Zefran memaksa mencium Allena, gadis itu meronta. Namun semakin kuat Allena meronta semakin kuat Zefran memeluknya. Laki-laki itu berhasil membenamkan bibirnya ke bibir istri keduanya itu. Napasnya memburu, Zefran semakin ditolak semakin bernafsu. Allena pasrah, bagaimanapun juga Zefran memang berhak atas dirinya. Laki-laki itu memang berhak mendapatkan apa pun yang dia inginkan.
Allena berhenti meronta, lidah laki-laki itu mencoba menerobos masuk ke rongga mulut Allena. Zefran berhasil memainkan lidahnya. Napas Zefran semakin memburu, hembusan napas laki-laki itu terasa kencang mengenai pipi Allena. Sementara gadis itu justru menahan napasnya.
Aku pasti mendapatkan apa yang aku inginkan. Ucapan Zefran dibuktikan, laki-laki itu sudah menguasai Allena. Tanpa disadari Allena memejamkan matanya dan mulai membalas ciuman Zefran.
Tiba-tiba laki-laki itu melepaskan ciumannya, Allena membuka mata dan menatap heran.
"Dasar murahan!" ucapnya sambil kembali ke posisinya di belakang kemudi.
Zefran memasang safety belt dan menyalakan mesin mobilnya. Allena terpaku, ucapan Zefran benar-benar menghinanya. Laki-laki itu melaju meninggalkan parkir inap bandara itu dengan santai tanpa perasaan berdosa.
~ Dasar murahan ~
Kata-kata itu terngiang di telinga Allena, air mata gadis itu mengalir. Allena memalingkan wajahnya menatap keluar jendela kaca. Ucapan Zefran yang singkat itu sungguh melukai perasaannya. Air matanya mengalir tak tertahankan membasahi hingga ke lehernya namun tidak sekalipun Allena menghapus air mata itu.
Allena membiarkannya mengalir, gadis itu tidak ingin Zefran melihatnya mengangkat tangan untuk menghapus air matanya. Allena tidak ingin laki-laki itu tahu, dia sedang menangis karena ucapan kejamnya. Itu hanya akan membuat laki-laki itu merasa berhasil mencapai tujuannya menyakiti hati Allena.
Kejam, setelah membuatku menerimamu kemudian menghinaku. Aku tidak akan mau melayanimu lagi. Aku tidak akan membiarkan ini terjadi lagi, aku tidak akan mau menerimamu lagi, jerit hati Allena.
Masih meneteskan air mata yang tidak ingin dihapusnya.
Kenapa kamu begitu bodoh Allena? Mengira dia sudah menyukaimu? Mengira dia sadar dan ingin memperlakukanmu sebagai seorang istri? Dia melakukannya hanya untuk menghinamu. Dia melakukannya hanya untuk menyakiti hatimu. Sadarlah Allena! Sadarlah! Dia tidak akan pernah menyukaimu, sejak awal dia membencimu, sejak awal dia menganggapmu tidak pantas untuknya, batin Allena.
Allena memejamkan mata, air matanya langsung mengalir deras. Gadis itu mengatur napas untuk menghilangkan rasa sakit di dadanya.
Allena sadar, Zefran mendekatinya hanya untuk menaklukkannya. Zefran hanya ingin mendapatkan apa yang didapatkan oleh Valendino. Bertindak seolah-olah dia sangat menginginkannya, membuat Allena melambung tinggi lalu dihempaskannya. Allena sadar Zefran melakukan itu hanya untuk menghinanya.
Sesekali laki-laki itu melirik Allena yang masih menatap keluar jendela, Meski Allena menutupi tangisnya. Tapi laki-laki itu bisa melihat refleksi wajah menangis Allena di jendela kaca. Laki-laki itu tersenyum puas, berhasil membalas kekesalannya.
Itu hukuman bagimu, menjadi milikku tapi menyerahkan diri pada laki-laki lain, batin Zefran.
