Aku sama sekali tidak mencintai istriku. Aku membenci istriku. Aku bahkan tidak ingin menganggapnya sebagai istri. Kehadirannya membuat hubunganku dengan Laura berantakan.
Laura adalah satu-satunya wanita yang kucintai. Aku rela melakukan apa saja untuk bisa memperbaiki hubunganku dengan Laura yang terlanjur hancur karena kehadiran Lily.
Enam bulan sudah aku terjebak dalam pernikahan ini. Sudah berbagai cara kulakulakan untuk membuat Lily membenciku dan mengajukan gugatan cerai untukku. Aku tidak pernah menyentuhnya, aku tidak pernah memakan masakannya. Aku tidak penah menelponnya. Aku tidak pernah menanyakan keadaannya.
Kalau aku harus bicara padanya. Itu karena keterpaksaan yang teramat sangat.
Aku tidak mengerti kenapa Lily masih mau bertahan denganku. Padahal begitu jelas kutampakan kebencianku dan ketidak sukaanku padanya.
Lily terus menanyakan bagaimana kabarku, meski aku tidak pernah menjawabnya. Lily selalu memasak untukku, walau aku tak pernah memakan masakannya. Lily selalu mempersiapkan segala kebutuhanku, mencuci bajuku, menyetrika bajuku walau sudah kutegaskan dia tidak perlu melakukan itu karena ada asisten rumah tangga yang bisa menghandle semuanya.
Lily benar-benar wanita yang keras kepala. Kekeras kepalaannya itu semakin membuatku membencinya.
Dia selalu berusaha melarangku untuk bertemu dengan Laura, walaupun kukatakan berkali-kali padanya kalau dia sama sekali tidak berhak untuk melakukan itu. Seperti yang terjadi malam itu.
Malam itu Laura menelponku. Dia bilang dia sakit, dia meminta tolong padaku untuk membelikannya obat dan menemaninya di apartemen. Tentu saja dengan senang hati aku akan melakukannya untuk Laura.
"Mas mau kemana?" tanya istri sialanku saat aku akan keluar dari rumah besar yang kurasa seperti neraka.
Lily, berusaha menahanku untuk tidak pergi. Tapi sungguh aku tidak peduli meski dia memotong urat nadinya agar aku tidak pergi. Aku akan tetap pergi. Laura lebih penting daripada kematiannya sekalipun.
***
Laura demam tinggi, dia bilang dia terlalu memikirkan tentang hubungan kami yang semakin tidak jelas ini sampai harus menahan tekanan batin yang teramat sangat.
Aku katakan padanya kalau aku akan terus berusaha mencari cara agar Lily menggugat ceraiku. Lauraku menangis putus asa atas takdir buruk pada hubungan kami ini.
Aku menenangkannya, aku menemaninya, aku melakukan sesuatu pada Laura yang tidak pernah ku lakukan pada Lily. Biasanya Laura akan senang.
Tiga malam aku tidak pulang ke rumah. Aku menghabiskan malam-malam penuh cinta bersama Laura, seperti yang biasa kami lakukan sebelum aku menikah dengan Lily.
Malam itu Laura merasa lebih sakit dari sebelumnya. Dia muntah-muntah hebat. Aku berinisiatif membawanya ke dokter.
"Selamat, Ibu Laura positif hamil. Usia kehamilannya sekitar 5 minggu." kata dokter saat dia selesai melakukan pemeriksaan pada Laura.
Dia menyalami aku dan Laura dengan senyum mengembang. Sementara aku membalas senyumannya dengan ekspresi tak percaya.
Lauraku menangis histeris di sepanjang perjalanan pulang. Dia memaksaku untuk segera bercerai dengan Lily dan menikahinya secepat mungkin.
Aku binggung sekali. Aku ingin sekali menikahi Laura dan meninggalkan Lily. Tapi, ayahku akan membunuhku atau menendangku dari kerajaan bisnisnya kalau aku yang menceraikan Lily.
"Aku menunggu Lily menggugat cerai, Sayang,” ucapku berusaha menenangkan Laura yang terus menangis.
"Menunggu? Sampai kapan? Sampai anak ini lahir? Apa kata orang-orang kalau melihatku hamil tanpa suami? Orangtuaku akan membunuhku karena hamil di luar nikah seperti ini."
"Aku akan bertanggung jawab, Sayang." aku menyentuh kepalanya, mengusap rambutnya. Berharap dia tenang dan bisa mengerti.
"Aku tidak mengerti kenapa sih sesulit itu untuk meninggalkannya? Kamu hanya perlu keluar dari rumah itu dan menceraikannya." kata Laura frustasi.
