Allena berjalan perlahan menuju kamarnya. Saat melewati kamar Zefran dan Frisca, terdengar mereka yang sedang bertengkar. Air matanya mengalir saat mendengar ucapan Zefran yang menyalahkan ramuan itu.
Zefran sama sekali tidak tertarik mendekati Allena jika bukan karena pengaruh dari ramuan itu.
"Saat bersamanya, aku bahkan tidak melihatnya sebagai Allena, yang ada di mataku cuma kamu sayang," ucap Zefran membujuk istrinya.
"Kamu bohong, ramuan itu hanya alasan. Sebenarnya kamu memang ingin menidurinya 'kan," balas Frisca.
Zefran menangkup wajah istrinya. Berusaha meyakinkannya bahwa dirinya sama sekali tidak memandang Allena sebagai seorang istri.
"Percayalah padaku, kamu boleh tanyakan padanya. Saat bersama Allena yang kulihat hanya kamu. Di mataku, yang kupeluk hanya kamu Frisca. Hanya namamu yang aku sebut, sadar atau tidak sadar, di mataku, di hatiku hanya ada kamu Frisca. Dia bahkan menangis karena itu. Ramuan apa pun tidak mampu membuatku berpaling darimu," jelas Zefran membujuk istrinya.
Frisca tersenyum mendengar ucapan Zefran meski terus mengeluarkan air mata. Frisca ingin Zefran meyakinkan dirinya bahwa Zefran selama-lamanya adalah miliknya dan tidak akan berpaling darinya.
"Jangan lakukan itu lagi. Berjanjilah kamu tidak akan tidur lagi dengannya," ucap Frisca sambil memeluk suaminya.
Meski Zefran telah resmi menjadi suami Allena atas izinnya namun Frisca tidak rela jika suaminya menganggap Allena sebagai seorang istri. Frisca tetap ingin Zefran menjadi miliknya seutuhnya. Frisca tidak ingin Zefran membagi cintanya pada gadis itu.
Allena menggelengkan kepalanya kuat dan berlari masuk ke kamarnya. Allena menangis terisak-isak hingga membuat tubuhnya berguncang. Terbayang saat tadi pagi laki-laki itu masih memeluknya di ranjang. Dan sekarang Allena mendapati kenyataan bahwa suaminya sama sekali tidak mau memandangnya sebagai seorang istri lagi.
Gadis itu menangis tersedu-sedu sambil menelungkupkan wajahnya di pinggir jendela kaca. Mengangkat wajahnya dan memandang jauh keluar jendela dengan air mata yang terus mengalir.
Kapan aku bisa terbebas dari sini, aku tidak sanggup lagi hidup bersama mereka, Tuan Zefran selalu mempermainkan aku. Tuan Zefran selalu menyakiti hatiku, aku tidak sanggup lagi, aku tidak sanggup lagi hidup seperti ini, jerit hati Allena dengan air mata yang terus mengalir.
Allena, gadis yang selalu tegar saat menjalani hidup sulit. Tak menangis meski disakiti dan di perlakukan kasar oleh tamu-tamu Night Club. Selalu tegar menghadapi tingkah para tamu yang meremehkan orang-orang seperti dirinya.
Perlakuan kasar, merendahkan, menghina hingga menyulitkannya dalam bekerja sama sekali tidak membuat gadis itu mengeluh dan berputus asa. Gadis itu dengan cepat melupakan apa pun yang terjadi padanya. Melangkah dengan tegar lagi menyelesaikan tugas-tugasnya.
Sekuat tenaga menjalani hidup sulit tanpa mengeluh. Rajin dan menjadi andalan, ceria dengan senyum yang selalu mengulas di bibirnya. Indah seperti bunga yang di rangkainya. Namun menjalani hidup sebagai istri yang tak dianggap membuatnya menyerah dan ingin lari dari kenyataan.
Sementara Allena menangis tersedu-sedu, Zefran memeluk istrinya sambil menciumi wanita yang telah berada dibawahnya itu.
"Aku ingin kamu minum ramuan itu untukku," ucap Frisca tiba-tiba.
"APA..?" tanya Zefran tidak yakin akan permintaan istrinya.
"Aku ingin mencoba merasakan pengaruh dari ramuan itu. Sehebat apa efek ramuan itu mempengaruhimu," ucap Frisca sambil mengecup bibir suaminya.