Kurang dari setengah jam mobil yang dikendarai Zefran memasuki kompleks perumahan elit itu. Perlahan memasuki jalan di halaman rumah mewahnya. Setengah jam yang menyiksa itu akhirnya berakhir juga. Bagi Allena, setengah jam perjalanan tanpa bicara itu membuat hati Allena sangat tersiksa.
Zefran menghentikan mobilnya di garasi dan pergi begitu saja. Saat itulah Allena menghapus cepat air matanya. Keluar dari mobil dengan telapak tangan yang masih berusaha mengeringkan wajahnya. Dua orang pelayan segera berlari mendatangi mobil itu dan mengeluarkan koper-koper majikannya. Allena menatap pelayan yang sibuk mengeluarkan koper itu lalu meraih koper milik.
"Tidak usah nyonya, biar kami yang mengantarnya ke kamar," ucap pelayan itu membuat Allena urung membawa masuk kopernya.
Allena langsung disambut oleh Ny. Mahlika. Nyonya yang tetap cantik di usia senja itu langsung memeluk menantunya. Allena tersenyum mendapat sambutan dari ibu mertua yang selalu ramah padanya itu.
Zefran berdiri di ruang tamu menatap Allena, gadis itu segera membuang muka. Zefran tersenyum sinis sengaja menunggunya untuk melihat ekspresi di wajah gadis itu.
"Kenapa pulang begitu cepat? Bukankah harusnya lusa kalian baru pulang?" tanya Mahlika pada putra dan menantunya itu.
"Ada yang merusak suasana," ucap Zefran kemudian berjalan menaiki anak tangga.
"Apa?" tanya Mahlika.
Pertanyaan Ny. Mahlika seperti tak ada artinya bagi Zefran. Tak sedikitpun Zefran berniat untuk menjelaskannya.
"Oh, ternyata sudah pulang?" ucap Vina.
Zefran yang sedang menaiki tangga menghentikan langkahnya. Berbalik menatap ke arah suara itu.
Dia belum pulang juga rupanya, batin Zefran melihat ibunda Allena yang melangkah cepat menyambut putrinya.
"Kenapa? Apa maksud Zefran itu? Siapa yang merusak suasana?" ulang Mahlika bertanya.
"Tidak ada Mom, Tuan Zefran pulang karena ada urusan mendadak," dalih Allena berbohong.
Miskin, murahan, pembohong. Lengkaplah sudah, benar-benar istri idaman tapi tidak apa-apa berbohong untuk menutupi rumah tangga yang tidak sehat ini, teruskanlah! batin Zefran.
Baru saja Zefran meraih gagang pintu kamarnya. Terdengar suara Ny. Mahlika yang melangkah dengan tergesa-gesa ke lantai atas.
"Frisca sudah pulang satu jam yang lalu, dia mempersingkat perjalanan bisnisnya. Ada apa ini? Siapa perusak suasana, apakah Frisca?" tanya Mahlika.
"Jangan menuduh sembarangan, ini tidak ada hubungannya dengan Frisca," ucap Zefran terdengar kasar karena kesal ibunya menuduh istri tercintanya.
Dan bisa jadi Frisca mendengar pembicaraan mereka dari balik pintu kamar.
"Baiklah, Mommy minta maaf. Tapi kenapa kamu ke kamar sana?" tanya Mahlika.
"Kenapa Mom? Tentu saja aku ingin ke kamarku" ucap Zefran terlihat kesal.
"Kamu harusnya masih bersama Allena saat ini. Tepati ucapanmu, kamu sendiri yang menentukan besok lusa baru kembali. Kamu tidak boleh menjadi laki-laki yang tidak konsisten, merubah segala sesuatu seenaknya saja. Tetap di kamar Allena seperti yang seharusnya. Setelah itu terserah bagaimana caramu mengatur waktu untuk kedua istrimu," ucap Mahlika lalu meninggalkan lantai atas itu.