"Tidak semudah itu, Sayang. Orang tuaku terlanjur menyayangi Lily. Mereka akan marah besar kalau aku yang meninggalkannya."
"Kamu menyayanginya juga?" tanya Laura dengan suara tajam.
"Tentu saja tidak. Astaga, apa yang kamu pikirkan?"
Laura menangis, tangisannya sekarang berubah menjadi raungan. "Aku takut kamu jatuh hati padanya dan pergi meninggalkanku. Aku akan membunuh kalian berdua kalau sampai itu terjadi!"
"Kamu berpikir terlalu jauh. Aku tidak mungkin meninggalkanmu untuknya!"
"Kalau begitu tinggalkan dia sekarang juga!"
"Aku akan meninggalkannya, Laura! Tapi tolong beri aku waktu! Tolong bersabar sebentar lagi!"
"Bersabar? Harus berapa lama lagi aku bersabar? Kamu pikir mudah bertahan sebagai wanita simpanan suami orang selama 6 bulan ini? Kamu pikir itu mudah, huh? Harus bersabar seperti apa lagi aku? Katakan harus sabar seperti apa lagi? Aku hamil anakmu! Aku tidak bisa bersabar lebih lama lagi! Aku tidak bisa melalui kehamilan ini tanpa suami! Aku tidak bisa!" Laura memukul-mukul bahu dan dadaku.
"Kalau begitu gugurkan kandunganmu! Gugurkan janin dalam perutmu itu kalau kamu tidak mau bersabar!" Aku mulai tersulut emosi.
"Apa kamu bilang?" Laura menatapku tajam. Aku berpaling ke arahnya, aku bisa melihat kemarahan dalam matanya. Aku kembali memalingkan wajahku ke depan mencoba fokus pada jalanan.
Tapi tiba-tiba Laura mengamuk, dia memukuli bahu dan dadaku sambil terus meraung-raung menyumpahiku.
"Apa kamu bilang? Gugurkan? Keparat kamu Ardante, bajingan sialan." Dia terus meronta-ronta memukuliku, menarik-narik kemejaku sampai kancing depannya terlepas.
"Laura hentikan aku sedang menyetir!"
"Bangsat kamu! Sialan lelaki keparat! **** you *******! **** you mothorfucker!" Dia menghardik berulang-ulang, dia terus memukuliku. Sekarang dia menampari wajahku dan menjambak rambutku.
Aku tidak bisa menahan emosiku lagi. Aku menangkap tangannya yang memukul kepalaku. Aku menggenggam pergelangan tangannya dengan keras, berharap semoga dia mengerti akan kemarahanku.
Aku melotot tajam ke arahnya.
Tiba-tiba sebuah silau masuk melalui kaca mobilku, cahaya silau itu beriringan dengan suara rintihan tajam klakson sebuah mobil besar di hadapanku. Sialan, aku masuk ke jalur berlawanan.
"Dante awas!" Laura berteriak.
Refleks aku membanting setir untuk membawa mobilku kembali ke jalur seharusnya. Tapi sayangnya aku membanting setir terlalu kencang sehingga membuat mobilku keluar dari jalan aspal. Lalu meluncur ke bawah jalanan yang miring, menabrak semak belukar. Laura berteriak histeris ketakutan. Mobil kami terus turun sampai akhirnya aku merasakan ban mobilku menabrak batu besar, mobilku terbalik dan berputar 360° derajat. Kemudian semuanya berubah menjadi gelap.
***
Kupikir aku sudah mati. Kupikir aku sudah tidak bisa membuka mata. Kupikir aku tidak akan bangun. Tapi ternyata aku bangun dan membuka mata.
Kupikir aku akan merasakan kesakitan yang teramat sangat. Ternyata pas aku sadar aku tidak merasakan sakit sama sekali.
Ini Aneh.
Aku berada di tempat yang seluruhnya gelap. Tempat ini seperti tidak mengenal massa dan waktu. Aku melayang.
Seberkas sinar kelabu menyinariku. Tidak menyilaukan. Hanya sebuah cahaya redup. Aku mendekati sumber cahaya itu.
Semakin dekat dan semakin dekat hingga aku merasa ada sebuah kaca pemisah antara sisi gelap tempatku berada dan cahaya abu-abu itu.
Aku melihat laki-laki terbaring dengan banyak kabel menempel di tubuhnya. Siap itu, aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Sosoknya hanya berupa bayangan blur di tengah cahaya abu-abu yang suram. Di sebelahnya ada wanita yang mulutnya terus bergerak. Wanita itu seperti bicara sesuatu. Aku tidak bisa mendengar.
