"Ini baju ibuku.. masih bagus rupanya"
Pria tadi membuka obrolan pertama ketika melihat baju yang dikenakan Maya. Ia memperhatikan Maya yang sudah kelihatan segar.
"Terima kasih, sudah menolong ku"
"Aku Pramana, kau bisa panggil aku Pram jika kita sebaya. Siapa namamu?"
"Aku Romaya, panggil saja Maya. Aku akan memanggil mas Pram"
Maya menunduk. Berpikir dalam hatinya. Entah apa yang membuat ia tak ingin melanjutkan bunuh dirinya setelah bertemu dengan Pram.
"Ceritakan tentang mu" Pram menyeruput kopi ditangannya.
"Aku.. seorang janda..." Maya menghentikan perkataannya.
"Tidak buruk, kau sama sekali tak terlihat begitu" Pram mencoba menghibur Maya.
"Suami ku meninggal saat satu tahun pernikahan kami. Sekarang sudah 3 tahun mas Abi meninggal." Ia menunduk mengenang kejadian itu.
"Aku turut berduka." Pram menatap nya hangat.
" Tidak apa apa, itu sudah lumayan lama. Dia meninggal karna tertimpa runtuhan ditempatnya bekerja." lanjut Maya lagi.
"Oh.. baiklah. Lantas bagaimana kau bisa berpikir untuk mengakhiri hidupmu?"
Maya terdiam, sebentar melihat kearah Pram. Mengenang kejadian itu membuatnya nafasnya terasa sesak. Pram menyuguhkan segelas air, Maya meminumnya.
"Jika kau belum siap, lupakan lah... "
"Aku akan cerita...." Maya memotong kalimat Pram.
Kruk..
Kruk..
Kruk..
Maya memegang perutnya yang berisik diwaktu yang tidak tepat. Ia memalingkan wajahnya kekiri dan kekanan untuk menghilangkan rasa malunya dihadapan Pramana.
"Apa kau lapar?"
Pramana menahan tawanya bertanya pada Maya.
"Mungkin..."
"Aku akan kewarung membeli sesuatu. Kau tunggulah dirumah."
Pramana berjalan meninggalkan Maya yang masih terduduk disana. Ia menatap punggung lelaki itu. Membereskan dua gelas kopi mereka dan masuk kedalam rumah.
Ia melihat dapur Pramana yang berserakan. Merapikan dan meletakan kembali barang arang ketempat nya. Ia memeriksa bahan makanan mentah diatas keranjang.
Mengira ngira apa yang bisa ia buat. Sambil menunggu lelaki itu datang. Maya memasak nasi.
Ahh... disini masih memakai kayu bakar ternyata. Aku sudah lama sekali tak menggunakan ini. Semoga saja berhasil.
"Akhirnya... Semoga saja beras ini masak sempurna dan bisa dimakan."
Maya duduk didapur sambil sesekali memeriksa api ditungku pancinya agar tidak mati.
Bahkan kompor pun ia tak ada. Sebenarnya siapa mas Pram? Apakah dia benar benar sendiri? Bagaimana jika ia sudah mempunyai istri. Bisa saja bukan jika saat ini istrinya sedang berkunjung kerumah keluarganya.
Maya berjibaku membayangkan sesuatu yang belum pasti benar adanya.
"Astaga... apa yang aku pikirkan. Tentu saja aku takan berlama lama tinggal dirumah ini."
"Kenapa tidak?"
Maya terkejut karna tiba tiba Pramana masuk membawa sesuatu dengan kantong kresek hitam ditangannya.
"Maaf mas... aku hanya.."
"Aku hanya menemukan ini diwarung. Kau bisa mengubahnya jadi apa pun, terserah. Yang penting malam ini kita bisa makan."
Maya menerima kantong kresek hitam yang diberikan Pramana. Ia melihat ada tiga butir telur dan sepotong tempe berbungkus daun. Otak nya berpikir ingin masak apa.
"Mas tunggu saja didalam, aku akan bergegas memasak."
"Aku akan membantumu..."
Pramana masuk kedapur. Ia membetulkan api tungku yang mulai mengecil.
"Ternyata kau sudah menemukan beras. Bagus bagus...."
Pramana tersenyum menoleh kearah Maya. Maya juga membalas dengan sebuah senyuman.
"Waah... dapurku sudah kembali rapi, sama saat bibi masih ada. Kau memang bisa diandalkan."
"Terimakasih."
Maya memerah karna Pramana memuji bertubi tubi. Diam diam Pramana memperhatikan perubahan itu. Tangan wanita itu begitu cekatan mengolah bahan mentah.
Tak beberapa lama makanan siap dihidangkan diatas meja makan yang berukuran kecil. Yang disandarkan kedinding. Dan kursi yang hanya cukup untuk dua orang.
"Baiklah... ayo makan."
Pramana ingin mengambil nasi keatas piring namun kalah cepat dengan Maya yang sudah lebih dulu mengambilkan Pramana nasi.
"Ini mas..."
"Ah.. iya. Terima kasih"
Mereka makan dengan lahap. Terlebih Maya setelah empat hari berjalan tak tentu arah tanpa memakan apapun. Ia makan dengan lahap, tentunya masih menjaga kesopanan etika dalam makan.
"Apa kau bisa berkebun Maya?"
Maya menoleh kearah Pramana yang duduk disampingnya. Bingung dengan jawaban yang akan ia berikan. Karna ia sama sekali tak pernah berkebun.
"Aku bisa... jika belajar..."
Pramana mengangguk angguk. Ia meneruskan makannya. Memikirkan pekerjaan aa yang akan ia suguhkan pada Maya.
"Apa keahlian mu?"
"Dulu aku biasa berdagang mas Pram. Aku pernah berjualan makanan, seperti lotek dan bakso. Aku juga bisa menjahit."
Pramana kembali menghabiskan makanannya. Mencari ide agar Maya mempunyai kegiatan disini.
"Baiklah... kita bicarakan lagi besok. Sebaiknya kita tidur malam ini. Tubuh ku sangat penat."
Pramana mengambil sebatang rokok dan membakarnya. Ia memperhatikan Maya yang sedang membersihkan meja makan berukuran minimalis tersebut.
"Baiklah mas, semua sudah beres. Aku akan istirahat sebentar dikamar."
"Ya... kau pasti lelah. Hilangkan segala pikiran buruk mu seperti distasiun tadi. Mulai lah dengan alur yang baru. Jangan merasa paling hina didunia ini. Dengarkan aku... "
Pramana berjalan keluar untuk menghabiskan rokoknya.
"Ya mas... aku akan berusaha kuat."
"Bagus... selamat malam."
"Selamat malam.."
.
.
.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
rubyy rubyy
rindu suasana kampung,
2023-09-02
0
Etrik Wulandari
suka sama pemilihan kalimatnya ..bagus
2022-01-27
1