Langkah wanita tegas itu terhenti saat terkejut mendengar suara bantingan pintu. Ny. Mahlika menghela napasnya berat. Hingga saat ini nyonya itu yakin kalau Zefran masih belum bisa menerima Allena sebagai istrinya.
Zefran memandang Frisca yang sedang menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Mommy benar-benar ingin kalian tidur bersama," ucap Frisca pelan.
"Tentu saja begitu, tujuan Mommy menikahkanku agar aku tidur dengannya dan menghamilinya. Apa kamu lupa?" ucap Zefran langsung masuk ke kamar mandi.
Zefran melepas semua yang melekat di tubuhnya, membuka kran shower sebesar-besarnya. Membuat air dingin itu mengucur deras membasahi kepalanya yang terasa panas. Zefran merentangkan kedua tangannya dan bertumpu di dinding. Pikirannya tak lepas dari bayangan kejadian di mobil tadi.
Demi memberi kesan melecehkan, laki-laki itu mengucapkan kata-kata yang menghina. Zefran tidak ingin Allena mengira dia sudah mulai menyukainya. Setiap saat menyangkal kalau hatinya mulai terusik oleh kehadiran wanita polos yang cantik itu.
Menciumnya untuk menghinanya? Zefran, Zefran, akui saja kalau kamu ingin merasakannya. Dia milikmu tapi dinikmati oleh sahabatmu. Zefran yang bodoh, harusnya kamu mendapatkan lebih dari yang didapatkan Valendino, bisik hati Zefran.
Hampir setengah jam pula Zefran mendekam di dalam kamar mandi. Membuat Frisca merasa heran dan ingin menyusulnya. Namun, wanita itu tidak dapat membuka pintu kamar mandi itu. Zefran telah menguncinya.
Zefran tidak pernah mengunci pintu kamar mandi sebelumnya. Namun kali ini laki-laki itu sedang tidak ingin diganggu, dia ingin menenangkan pikirannya. Apa yang dilakukannya pada Allena mengusik pikirannya.
Berkali-kali Zefran membayangkan kejadian tadi. Berkali-kali pula laki-laki itu membayangkan rasa lembut bibir gadis itu. Berkali-kali pula dia ingin merasakannya lagi. Meski terlihat tenang, nyatanya pikiran Zefran semakin galau. Ini membuat Frisca curiga bahwa Zefran telah berubah.
Ada apa ini? Apa telah terjadi sesuatu? Mereka hanya berdua dan hati Zefran telah diselimuti rasa cemburu oleh perbuatan Valendino. Apa Zefran masih milikku? Apa hatinya masih untukku? jerit hati Frisca.
Frisca sabar menunggu, menunggu untuk bicara dengan suaminya. Hingga akhirnya Zefran keluar dari kamar mandi. Frisca langsung berdiri menatapnya.
"Apa telah terjadi sesuatu?" tanya Frisca langsung.
"Apa maksudmu?" tanya Zefran sambil mengeringkan rambutnya.
"Setelah aku pulang, apa yang kalian lakukan? Satu jam bersama, apa yang kamu lakukan dengannya? Apa kamu menidurinya?" tanya Frisca membabi buta.
"Bicara apa kamu? Bukannya sudah kubilang kalau pulang barengan membuat Mommy curiga. Tentu aku harus memberi jeda waktu kepulangan kita. Kamu sendiri yang ngotot ingin pulang malam ini. Apa kamu tidak dengar kalau Mommy curiga?" ucap Zefran.
Laki-laki itu mengenakan baju tidurnya dan melangkah ke arah pintu.
"Kamu mau kemana?" tanya Frisca setelah melihat suaminya bersiap-siap untuk keluar kamar.
"Tidur di kamar Allena," jawab Zefran.
"Tidak bisakah di sini saja? Perasaanku saat ini tidak tenang," ucap Frisca memohon.
"Itu karena kamu curiga, kamu tidak percaya pada suamimu. Mommy ingin aku di kamar Allena, mungkin merasa tidak enak pada sahabatnya itu. Karena perjalanan bulan madu ini berakhir lebih cepat dari semestinya. Mommy ingin aku melengkapinya di rumah ini," ucap Zefran membuka pintu kamar dan keluar.
