Allena berjalan di lorong hotel menuju restoran untuk mendapatkan makan malamnya. Allena terpaku menatap orang-orang yang sedang menikmati makan malam mereka. Allena menatap pakaian yang dikenakannya lalu kembali melihat ke sekelilingnya.
Semua tamu hotel yang sedang menikmati makan malam mereka berpenampilan sangat elegan. Hanya dia sendiri yang berpenampilan sangat-sangat sederhana. Bahkan para pelayan di hotel itu pun terlihat sangat anggun.
Beruntung aku tidak ikut mereka, kalau tidak, mungkin aku hanya akan membuat mereka malu, batin Allena.
Gadis itu memilih menu makan malam yang kira-kira bisa dimakannya. Sama sekali tidak berani memilih makanan yang dia tidak tahu terbuat dari apa. Mulai dari appetizer, main course, hingga dessert. Allena tanyakan dengan teliti karena takut gadis itu salah dalam memilih menu.
Setelah mengetahui proses pembuatan dan bahan yang digunakan, akhirnya Allena memilih mix mushroom soup served with croutons untuk appetizer, beef tenderloin salad untuk main course dan cheese cake untuk dessert
Beef itu daging sapi, tidak apa-apa. Kalau daging sapi aku suka, batin Allena.
Gadis itu sengaja duduk di bagian pojok restoran agar tidak terlalu canggung. Memilih duduk di situ membuatnya bisa memandang ke segala arah tanpa takut dilihat orang. Matanya mengitari tamu-tamu yang sedang asyik menikmati makan malam mereka, ada yang menyantap sambil berbincang ceria, ada yang makan dengan serius. Ada yang bercanda dengan putra putrinya, sangat bervariasi bahkan ada yang sambil bermesraan.
Mata Allena terpaku pada pasangan yang begitu mesra itu. Mereka saling memberi minuman bahkan berciuman di tengah-tengah orang banyak. Allena tercengang, mereka adalah Zefran dan Frisca yang beradegan mesra tanpa peduli dengan sekelilingnya.
Mereka lulusan luar negeri, mereka terbiasa dengan budaya luar sana, bergaya hidup bebas, bertingkah mesra di depan orang banyak adalah hal yang biasa bagi mereka, batin Allena sambil menari napas berat.
Namun, Allena akhirnya mengerti. Di restoran ini orang-orang memang hanya memikirkan diri sendiri. Tak ada yang peduli dengan pendapat orang lain. Tidak ada yang memperhatikan atau peduli dengan tingkah orang lain.
Orang-orang di sini sama seperti tuan Zefran dan nyonya Frisca, mereka adalah orang-orang yang tidak peduli dengan pemikiran orang lain dan orang lain pun tak peduli dengan apa yang mereka perbuat, batin Allena.
Zefran mengecup pundak Frisca yang terbuka, wanita berwajah cantik itu tertawa dan langsung mencium bibir suaminya. Semua itu tak luput dari pandangan Allena. Gadis itu kembali menarik napas berat.
Sebaiknya aku segera pergi dari tempat ini setelah makan malamku selesai, jerit hati Allena.
Rasanya Allena tidak sabar untuk segera pergi dari tempat itu. Begitu hidangan makan malamnya datang, Allena langsung menyantap dengan cepat. Meski berusaha bersikap tidak peduli namun tanpa disadarinya mata Allena masih suka melirik ke arah pasangan mesra itu.
Allena memilih berjalan-jalan sendiri di taman hotel, pikirannya melayang pada adegan-adegan mesra pasangan itu. Sebenarnya hampir setiap hari Allena menyaksikan kemesraan Zefran dan Frisca di rumah itu. Mereka bahkan tidak ragu menunjukkannya di depan Ny. Mahlika.
Saat ibunda Allena menginap di rumah itu pun, Zefran dan Frisca sama sekali tidak mengurangi adegan mesra mereka di rumah. Hanya Bu Vina saja yang terpaksa memalingkan wajah saat adegan seperti itu hadir dihadapannya.
Mereka adalah pasangan yang sempurna, tuan Zefran yang tampan dan nyonya Frisca yang sangat cantik. Mereka berdua tidak sekedar orang-orang kalangan atas, apa pun yang mereka perbuat tidak akan dipermasalahkan orang, gaya hidup mereka, cara bicara dan wawasan mereka sangat luas, aku benar-benar tidak ada artinya jika dibandingkan dengan mereka, jerit hati Allena.
Setiap kali sarapan Zefran dan Frisca membicarakan bisnis. Sesekali Ny. Mahlika ikut menimpali, hanya Allena yang tidak mengerti. Allena heran, apa hanya bisnis yang ada di otak mereka. Namun, saat berbincang ringan Allena tetap saja tidak mengerti. Mereka membicarakan tempat-tempat wisata dalam negeri maupun luar negeri.