"Aku tidak sanggup menahannya, setiap saat hanya mengkhayalkanmu, setiap saat ingin kamu ada di hadapanku. Aku benar-benar tidak bisa tidur membayangkanmu di otakku. Aku benar-benar tidak bisa melakukan apa pun sebelum melepaskannya. Ramuan itu berbahaya bisa membuatku membabi buta. Rakus dan selalu membuatku menginginkan lagi, menginginkan lagi setiap saat," jelas Zefran menceritakan pengaruh dari ramuan yang diminumnya itu.
Tanpa sadar laki-laki itu menceritakan perasaan yang dirasakannya terhadap Allena. Selalu ingin lagi dan ingin lagi. Membuat Frisca kembali cemburu saat membayangkan Zefran dengan hasrat menggebu seperti itu akhirnya mendekati Allena.
"Berapa kali kamu melakukannya dengan Allena. Bukankah ramuan itu membuatmu menginginkannya lagi," ucap Frisca dengan wajah cemberut.
"Hanya sekali sayang, aku juga tidak mau jika bukan denganmu," ucap Zefran.
"Aku ingin merasakanmu saat meminum ramuan itu," bisik Frisca.
Zefran tersenyum, sambil terus memberikan apa yang diinginkan istrinya. Laki-laki itu akhirnya menyanggupi permintaan istrinya.
"Asalkan kamu siap sedia untukku," ucap Zefran sambil mengakhiri sesi bercinta mereka.
Zefran melepaskan pelukannya dan menatap lurus ke langit-langit kamar sambil mengatur nafasnya. Bayangan Allena muncul di sana. Laki-laki itu memejamkan matanya namun bayangan gadis itu sambil tersenyum tetap muncul di pelupuk matanya. Frisca menyandarkan kepalanya di bahu Zefran. Itu membuatnya sadar dan tersenyum memandang istrinya.
"Kalau begitu kita rencanakan kapan kamu akan meminumnya," ucap Frisca sambil mengecup rahang suaminya.
"Terserah padamu sayang, aku rasa Mommy akan senang sekali kalau kita menghabiskan ramuan itu," ucap Zefran sambil mengusap punggung halus istrinya.
"Mungkin ini bisa membuatku hamil, Zefran, kita harus segera mencobanya," ucap Frisca tiba-tiba begitu semangat.
Zefran tertawa melihat semangat istrinya dan terlebih lagi bersyukur karena Frisca telah melupakan apa yang terjadi antara dirinya dan Allena.
Saat makan malam bersama, tanpa malu-malu Frisca menanyakan ramuan herbal itu pada Ny. Mahlika. Tentu saja itu sangat mengejutkan bagi Ny. Mahlika karena baru tadi pagi menantunya itu kesal dengan efek dari ramuan yang diminum suaminya, sekarang Frisca justru kembali menanyakannya.
Zefran melirik Allena yang menyantap makan malamnya dengan wajah yang murung. Zefran sangat ingin menanyakan keadaannya namun tak mungkin dilakukannya.
"Bukannya kamu tidak suka suamimu meminum ramuan itu?" tanya Ny. Mahlika.
Sesungguhnya Ny. Mahlika menyiapkan ramuan itu bukan untuk Frisca. Wanita usia senja itu sudah putus asa terhadap menantunya yang satu itu. Menurutnya ramuan apa pun tidak akan berguna lagi bagi menantu pertamanya itu.
Ny. Mahlika ingin maksimal membuat Zefran mendekati Allena hingga bisa segera membuat menantu keduanya itu hamil dan melahirkan cucu untuknya. Namun wanita tegas itu merasa kasihan melihat Frisca. Nyonya besar itu juga tetap ingin berlaku adil pada menantu-menantunya.
Ramuan itu hanya untuk kesenangan bagi Frisca tapi tidak akan menghasilkan apa-apa.
Asalkan kamu rela suamimu menggunakannya untuk Allena maka aku akan memberikannya juga untukmu seberapa pun yang kamu mau, batin Mahlika sambil tersenyum mengangguk.
Frisca merasa sangat senang, senyum mengembang dari bibirnya dan Zefran juga ikut tersenyum. Hanya Allena yang selalu terlihat murung.
Anggap saja ini hadiah hiburan untukmu karena mengikhlaskan putraku menikah lagi. Aku harap mulai sekarang kamu terbiasa menerima kenyataan kalau suamimu akan jatuh cinta pada istrinya yang lain, batin Mahlika masih tersenyum melihat keceriaan wajah menantu pertamanya itu.