Frisca terduduk di pinggir ranjang, hatinya risau. Jujur saat ditanya apakah masih bisa mempercayai hati suaminya, jawabnya adalah tidak. Frisca merasa Zefran telah berubah karena terpancing Valendino yang menggoda istrinya.
Allena kaget saat melihat Zefran masuk ke kamarnya, reflek gadis itu berjalan mundur menjauh.
"Aku harus menetapkan jadwal tidurku di sini dan di kamar Frisca. Kamu pilih saja harinya," ucap Zefran sambil berbaring di ranjang.
"Terserah, hari apa pun yang tidak diinginkan nyonya Frisca," ucap Allena.
"Baiklah tapi malam ini dan besok, aku masih tidur di sini. Untuk mengganti bulan madu kita yang kamu rusak," ucap Zefran sambil memejamkan matanya.
Bulan madu kita? Itu bulan madumu dan istrimu, batin Allena sambil mengambil bantal dan selimut.
Gadis itu merebahkan diri di sofa dan mencoba memejamkan mata untuk tidur. Namun, meski matanya terpejam tidak membuat pikiran gadis itu juga ikut tertidur. Allena membalik badannya menghadap ke ranjang, gadis itu kaget saat mata mereka bertemu. Reflek Allena membalik badan memunggungi Zefran, begitu juga dengan laki-laki itu.
Allena kesal, gadis itu masih tidak bisa melupakan ucapan Zefran tadi. Membuat Allena semakin membenci laki-laki itu. Karena kesal Allena tidak bisa tidur, sebentar-sebentar bergerak di atas sofa itu.
"Tidur di walk in closet sana!" teriak Zefran akhirnya.
"Tuan saja yang tidur di sana," ucap Allena pelan.
"Mana mungkin aku bisa tidur di tempat seperti itu," ucap Zefran.
"Aku juga tidak bisa, di sana terlalu terang. Jika lampunya dipadamkan malah jadi terlalu gelap," dalih Allena.
"Waktu itu kamu bisa tidur di sana," ucap Zefran.
"Waktu itu aku sangat kelelahan," ucap Allena.
Gadis itu masih bergerak-gerak karena tidak bisa tidur. Zefran duduk dengan kesal menatap tajam pada Allena yang juga telah duduk.
"Baiklah aku akan keluar," ucap gadis itu membuka pintu geser dan di duduk di kursi malas di balkon kamar itu.
Gadis itu merebahkan diri di kursi malas itu sambil menatap bintang-bintang.
Apa selamanya akan seperti ini? Bagaimana kalau nyonya Frisca tidak kunjung hamil? Sudah delapan tahun usia pernikahan mereka, apa aku bisa berharap nyonya Frisca akan hamil dalam waktu dekat ini? Oh tuhan, berikanlah kepastian, aku harus bagaimana? Tetap di sini atau harus pergi? Berapa lama lagi aku harus menerima hinaan darinya? jerit hati Allena sambil menghapus air matanya.
Berpikir, membayangkan, berangan-angan. Hanya itu yang bisa dilakukan Allena seorang diri. Diterpa angin yang bertiup lembut dan perasaan jauh dari laki-laki yang membuatnya sakit hati. Membuat Allena akhirnya tertidur.
Justru Zefran yang masih tidak bisa memejamkan matanya. Pikirannya tidak tenang, mengosongkan pikirannya pun tak bisa dilakukannya. Laki-laki itu akhirnya memutuskan melihat apa yang dilakukan Allena.
Hah, dasar licik, ternyata dia enak-enakan tidur di sini, batin Zefran.
Menatap Allena yang tidur begitu damai, angin meniup helaian rambut Allena. Zefran memalingkan wajahnya dan memutuskan masuk ke dalam kamar membiarkan gadis itu tidur di luar sana.