Mulai dari makanan-makanannya dengan bahasa yang asing di telinga Allena hingga budaya-budaya setempat yang sama sekali belum pernah masuk ke telinga Allena.
Meski tidak ingin menjadi gadis yang pendiam tapi tidak mengerti apa yang mereka bicarakan dan tidak tahu apa yang harus dikatakan membuat Allena lebih banyak memilih diam.
Allena melihat sebuah bangku taman. Gadis itu duduk di bangku taman itu sambil menatap langit yang ditaburi bintang-bintang.
Ini yang terjadi padaku, inilah hidupku sekarang. Ini pilihan hidupku, menjadi istri kelima bapak tua itu atau menjadi istri kedua laki-laki yang dingin itu. Dan inilah keputusanku, apakah jalan yang aku pilih ini benar? Benarkah keputusanku ini? Tapi bagaimanapun juga aku telah memilih dan aku harus jalani, sanggup tidak sanggup, suka tidak suka, menderita atau bahagia sekarang harus aku jalani, batin Allena sambil menengadah menatap bintang, air matanya mengalir di samping matanya.
Seorang diri menangisi jalan hidupnya, seorang diri merenungi nasibnya. Air mata gadis itu mengalir tak henti-henti meski berkali-kali dia menghapusnya. Saat air mata itu membasahi telapak tangannya, Allena beralih menghapus air mata itu dengan punggung tangannya.
Hatinya sakit, hatinya perih, menikah hanya untuk diabaikan. Suaminya sama sekali tidak memandang dirinya sebagai seorang wanita. Allena hanyalah tumbal untuk menyelamatkan pernikahan Zefran dengan istri tercintanya.
Kejam, tuan Zefran sangat kejam. Aku benci padamu tuan, aku sangat membenci laki-laki jahat sepertimu, jerit hati Allena.
Kesan pertama saat bertemu Zefran sangatlah buruk di mata Allena. Semakin dipikirkan hatinya semakin sakit. Bayangan laki-laki itu menghapus bekas bibirnya pun kembali terlintas. Zefran mungkin telah melupakannya tapi sulit bagi Allena melupakan penghinaan itu.
Allena berniat kembali ke kamarnya. Gadis itu melangkah pelan sambil menunduk memasuki lobby, menggunakan lift untuk mencapai lantai kamarnya.
Valendino yang baru saja check in tak menyadari gadis itu melewatinya. Buru-buru berjalan saat melihat lift yang akan menutup. Valendino terlambat namun sekilas melihat Allena yang sedang tertunduk.
"Jas? Night Club? Florist? Aaah, siapa namanya?" jerit Valendino memanggil Allena, meminta gadis itu untuk menahan lift-nya.
Namun Allena sedang termenung, gadis itu sama sekali tidak mendengar panggilan Valendino.
Aku yakin itu dia, tapi kenapa dia bisa berada di sini? Apa toko bunganya bekerja sama dengan hotel ini? Ah…, tidak mungkin, kenapa harus sejauh itu mencari toko bunga? Di kota ini pasti banyak toko bunga. Atau itu bukan dia? Tapi mirip, aku tidak terlalu hafal wajahnya apalagi namanya, aahh.., kenapa aku tidak bertanya siapa namanya, batin Valendino.
Laki-laki itu akhirnya menekan tombol naik dan masuk ke lift lain yang telah terbuka.
Allena berjalan pelan menuju kamarnya, sedikit terkejut saat melihat Frisca telah menunggu di depan kamarnya.
"Kamu sudah makan malam?" tanya Frisca.
"Sudah nyonya," jawab Allena pelan dengan sedikit mengangguk.
"Sungguh? Aku tidak melihatmu tadi," tanya Frisca.
Allena hanya senyum tertunduk, tentu saja Frisca tidak akan melihatnya. Wanita elegan itu hanya sibuk menciumi laki-laki yang ada di hadapannya.
"Sungguh nyonya," ucap Allena singkat dengan wajah yang masih tertunduk.
"Baiklah, aku takut kamu tidak berani masuk ke restoran. Jadi aku pikir, jika kamu belum makan malam aku bisa pesankan makanan melalui room service untukmu. Kamu tidak perlu keluar untuk makan malam" ucap Frisca sambil tersenyum.
Allena membalas senyum wanita cantik itu, Allena merasa wanita itu tulus mengkhawatirkannya. Setelah yakin Allena benar-benar telah makan malam, Frisca kembali ke kamarnya.
Tentu saja Zefran juga telah berada di sana. Laki-laki itu heran melihat istrinya yang peduli pada Allena.
