Valen dan Lea berjalan beriringan untuk segera keruangan praktek. Valen tidak tau untuk apa Nathan memanggilnya, namun dia tetap ikut saja karna bagaimanapun Nathan merupakan seniornya.
Valen menyeritkan alisnya saat melihat Nathan, sedang berada di ambang pintu depan ruangan praktek. Bukanyan di dalam dokter tampan itu hanya berdiri di ambang pintu.
"Hmm." Valen berdehem sehingga Nathan menatap Valen, yang entah sejak kapan sudah berada di hadapannya. Apa yang di fikirkan Nathan sehingga dia tidak menyadari kedatangan Valen?
"Hari ini jadwal kita berdua," kata Nathan, kepada Valen.
"Jadwal?" tanya Valen masih bingung," jadwal apa yah?" sambungnya, karna jujur dia belum mengerti dengan jadwal yang di bicarakan oleh Nathan.
"Jadwal praktek mahasiswa. Dokter Valen sudah tidak punya pasien yang harus di kontrol bukan?" tanyanya, lebih tepatnya pernyataan untuk seorang Valen.
Sedangkan Lea, masih memperhatikan wajah milik Nathan yang sangat canduh, pantas saja teman prakteknya menyukai dokter Nathan, dan berharap dokter Nathan yang mengajari mereka praktek pada pagi hari ini.
Sedangkan Valen masih tidak menjawab pertanyaan dari Nathan, jujur saja dia sudah tidak mempunyai pasien yang akan dia cek kondisinya.
Tapi, apakah dia harus bekerja sama dengan Nathan, praktek mahasiswa pagi hari ini?
Lea memperhatikan Nathan, yang menatap wajah milik dengan Valen dengan seksama.
"Dokter Nathan suka yah, sama dokter Valen," kata Lea, dengan menyipitkan matanya ke arah Nathan.
Tentu saja hal itu, membuat Valen dan Nathan menatap Lea, yang tiba-tiba mengatakan hal seperti itu.
Lea bersedekap dada kepada Nathan, seakan-akan dia lupa jika dia hanya mahasiswa di sini.
"Lea bilang sama dokter Nathan yah, tetangga Lea ini udah punya suami," kata Lea dengan serius," suaminya yang tadi di ruangan dokter Valen. Namanya om Rifal salah satu CEO di perusahaan ternama," sambungnya membuat Valen membuka mulutnya sedikit, benar-benar tetangganya ini, kurang asem.
"Dan satu lagi, om Rifal sama dokter Valen nikah saat mereka duduk di bangku SMA," sambungnya.
Apakah Lea harus menceritakan semuanya secara jelas? Padahal Nathan sudah tau akan hal itu.
"Jadi dokter Nathan, udah nggak ada peluang buat deketin dokter Valen," kata Lea lagi.
Gadis berusia 19 tahun itu, memperbaiki rambutnya yang panjang," kecuali deketin Lea, masih punya kesempatan kok," ucapnya dengan cengengesan. Sedangkan Nathan langsung masuk ke dalam ruangan praktek.
"Untung ganteng," gerutu Lea melihat punggung kokoh Nathan sudah masuk ke dalam ruangan praktek.
"Tanpa kamu jelasin, dokter Nathan udah tau," ucap Valen lalu masuk ke dalam ruangan praktek, meninggalkan Lea yang -menatapnya dengan tatapan tidak percaya.
Lea langsung menyusul Valen, gadis itu benar-benar susah di tebak. Bahkan kepada pun dia berbicara seakan-akan Nathan bukan guru dari prakteknya nanti.
Lea ikut bergabung bersama dengan teman satu kampusnya, bisa di katakan jika Lea tidak terlalu akrab dengan teman-temanya.
"Dokter, Nathan aja yang mulai." Valen mempersilahkan kepada Nathan untuk memulai praktek untuk mahasiswa pada pagi hari ini.
Nathan melirik Valen sejenak lalu mengangguk mengiyakan ucapan Valen, di sertai dengan senyuman membuat mahasiswa di hadapannya mengigit bibirnya, karna senyuman Nathan untuk Valen membuat mereka baperrrr.
Sedangkan Valen hanya tersenyum kecut, bagaimanapun Nathan adalah seniornya, jadi dia tidak bisa seperti dulu mengatai Nathan dengan seenak jidatnya.
Nathan mulai menjelaskan kepada mahasiswa di hadapannya cara memasang infus dengan benar, cara melayani orang sakit dengan berinteraksi dan memberikan senyuman yang ikhlas.
Sekitar setengah jam memberikan arahan dan praktek, Nathan keluar dari ruangan praktek saat mendapatkan telepon, membuat Valen dan Lea menatap punggung Nathan, yang keluar dari ruangan praktek tanpa permisi.