Allena mempercepat makan malamnya dengan alasan harus segera bersiap-siap berangkat kerja ke Night Club. Mendengar itu hati Zefran risau, membayangkan Allena di dekati lagi oleh sahabatnya, Valendino.
Dari balik jendela kaca, Zefran tidak bisa menutupi kegalauan hatinya saat melihat Allena berjalan menuju pagar rumah mereka. Gadis itu akan menunggu mobil jemputannya di depan gerbang rumah itu.
"Ada apa sayang? Kamu sedang perhatikan apa?" tanya Frisca ikut melongok mencari apa yang Zefran lihat.
Laki-laki itu langsung mengalihkan perhatian istrinya. Mengajak wanita cantik itu duduk di sofa di kamar mereka.
"Kapan Mommy memberikan ramuannya?" tanya Zefran.
"Terserah kapan kita mau, aku akan meminta dan menyimpannya jadi kapan pun kita ingin kamu bisa langsung meminumnya," usul Frisca.
Zefran mengangguk, apa pun usul Frisca akan disetujuinya asalkan istrinya itu tidak menatap ke jendela melihat siapa yang dipandangnya melalui jendela kaca itu.
Pagi-pagi sekali Frisca mendatangi Ny. Mahlika yang asyik membaca laporan keuangan perusahaannya di kamarnya. Ny. Mahlika mempersilakan masuk setelah mendengar bunyi ketukan pintu. Nyonya besar itu melepaskan kacamatanya dan menutup laptop-nya. Menatap sambil tersenyum pada menantu yang dulu menjadi kesayangannya itu.
"Ada apa Frisca? Tidak biasanya kamu mencari Mommy pagi-pagi sekali," tanya Mahlika.
"Mommy bisa memberiku ramuan herbal itu?" tanya Frisca tanpa malu-malu.
Ny. Mahlika tersenyum, ramuan dengan harga yang fantastis itu tentu saja tidak bisa sembarang orang diberikannya. Namun, karena terlanjur berjanji, Ny. Mahlika akhirnya mengangguk.
Harapanku sudah habis untukmu Frisca tapi tidak apa-apalah, siapa tahu kamu bisa memberikan kejutan untukku, pikir Mahlika dalam hati.
Ny. Mahlika membuka lemari di kamarnya dan mengeluarkan sebotol ramuan herbal itu. Menyerahkan pada menantunya dan disambut bahagia oleh Frisca. Ny. Mahlika menatap iba pada menantunya itu.
Nyonya besar itu menganggukkan kepala saat Frisca pamit keluar dari kamar. Menatap punggung menantunya yang berjalan dengan riang menuju pintu kamar.
Mudah-mudahan ada kejutan darimu Frisca, karena berharap pada Allena, aku jadi mengabaikanmu. Bagaimanapun juga kamu masih menantuku, berusahalah! Aku masih mengharapkan cucu darimu, jerit hati Mahlika.
Frisca membuka pintu kamarnya dan melihat Zefran sedang bersiap-siap untuk berangkat kerja. Sambil tersenyum Frisca menghampiri suaminya.
"Ingin tahu apa yang ada di belakangku?" tanya Frisca bermain-main.
Zefran yang sedang merapikan dasinya mengintip ke balik punggung istrinya namun Frisca mengelak.
"Eits.., tidak boleh ngintip-ngintip, tebak saja," ucap Frisca.
Zefran tersenyum memandang Frisca melalui cermin di hadapannya.
"Ramuan itu," ucap Zefran singkat.
"Yaa, ketebak," ucap Frisca sambil memberikan botol ramuan herbal itu.
"Kenapa begitu berharap ramuan dari Mommy, kalau kamu mau, kita bisa membelinya sendiri," ucap Zefran.
"Kalau harganya tidak masalah tapi mencarinya yang susah. Kita tidak punya akses untuk mendapatkannya," ucap Frisca.
"Tidak dijual bebas?" tanya Zefran.
"No," jawab Frisca singkat.
"Lalu dari mana kamu tahu tentang ramuan itu?" tanya Zefran heran.
"Obrolan sesama gadis dulu," ucap Frisca.
"Obrolan gadis membicarakan ramuan yang bisa meningkatkan gairah seksual?" tanya Zefran heran.
"Gadis-gadis bisa membicarakan apa saja, apalagi dalam hal seperti itu. Itu justru saat-saat rasa ingin tahu yang sangat tinggi terhadap hal-hal semacam itu. Karena tidak bisa seenaknya dibicarakan seperti orang dewasa yang bebas membicarakannya," ucap Frisca menjelaskannya.