Wanita itu terus bicara dan bicara meski laki-laki yang terbaring itu tidak pernah meresponsnya sedikit pun. Aku merasa kasihan padanya. Rasanya ingin aku saja yang mengajaknya bicara. Tapi sayangnya aku tidak bisa mengeluarkan suaraku di tempat ini.
Aku senang melihat wanita itu terus bicara, aku senang melihat wanita itu menyentuh tangan laki-laki yang terbaring itu. Aku selalu melihat adegan yang menurutku romantis itu.
Aku ingin sekali melihat wajah wanita itu secara jelas. Tapi tidak bisa. Wanita lain datang. Sepertinya lebih tua dari wanita yang banyak bicara tadi.
Wanita yang banyak bicara itu lalu pergi. Tidak, jangan pergi. Aku masih ingin melihatmu berbicara. Tapi dia tetap pergi.
Kini hanya wanita yang terlihat lebih tua yang duduk di samping pembaringan laki-laki yang tidak bergerak itu. Wanita tua itu tidak banyak bicara seperti wanita sebelumnya. Wanita tua itu lebih banyak mengelus rambut laki-laki diam itu. Wanita tua itu lebih banyak menangis daripada bicara.
Tidak masalah, aku juga suka melihat adegan ini. Rasanya sesuatu yang hangat menyelimuti tubuhku yang beku di tempat tanpa masa dan waktu ini.
Ada laki-laki datang. Laki-laki tua. Perawakannya tinggi sepertiku. Tapi aku juga tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Laki-laki tua itu memeluk wanita tua. Lalu membawanya keluar. Tunggu kalian mau ke mana?
Tersisa laki-laki diam itu saja di ruangan. Aku tidak suka pemandangan ini. Sepi. Aku ingin melihat wanita yang banyak bicara atau wanita tua tadi berada di samping pembaringan laki-laki yang diam itu.
Lama, akhirnya ada yang datang. Laki-laki tua ternyata yang datang. Dia tidak banyak bicara, dia juga tidak banyak menyentuh si laki-laki diam. Dia duduk saja di samping ranjang memandangi laki-laki diam itu dengan lekat.
Wanita yang banyak bicara, wanita tua dan lelaki tua bergantian datang menemani si laki-laki diam. Aku menikmati pemandangan itu. Rasanya nyaman sekali memandangi mereka, walaupun aku tidak tahu mereka itu siapa. Aku ingin selamanya memandangi mereka.
"Sayang."
Aku mendengar suara perempuan. Suaranya jelas bergema di tempat ini. Apa itu suara si wanita yang banyak bicara? Kurasa bukan. Wanita yang banyak bicara itu suaranya tidak terdengar. Tapi yang ini terdengar jelas.
Aku berpaling. Aku melihat bayangan siluet wanita.
"Sini." Bayangan itu melambai padaku.
Aku melangkah mendekatinya.
Tiba-tiba dari arah berlawanan, di arah cahaya abu-abu itu berasal, aku mendengar suara wanita yang banyak bicara itu berteriak. Kurasa teriakannya sangat kencang sampai bisa terdengar ke tempat ini. Aku berpaling, aku melihat tubuh lelaki diam itu sekarang tidak diam lagi. Dia bergerak, bergetar, kejang-kejang. Aku ingin berbalik mendekati bayangan abu-abu itu.
"Sayang ayo sini. Datang padaku." Siluet wanita itu memanggilku.
Aku bingung harus mendatangi yang mana.
Panggilan dari siluet wanita dan teriakan wanita yang banyak bicara itu bersahutan. Membuatku bingung.
"Sayang ayo kesini, ini anak kita." Tiba-tiba di tangan siluet wanita itu muncul seorang bayi.
Aku penasaran. Aku mendekatinya perlahan. Semakin dekat dan semakin dekat, aku mulai melihat wajah wanita yang menggendong bayi ini, wajahnya tidak asing, aku seperti sering melihatnya. Tapi aku tidak tahu dia siapa.
"MAS DANTE BANGUUUUN!" Suara raungan dari wanita yang banyak bicara itu mengagetkanku. Apa yang terjadi? Aku ingin berlari ke arahnya untuk melihat apa yang terjadi pada wanita yang banyak bicara dan si laki-laki diam tadi. Tapi tiba-tiba bayangan abu-abu itu menjauh dan semakin jauh dan semakin jauh sampai hilang ditelan kegelapan.
oOo
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Anonymous
iihh....jd ngeri Thor.....
2021-01-09
0
pinnacullata pinna
halo thor aku mampir dan memberikan like dukung juga novelku cinta adalah sebuah perjalanan yang indah 🙏
2021-01-09
0
KOwKen
sad bngt thor!
2020-12-24
1