Mondar-mandir menatap ke arah balkon tiba-tiba matanya tertuju pada selimut Allena yang masih tertinggal di sofa. Laki-laki itu mengambil selimut itu dan segera membawanya ke balkon. Perlahan Zefran menyelimuti Allena dan duduk di sampingnya.
Pikirannya terusik setiap kali melihat helaian rambut itu menutupi wajah Allena. Zefran menyingkirkan helaian rambut itu dan menyelipkannya di balik telinga Allena.
Dia menangis, air matanya masih mengalir, batin Zefran.
Laki-laki itu menghapus air mata itu. Tangannya tak kuasa menahan untuk tidak menyentuh halus dan lembutnya pipi Allena. Perlahan wajah Zefran mendekat, Zefran menempelkan bibirnya ke bibir gadis yang sedang tertidur nyenyak itu.
Kamu adalah istriku, tidak ada larangan bagiku melakukan ini, batin Zefran sambil lebih menekan bibirnya pada bibir gadis itu.
Tiba-tiba Zefran tersentak, laki-laki itu langsung berdiri menjauh.
Apa yang kulakukan ini? Kenapa aku seperti ini? Tidak! Tidak! Aku tidak boleh mengkhianati Frisca. Aku tidak boleh menyukainya, dia hanyalah istri pura-pura agar Mommy tidak mengusik rumah tangga kami, jerit hati Zefran.
Laki-laki itu ingin menghindar, menghindar dari perasaannya sendiri. Tak sanggup berada di kamar itu lebih lama. Zefran akhirnya keluar dan turun mencari minuman. Frisca justru telah berada di sana, duduk dalam gelap di mini bar kediaman keluarga Dimitrios itu.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Zefran berbasa-basi.
Zefran tentu saja tahu apa yang dilakukan istrinya. Bukan pertama kalinya Frisca mencari pelarian dengan meminum minuman keras di rumah itu.
"Kamu tidak bisa tidur?" balas Frisca.
Zefran hanya diam mengambil gelas minuman, menuangkan minuman itu lalu meneguknya sekali teguk.
"Kamu tidak ingin tidur dengan istrimu yang masih muda itu? Tinggalkan saja aku, ceraikan aku jika kamu menginginkan dia," ucap Frisca yang telah terpengaruh minuman keras.
Tanpa minuman itu pun Frisca sanggup mengungkapkan hal itu. Wanita itu masih sanggup menerima suaminya menikah lagi. Tapi tidak sanggup menerima suaminya jatuh cinta lagi.
Zefran menatap istrinya yang bersimbah air mata kemudian memeluknya. Bersama-sama mereka akhirnya melewati malam dengan minum minuman keras di mini bar itu.
Menjelang subuh Allena terbangun dengan rasa heran menatap tempat di mana dia tertidur hingga selimut yang menutupi tubuhnya. Allena langsung berpikir bahwa Zefran lah yang menyelimutinya. Gadis itu tersenyum, ada rasa haru dalam hatinya, membuat dadanya terasa hangat.
Zefran, meski bersikap dingin padanya, meski sering menyakiti hatinya namun masih memiliki rasa peduli padanya. Gadis itu merasa memiliki harapan, harapan untuk membuat Zefran lebih menyayanginya. Allena, melangkah meninggalkan balkon dan langsung masuk ke dalam kamarnya namun tercenung karena tak menemukan Zefran di sana.
Gadis itu segera keluar dari kamar namun langkahnya segera terhenti. Dalam suasana rumah yang masih hening itu dengan jelas Allena mendengar desah napas Frisca dan Zefran dari balik dinding kamar mereka.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Lily
ngomong langsung aja Allah jangan dalam hati biar Zafran tau itu kesalahannya jangan mengkambinghitamkan orang
2024-02-24
0
Rhmad Flash
aduh aku tak sanggup membaca ksh suami istri dua.sangt menyakitkan
2024-01-22
0
MUKAYAH SUGINO
buat allena pergi aja thor
2022-04-05
4