"Jadi ini susah didapat?" tanya Zefran.
Frisca mengangguk.
"Kapan kita mencobanya?" tanya Zefran sambil melingkarkan tangannya di pinggang istrinya.
"Nanti malam," ucap Frisca tegas dan pasti.
"Ok.., kamu beri tahu kapan saatnya aku meminum ini," ucap Zefran sambil memasukkan botol kecil itu ke dalam saku jas nya.
Mereka pun bersiap-siap untuk sarapan bersama, seperti biasa saat turun dari lantai atas, dua sejoli itu sudah mendapati My. Mahlika dan Allena yang sedang menyantap sarapan pagi mereka. Frisca tersenyum saat melihat sayur kesukaannya terhidang meski khusus untuknya.
"Ini sayang kamu makan brokoli punyaku," ucap Frisca berbaik hati membagi brokoli miliknya.
"Tidak usah, aku sudah mengambil banyak sayur," ucap Zefran.
"Ini ambil saja punyaku, kasihan kamu tidak memakan brokoli," ucap Frisca memaksa dengan gaya yang manja.
Mendengar itu Allena merasa terusik, sarapan pagi yang tadinya hening menjadi terasa begitu ribut mendengar dua sejoli yang sibuk membicarakan sayur yang satu itu.
"Tuan Zefran tidak menyukainya, dia membenci brokoli. Kenapa nyonya harus memaksanya makan apa yang tidak disukainya? Dan tuan, kenapa tidak mengatakan terus terang kalau tuan sebenarnya tidak menyukai brokoli," ucap Allena yang sama sekali tidak membutuhkan jawaban dari kedua orang itu.
Namun, membuat keduanya terperangah, sementara Ny. Mahlika hanya tersenyum. Frisca merasa jengkel atas ucapan Allena yang berani menyela obrolan manja mereka.
"Urus saja urusanmu, jangan ikut campur urusan orang," ucap Frisca membalas dengan tatapan mata yang tajam.
Zefran menghela nafas berat, kedua istrinya seperti hendak bersitegang.
"Cobalah untuk mengerti dirinya, jangan suka memaksa kesukaan sendiri pada orang lain. Kalau sekedar tidak suka mungkin masih bisa ditolerir tapi tuan Zefran membencinya, membencinya. Kenapa dipaksa untuk menyukainya?" ucap Allena menekankan kata benci hingga membuat istri pertama suaminya itu kembali terperangah.
Allena sudah tidak peduli lagi, bersikap sopan kepada kedua orang itu, tetap saja tidak membuat mereka menghargainya. Bersikap patuh dan tunduk pada mereka, tetap saja tidak membuat kedua orang itu peduli pada perasaannya.
Allena merasa sikap mereka selalu seenaknya. Zefran yang menghancurkan hatinya dengan perbuatannya lalu mengkambinghitamkan ramuan sebagai penyebab laki-laki itu melampiaskan hasrat padanya.
Sementara Frisca, sejak dulu Allena mengetahui niatnya menerima dimadu untuk membuat posisinya tetap bertahan sebagai istri Zefran.
Tuan tidak tertarik padaku bukan? Jika bukan karena ramuan itu Tuan tidak mau mendekatiku. Dan nyonya, belum cukupkah memanfaatkan aku untuk mengamankan posisimu? Benarkah kamu bersedia dimadu? Jika bersedia harusnya kamu membiarkan suamimu tidur denganku, jerit hati Allena.
Namun, hanya bisa diucapkannya dalam hati. Hanya matanya yang menatap pada wanita kelas atas di hadapannya itu.
Frisca tertawa dengan nada tak percaya, wanita itu tidak yakin Allena begitu berani mengucapkan kata-kata yang terkesan mengajarinya. Sementara Zefran merasa senang dibela namun tidak suka jika Frisca harus ribut dengan Allena.
"Kamu berani.."
"Sudahlah cukup!" ucap Mahlika menghentikan Frisca.
"Mommy rasa Allena benar, kamu tidak boleh memaksakan kesukaanmu pada orang lain, sementara Zefran, cobalah bersikap terus terang. Menyenangkan hati istri itu bagus tapi tidak harus mengorbankan diri sendiri. Kamu membuat Frisca terlihat seperti orang yang suka memaksa." Nasehat Mahlika.
Pasangan itu diam tertunduk, Allena bangkit dari tempat duduknya.