"Gadis itu penolong kita sayang, jika bukan karena dia, Mommy pasti masih mendesak kita sekarang. Anak itu sangat lugu, dia mau menikah dengan orang yang tak dikenalnya dan tidak menuntut apa-apa. Aku bersyukur gadis itu yang dijodohkan denganmu. Kalau wanita lain mungkin sudah menuntut nafkah lahir dan batin padamu" bisik Frisca sambil menelusuri lekuk otot dada suaminya dengan telapak tangannya.
Zefran yang sedang berbaring di ranjang menarik tubuh istrinya dan menenggelamkan wanita bertubuh proporsional itu ke dalam pelukannya. Laki-laki yang tak mengenakan apa pun dibalik selimutnya itu segera melancarkan aksinya. Menciumi istrinya dan segera melepaskan hasratnya.
Benar yang diucapkan Frisca, jika wanita lain mungkin sudah menuntutnya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang suami. Laki-laki itu sudah pasti terpaksa melakukannya. Hal yang paling disyukuri oleh Zefran adalah kehadiran Allena dalam rumah tangga mereka tidak mempengaruhi kebahagiannya bersama Frisca.
Berbeda saat sebelum menikah lagi, Frisca merasa sangat sedih dan takut Zefran akan meninggalkannya. Namun, setelah menikahi Allena, Frisca justru merasa nyaman. Tentu saja semua itu terjadi karena Frisca merasa selalu di atas angin. Frisca percaya diri kalau Allena tidak akan mampu mengalahkannya dalam menguasai hati Zefran.
Kehidupan rumah tangga mereka saat ini justru semakin hangat. Perasaan bebas dari tuntutan Ny. Mahlika hingga kesempatan berbulan madu yang justru mereka dapatkan. Perasaan bahagia itu mereka habiskan dengan bercinta sepanjang malam.
Sementara suami istri itu menikmati bulan madu keduanya. Allena yang pengantin baru sesungguhnya justru tidur seorang diri.
Jika mereka berhasil memiliki anak, mungkin aku bisa bebas dari pernikahan ini. Menjadi istri kedua sama sekali tidak pernah menjadi cita-citaku. Jika nyonya Frisca berhasil hamil mungkin Ny. Mahlika mengizinkan tuan Zefran menceraikanku. Baiklah, kalau begitu berusahalah tuan, buatlah nyonya Frisca hamil, batin Allena yang akhirnya mensyukuri perjalanan bulan madu yang tak biasa itu.
Paginya Allena telah siap di depan pintu kamarnya, namun hingga jam segitu. Masih belum terdengar suara ketukan pintu dari Frisca.
Harusnya sekarang waktunya sarapan, kenapa nyonya Frisca belum menawarkan? Apa mereka belum bangun? Mungkin mereka masih tidur, apa aku pergi sendiri saja? batin Allena.
Gadis itu memutuskan untuk sarapan sendiri. Bertanya pada seorang porter di mana dia bisa mendapatkan sarapannya. Porter itu menunjukkan padanya sebuah restoran bernuansa alam terbuka dengan kolam renang dan air terjun buatan yang dibuat sealami mungkin.
Allena tersenyum saat melihat pakaian yang dikenakan para tamu hotel. Pagi itu mereka berpenampilan lebih santai. Penampilan Allena pun tak jauh beda dengan mereka meski harganya berbeda jauh, seperti langit dan bumi.
Namun dengan model yang sama-sama casual perbedaan antara Allena dan orang-orang jadi tidak terlalu mencolok. Allena menjadi lebih percaya diri, melirik menu-menu yang tersedia untuk sarapan paginya kali ini.
Menghidangkan makanan ala buffet service ini membuat Allena bebas memilih apa saja yang diinginkannya. Ada berbagai macam makanan dan minuman yang ditawarkan di atas meja dan Allena bebas mengambil sesuai dengan seleranya.
Namun karena begitu banyak makanan yang menarik perhatiannya Allena jadi bingung sendiri untuk memilihnya.
Saat memilih menu buffet, Allena merasa ingin mencoba semuanya. Tapi saat melihat tamu-tamu yang hanya mengambil sedikit-sedikit akhirnya Allena memilih menu yang paling ingin dia coba.
Pilihannya jatuh pada croissant sandwich dan croissant puding cokelat untuk dessert-nya. Nasi goreng sosis dan capcay untuk main course-nya.
Allena siap menyantap sarapannya saat tiba-tiba seseorang berdiri di depannya. Allena mengangkat wajahnya untuk melihat siapa yang berdiri di depan mejanya. Valendino berdiri sambil tersenyum dengan nampan yang berisi menu sarapannya.
"Ternyata benar-benar kamu?" tanya Valendino yang telah yakin.
"Tuan? Tuan menginap di sini?" tanya Allena langsung.
Laki-laki itu mengangguk sambil tertawa, Valendino meminta ijin untuk duduk di hadapan Allena. Gadis itu mempersilakan Valendino sarapan bersamanya.