"Dokter Valen," panggil Lea, dengan pelan.
Untung saja telinga milik, Valen cepat peka terhadap panggilan dengan suara kecil.
Valen melirik Lea, lalu mengangkat alisnya menandakan ada apa.
"Dokter Nathan kenapa keluar, 'kan prakteknya sejam lebih," kata Lea membuat Valen mengedikkan bahunya, tanda dia juga tidak tau.
Mereka melanjutkan praktek yang di berikan Nathan, dengan Valen yang mengawasi karna Nathan keluar tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ada sekitar sepuluh mahasiswa praktek di rumah sakit tempat Valen bekerja, termasuk Lea.
Mungkin saja ada pasien yang mendadak ingin di periksa Nathan, sehingga cowok itu langsung keluar dari ruangan praktek setelah mendapatkan telepon.
***
Sementara Rifal menyandarkan kepalanya di kursi kebesaran miliknya, sebagai salah satu CEO ternama di salah satu perusahaan yang di berikan Aska untuknya, karna cuman Rifal saja sebagai pewaris dengan apa yang di miliki Aska dan Rina, karna Tegar lebih dulu pergi.
Sebenarnya, Rifal tidak ingin meneruskan perusahaan milik Aska, karna masa SMA dia sudah merencanakan jika yang meneruskan perusahaan papahnya nanti adalah adiknya, yaitu Tegar. Namun, apalah daya takdir berkata lain dengan semuanya.
Dengan setumpuk kertas di atas meja kerja milik Rifal, yang belum sempat dia periksa. Entah apa yang di fikirkan cowok itu membuatnya tidak memeriksa berkas yang di atas mejanya.
Huft
Terdengar helaan nafas berat keluar dari mulut Rifal, entah apa yang di fikirkan pria itu membuatnya sedang terserang berbagai masalah.
"Dalam jangka satu bulan, Adelia belum sadar juga. Gue bakalan nyuruh dokter cabut alat yang berada di tubuh Adel. Gue juga kasihan lihat dia seperti mayat hidup karna bantuan oksigen." Rifal bermonolog sendiri, karna sedari tadi itu yang di fikirkan. Hampir sembilan tahun Adelia koma dan sampai sekarang dia belum sadar.
Apakah selama ini Rifal egois? Mempertahankan Adelia dengan alat melekat di tubuh gadis itu, menunjang kehidupannya.
Rifal sudah bertekad, jangka satu bulan Adelia tidak sadar, dia akan mengikhlaskan gadis itu. Jujur saja Rifal juga tersiksa melihat Adelia seperti itu. Namun, dalam hati kecilnya juga tidak rela kehilangan gadis yang dia cintai.
"Gue bakalan ikhlasin lo Del, agar lo nggak tersiksa lagi," kata Rifal kepada dirinya sendiri.
Kita tidak tau bukan, dalam satu bulan bagaimana? Garis tangan seseorang sudah menjadi jalan takdirnya masing-masing.
Rifal menarik nafasnya panjang, lalu menghembuskanya secara pelan.
Rifal mulai mengambil pulpen untuk memeriksa berkas yang di berikan oleh sekretarisnya. Saat Rifal ingin memeriksa berkas di atas meja, handpone bergetar menandakan adanya pesan masuk.
Rifal mengambil handponenya, dan melihat nama yang terterah mengirimkan pesan.
**Tetangga Rusuh.
Mengirimkan foto**.
Tentu saja Rifal, penasaran foto apa yang di kirimkan oleh Lea, yang dia berikan nama di kontaknya tetangga Rusuh.
Tangan milik Rifal terkepal, saat melihat foto yang di kirim oleh Lea.
"Raka!" panggil Rifal. Untung saja sekretarisnya itu dengan cepat berlari keruangan Rifal.
"Iya pak," kata Raka dengan tubuh tegap sedikit menunduk.
"Bereskan semua berkas ini, saya mau keluar," kata Rifal dengan tegas lalu pergi meninggalkan ruangannya dengan raut wajah yang sangat sulit di tebak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 340 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Nah itu kamu sadar,Kamu sudah menyiksa dia selama bertahun2..Apa Adel gak ada keluarga ya??Kenapa harus mengikut kata2 Rifal utk pengibatan Adel,Harusnya keluarga Adel lebih berhak,gak kasihan apa anaknya kesiksa gitu🤦🏻♀️🤦🏻♀️
2023-03-08
1
Alfa Riyansah
Valen ma Nathan ja deh
2022-12-07
0
Ayuna
belum sadar juga adelia
2022-09-12
0