"Maaf Mommy, saya telah selesai sarapan. Saya pamit berangkat duluan," ucap Allena tanpa memandang kedua orang itu.
Ny. Mahlika mengangguk, Allena bergegas mengambil tasnya dan berangkat ke toko bunga. Gadis itu tidak ingin menunggu kedua orang itu berangkat lebih dulu. Mengantar mereka hingga ke teras untuk diabaikan tak ingin dilakukan Allena lagi.
Gadis itu memilih berangkat lebih dulu dari mereka, membuat Frisca merasa aneh, sementara Zefran hanya bisa menatap punggung gadis itu yang berjalan menghilang di balik pintu.
Di toko bunga, Allena lebih banyak termenung. Membuatnya kaget saat tiba-tiba melihat buket bunga terlempar di atas etalase di sampingnya.
"Buket bunga yang sangat jelek, perbaiki lagi!!!"
Allena terperangah mendengar ucapan yang tidak sopan itu. Meraih buket bunga yang dilempar sembarangan di depannya itu lalu menoleh ke arah pemilik suara.
"Ini…, Oh ... Kak Valen?" ucap Allena tertawa sambil menutup wajahnya dengan buket bunga favoritnya itu.
Valendino menepis buket bunga itu hingga bisa melihat wajah Allena yang tertawa di baliknya.
"Selalu mengerjaiku seperti ini," ucap Allena.
"Siapa yang mengerjai? Aku serius, buket bunga itu jelek sekali aku minta diperbaiki. Lagi pula kenapa kemarin tidak masuk kerja? Apa sakit lagi?" tanya Valendino.
"Tidak ada apa-apa, cuma ada sedikit halangan," jawab Allena.
"Padahal aku ingin memberikan sesuatu padamu," ucap Valendino.
"Tadi malam kita bertemu di Night Club, kenapa tidak diberikan saat itu?" tanya Allena.
"Momennya tidak cocok dengan suasana di situ," jelas Valendino.
Allena mengangguk.
"Serius ini diperbaiki? Aku yakin ini bukan bikinan florist di sini. Florist yang tidak berbakat pun tidak akan merangkai buket sejelek ini. Kak Valen pasti sengaja mengacaknya," tuduh Allena sambil tersenyum
Valendino terpesona menatap manisnya senyum Allena.
Allena mulai melepas pita yang mengikat buket bunga itu. Dalam hatinya berpikir Valendino mungkin kesal karena tidak bertemu dengannya hingga mengacak buket bunga yang tadinya ingin diberikan padanya.
Valendino sering membeli bunga yang dirangkainya sendiri untuk diberikan padanya lagi. Gadis itu senyum sendiri membayangkan Valendino yang kesal karena tidak menemukannya di toko kemarin pagi.
Senyum gadis itu tiba-tiba memudar saat melihat sebentuk cincin yang melingkar di tangkai bunga. Dengan mata yang berkaca-kaca gadis itu mendorongnya perlahan keluar dari tangkai bunga itu dan mengambilnya.
Menatap lalu memberikannya pada Valendino. Lalu kembali melanjutkan merangkai bunga itu seperti tidak terjadi apa-apa. Valendino menahan jemari Allena, membuat gadis itu berhenti melakukan tugasnya. Valendino membalik tubuh Allena menghadapnya.
"Allena, menikahlah denganku!" ucap Valendino.
Air mata Allena yang tergenang di pelupuk matanya tak lagi mampu dibendungnya. Perlahan turun membasahi pipi gadis itu.
"Aku tidak memintamu untuk menikah sekarang. Aku bisa menunggu sampai kapan pun kamu mau, sebulan, setahun bahkan sepuluh tahun pun, jika kamu menerimaku, aku akan sabar menunggu," ucap Valendino.
Allena menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Tubuhnya berguncang menahan tangisnya yang tersedu-sedu. Valendino iba menatap gadis itu lalu meraihnya ke dalam pelukannya.
Valendino merasakan guncangan tubuh Allena. Semakin mendekapnya erat dan berharap Allena sadar bahwa dia memiliki dirinya untuk tempat bersandarnya.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Lily
egois
dimana nuranimu sebagai perempuan friscaw
2024-02-25
0
rita ratnawati
sd pe sini baca peran Alena nangis Mulu cengeng bodoh gampang d aniaya gk suka sk karskternya
2022-10-01
2
Hera
woowww tawaran valen bgitu buat allena merasa bgitu dicintai tpi gimana diterima ga yaa
2022-06-05
1