"Tadi malam aku melihatmu, aku memanggil tapi kamu tidak mendengarku. Aku jadi ragu apa itu benar-benar kamu tapi sekarang aku jadi yakin kalau ternyata memang dirimu." Cerita Valendino.
Allena hanya tersenyum mendengar cerita laki-laki itu.
"Kenapa bisa ada di sini? Ini hotel mewah, maaf apa kamu sanggup membayar sewa kamar di hotel ini?" tanya Valendino.
Allena kaget, hal ini baru terpikirkan olehnya. Gadis dengan dua pekerjaan untuk membiayai hidupnya rasanya tidak masuk akal sanggup memilih hotel ini untuk menginap. Rasa heran Valendino sangat beralasan.
"Saya…, saya.., eemm.., memenangkan hadiah menginap di hotel ini," jawab Allena akhirnya.
"Oh ya, kamu beruntung sekali. Karena rasanya tidak mungkin jika kamu membayar sendiri sewa kamar di sini. Harga sewa termurah di hotel ini bisa menghabiskan gajimu bekerja di dua tempat itu," ucap Valendino terlihat santai.
Laki-laki itu percaya ucapan Allena karena Valendino menganggap Allena adalah gadis yang jujur. Dilihat dari sikap Allena saat bertemu di Night Club maupun di toko bunga yang memberi kesan bahwa Allena adalah gadis yang jujur.
Hanya Allena yang akhirnya merasa bersalah karena telah membohongi Valendino. Orang yang sangat dihormatinya, dikaguminya karena kebaikan hati Valendino membela dirinya saat dikasari Zefran di Club malam itu.
Namun, Allena juga tidak bisa menjelaskan kejadian yang sesungguhnya bahwa saat ini dirinya tengah melakukan perjalanan bulan madu yang semu. Hal yang sangat tidak ingin diungkapkannya pada siapa pun.
Allena menatap laki-laki yang hendak menikmati sarapannya itu. Terlihat Valendino yang sedang asyik menyisihkan brokoli ke bagian pinggir piring makannya.
Mereka sama, tuan ini dan tuan Zefran sama-sama tidak menyukai brokoli, pikir Allena.
Allena teringat saat Frisca menyuapi brokoli pada suaminya. Zefran menelan makanan itu secepat-cepatnya seakan-akan tidak ingin sedikit pun menikmati rasanya. Tanpa sadar Allena mengamati kedua laki-laki itu.
"Ternyata banyak orang yang tidak menyukai brokoli" ucap Allena pelan seolah-olah berkata pada dirinya sendiri.
Namun ucapan pelan itu terdengar oleh Valendino.
"Kamu juga tidak suka? Kalau gitu kita sama, kita cocok sama-sama tidak menyukai brokoli," ucap Valendino percaya diri.
Allena justru menggelengkan kepala. Brokoli termasuk sayuran yang mahal bagi Allena, gadis itu sangat jarang merasakan sayur yang satu itu. Jika bukan karena pemberian atau mendapat traktiran Allena tidak akan merasakan brokoli.
Allena memilih untuk memakannya daripada membuang sayur mahal itu. Karena itulah Allena jadi menyukainya.
"Saya menyukainya, saya sangat-sangat menyukainya," jawab Allena tentang brokoli.
Valendino tercenung, terlihat agak kecewa. Harapannya Allena akan sama seperti dirinya, sama-sama tidak menyukai brokoli. Ucapan Valendino yang menyatakan mereka cocok langsung menjadi buyar.
"Oh, kalau gitu..., kita tetap cocok. Aku tidak suka brokoli dan kamu sangat-sangat suka brokoli. Aku bisa memberikan brokoli-ku untukmu," ucap Valendino akhirnya.
Laki-laki itu mencari jalan lain untuk menyatakan diri mereka cocok. Valendino langsung menusukkan brokoli miliknya ke garpu dan menyuapinya pada Allena. Mata Allena terbelalak, Valendino tertawa menatap mata indah itu membesar.
"Makanlah!" seru Valendino sambil menyodorkannya pada Allena.
"Tapi.., nanti garpunya kotor," ucap Allena pelan.
"Tidak apa-apa. Ayolah, aku akan malu kalau kamu menolaknya," ucap Valendino masih menyodorkannya ke mulut Allena.
Gadis itu akhirnya memakan brokoli-brokoli itu dengan disuapi Valendino. Laki-laki itu tersenyum setiap kali Allena memakan brokoli yang disodorkannya. Pemandangan yang sangat akrab itu tak luput dari tatapan mata Zefran yang baru saja datang untuk menikmati sarapan paginya.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Hera
sepertinya ada yg sdh perhatian nih sama allena walaupun tanpa disadarinya
2022-06-05
3
MUKAYAH SUGINO
allena jadilah wanita kuat
2022-04-05
2
Eti Guslidar
buat zevran klepek klep
ek
2022-03-29
2