian dia menuliskan sedikit puisi yang tak begitu panjang untuk dikisahkan kepada dunia bahwa cintanya itu bukanlah suatu permainan yang bisa dimainkan sesukanya.
Dengan pensil dan buku catatannya itu dia menulis dan berpikir bahwa puisi buatannya itu tak seindah buatan Roman, namun dia tak perduli karena hatinya takan bisa berbohong dengan kata-katanya itu.
Hidupku bukanlah apa-apa,
hidupku hanyalah tempat salah,
hidupku yang tak pernah sempurna ini takan pernah sirna, seperti hal nya aku melihatmu,
yang tak akan pernah bosan menatapmu tanpa sedikit pun aku berpaling darimu.
Itu adalah suatu inspirasi hidup bagi dirinya. Dia yang tak pernah menjadi orang benar, dia yang tak pernah berubah, dan dia yang takan pernah sempurna itu hanya bisa membuat puisi, terlebih dia yang hanya membisiki alam sekitar bahwa dia cinta wanita itu.
Dini pun datang dan mengejutkan Sultan, dia pun lalu menutup bukunya tersebut. Dini pun lalu tersenyum, sama hal nya dengan Sultan yang tersenyum ketika melihat puisi buatannya tersebut.
"Lagi apa elu Tan? hehe," tanya Dini penasaran dengan apa yang Sultan buat itu.
"Mau tahu aja elu mah Din!" ucap Sultan sembari tersenyum.
"Rere itu wanita yang baik Tan, jadi kamu jangan sakitin sahabat aku itu ya, janji!" ucap Dini yang mengharapkan dia menjaga sahabatnya itu.
"Janjiku hanya akan di dengar olehnya Din, janjiku hanya akan di ketahui oleh Allah."
"Terserah kamu ah, pusing dengernya gue!".
Rere yang baru keluar dari toilet itu pun lalu datang menghampiri mereka sembari berkata , "Lagi ngomongin aku ya?" tanya Rere dengan pedenya sehingga membuat Sultan tersenyum.
"Katanya kamu mau masak buat aku Re! kok, malah keluar sih bolot!" ucap Sultan kepada Rere.
"Dih, engga mau ah! masak aja sendiri sana!".
Rizal yang tengah tertidur di depan teras rumah itu tak terganggu sama sekali oleh perbincangan mereka, dia menghiraukan mereka seperti layaknya kerbau yang sedang tertidur.
"Temenmu cape banget kayaknya Tan!".
"Biarinlah, terlebih dia juga baru pulang dari Pelabuhan Ratu," ucap Sultan sembari tertawa karena kawannya itu tertidur sembari mendengkur.
"Aku masak dulu ya, Tan," ucap Rere yang membuat Sultan tersenyum-senyum.
"Dunia ini begitu sempit, sehingga aku bisa bertemu dan kenal dengannya begitu cepat. Saya berharap dia tidak akan hilang dari bumimu ini dengan cepat," ucap Sultan dalam hati.
Panggilan azan salat zuhur berkumandang, Sultan pun lalu membangunkan Rizal untuk melaksanakan ibadahnya itu bersama.
"Jhon, Jhon, Jhon salat dulu woy, bangun!" ucap Sultan sembari berteriak di dekat telinga Rizal.
"Hah, apa bro?" tanya Rizal yang masih setengah sadar dari tidurnya itu.
"Salat dulu ayo," ucap Sultan sembari menyadarkan Rizal dengan cara jahatnya itu.
Mereka pun lalu pergi ke mesjid sebelah untuk melaksanakan salat zuhur karena itu adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh umat islam. Beribadah itu sangat penting dilakukan bagi setiap manusia yang memeluk agamanya masing-masing, bilamana dilaksanakan kita akan mendapatkan pahala dan bila ditinggalkan kita akan berdosa.
....
Usai salat mereka lalu kembali ke depan teras rumah untuk bersantai dan menikmati indahnya alam ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Melihat ke sisi lain rasanya dua wanita itu sedang memasak sesuatu, lantas Sultan mendekat untuk melihatnya sembari bersandar di pinggir pintu.
"Hai, serius amat mukanya! biasa aja lah, engga usah salah tingkah gitu kalau aku lihatin!" ucap Sultan kembali membercandai Rere.
"Biasa aja!" ucap Rere mulai merasa malu.
Dini lalu pergi meninggalkan Rere yang tengah memasak itu karena dia di panggil oleh bibinya untuk pergi ke tempat saudaranya sebentar.
"Mau kemana ihh?" tanya Rere.
"Bibiku manggil Re, bentar kenapa, kan ada Sultan ini yang nemenin kamu," ucap Dini.
"Dia mah rese ah."
"Engga apa-apa Din, samperin aja bibimu, biarin dia masak sendiri," ucap Sultan yang meledek Rere.
"Jagain dia bentar ya, Tan," ucap Dini sembari menepuk pundak Sultan.
Dini pun lalu pergi menemui bibinya yang tadi memanggil dia.
"Masak apa Be?" tanya Sultan sembari tersenyum ke arahnya.
"Masak yang bisa di makan."
"Galak amat sih, Re!" ucap Sultan sembari mencolek pipi Rere dengan lembut.
"Diam engga! kalau engga bisa diam aku siram sama minyak panas!" ucap Rere yang berpura-pura merasa terganggu, padahal dia sangat senang bila di temani oleh Sultan.
"Biar sama aku sini, kamu liatin aku masak ya, biar aku menjadi lebih semangat oke, dan kalau perlu kamu pijatin pundak aku nih."
"Sini, biar aku remukin sekalian pundakmu!".
"Kalau nanti pundakku remuk, entar kamu pulang sama siapa hayo?".
"Sendiri aja engga apa-apa," ucap Rere sembari menatap Sultan yang tengah memasak.
"Entar yang jagain kamu siapa! kalau engga ada aku, memang kamu bakalan bisa tertawa lepas lagi kayak tadi?".
Dini pun datang menghampiri Rere untuk mengajaknya menemani dia ke tempat saudaranya itu. Sultan pun membolehkannya dan lalu dia yang menjaga masakannya agar tidak gosong.
"Hai, cowok, aku tinggal dulu sebentar ya, entar aku balik lagi kok, awas jangan kangen!" ucap Rere sembari membuat candaan kepada Sultan.
Senyumannya adalah suatu inspirasi yang tak dapat dilewati dalam setiap detik waktu berjalan, ini semua bukan soal cantik, ataupun tidaknya, melainkan ini soal rasa yang terpendam menyimpan harapan untuk tetap bahagia bersamanya.
Sultan yang tengah memasak itu pun didatangi oleh nenek Dini yang sangat ramah dan lembut dalam berbicara itu. Sultan pun mengobrol bersamanya dengan akrab seperti yang sudah bertemu lama dengan nenek tersebut.
"Temanan sama Dini sejak kapan?" tanya nenek Dini dengan lembut.
"Dini itu teman Sultan sewaktu SMP Nek," ucap Sultan dengan nada rendah.
"Satu SMK juga bukan?".
"Iya Nek, satu sekolah di SMK."
Nenek Dini pun lalu pergi setelah sekian lama berbincang dengan Sultan. Tak lama setelah perbincangan itu Rere dan Dini datang menghampiri Sultan kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 440 Episodes
Comments