Allena mencium punggung tangan laki-laki yang baru saja menikahinya. Tak ada rona kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah laki-laki itu. Bahkan untuk mengulurkan tangannya saja laki-laki itu enggan. Namun, terpaksa dilakukannya. Semua hanya demi tampilan untuk dokumentasi pernikahan mereka.
Setelah itu dia tidak peduli lagi dengan acara itu, menghilang di dalam kamarnya. Allena memandang sendu wanita yang duduk di samping ibu mertuanya. Dia adalah Frisca istri pertama suaminya.
Acara pernikahan yang dilaksanakan dengan mewah namun tertutup itu hanya mengundang keluarga dekat serta sahabat. Itu pun hanya sahabat Ny. Mahlika. Sementara sahabat-sahabat Zefran tak satupun diundang laki-laki itu.
Ny. Vina menatap putrinya yang telah resmi menikah. Meski Allena menunjukkan wajah bahagia dan sering tersenyum ke arahnya. Tapi firasat seorang ibu tetaplah tajam. Vina merasa ada yang disembunyikan oleh putri satu-satunya itu. Namun, ibu yang berhati lembut itu tidak ingin memojokkan putrinya. Dia hanya bisa berdoa, berharap agar putrinya akan baik-baik saja.
Tetap memberi nasehat kepada putrinya agar menjadi istri yang patuh dan berbakti pada suami. Allena memeluk erat ibunya, menangis terisak di bahu wanita tua itu. Ny. Vina membelai rambut putrinya dengan lembut. Ibu itu merasakan kesedihan dalam tangis putri tersayangnya itu.
Maafkan ibu nak, ibu seperti telah menjualmu, batin Vina.
Ibu dan anak itu menangis bersama, setelah puas mencurahkan kesedihan yang tak bisa mereka ungkapkan. Bu Vina meminta putrinya untuk kembali ke kamar dan menunggu suaminya.
"Ibu..," ucap Allena ragu.
"Kamu sekarang telah menjadi istrinya, mulai sekarang tidak bisa tidur bersama ibu lagi. Jadilah istri yang baik, berbakti dan patuhlah pada suami. Jangan lupa untuk selalu mendoakan ayahmu ya Nak!" pesan Bu Vina.
Allena mengangguk lalu melangkah perlahan meninggalkan kamar yang ditempati ibunya. Menoleh sekilas pada ibunya lalu beranjak ke kamarnya sendiri untuk menunggu suaminya.
Allena duduk di ranjang dalam kamar yang ditetapkan untuknya. Gadis itu termenung memandang ke sekeliling ruangan. Kamar itu dipenuhi dengan dekorasi bunga-bunga indah berwarna lembut.
Ditambah lilin dengan aroma yang menenangkan. Dan yang membuat Allena terpaku adalah hiasan berbentuk hati yang disusun dari kelopak-kelopak bunga mawar berwarna merah di atas ranjang.
Kelopak bunga yang bertebaran di lantai, meja dan sofa. Penerangan cahaya lampu yang kuning temaram memberi kesan kehangatan dan romantis kamar pengantin itu.
Senyum Allena memudar, mengharapkan malam pengantin yang hangat dan romantis jauh dari harapannya. Gadis itu menarik napas panjang, sesaat kemudian Zefran masuk ke dalam kamar. Allena salah tingkah, gadis itu akhirnya memilih berdiri tertunduk masih dengan mengenakan gaun pernikahannya.
Zefran duduk di kursi dengan ukiran klasik itu sambil memijat pangkal hidungnya. Duduk beberapa saat lalu memutuskan untuk keluar.
"Aku tidak bisa tidur di sini, aku akan kembali ke kamar istriku," ucapnya hendak berdiri.
Allena langsung duduk bersimpuh di hadapan suaminya, mengangkat wajahnya demi menatap laki-laki berhati dingin itu.
"Aku mohon tetaplah di sini," pinta Allena dengan mata yang berkaca-kaca.
Zefran mengernyitkan keningnya.
"Apa katamu? Berani sekali kamu mengaturku!" bentak Zefran dengan tatapan mata yang tajam.
Air mata Allena mengalir, gadis itu sadar apa yang dilakukannya ini sangatlah lancang. Mengingat bagaimana cara Zefran memperlakukan dirinya. Sejak pertemuan mereka di Night Club hingga akhirnya menginjakkan kakinya di rumah ini, Allena mendapatkan perlakuan yang kasar dari Zefran.
Meski diperlakukan seperti itu, Allena masih bisa bertahan. Gadis itu akan tetap bertahan tanpa meneteskan air mata setetes pun. Namun, jika menyangkut perasaan ibunya, Allena lemah. Tanpa disadarinya air mata gadis itu pun menetes.
Semenjak tinggal di rumah itu, perlakuan yang diterima Allena hanyalah perlakuan yang buruk, pandangan yang merendahkan, hinaan dan makian. Namun Allena hanya menunduk, gadis itu hanya menerima, bertahan demi Ny. Mahlika yang terus memberi dukungan padanya.
Sekarang gadis itu memberanikan diri menatap wajah suaminya. Memikirkan perasaan ibunya, air mata gadis itu mengalir. Dia memohon agar suaminya tetap berada di kamar itu.
"Bertahanlah di kamar ini hingga ibuku pulang, jangan biarkan ibuku bersedih saat meninggalkanku di sini," mohon Allena.
"Aku tidak peduli dengan ibumu, berani sekali kamu memerintahku," ucap Zefran sambil meraih dagu Allena.
Zefran menatap wajah yang penuh air mata itu, mata yang memohon dengan tulus padanya.
"Aku akan patuhi semua perintah Tuan, asalkan Tuan bersedia tetap berada di kamar ini hingga ibuku pulang. Aku berkata pada ibuku kalau Tuan menerimaku dan bersikap baik padaku. Aku tidak ingin ibuku mendapat kesan buruk tentang Tuan dan pernikahan ini, jika di malam pertama Tuan telah meninggalkan kamar ini," ucap Allena masih mengangkat wajahnya dan memandang tatapan dingin suaminya.
Allena memohon semua itu demi kebahagiaan ibunya. Allena tidak ingin ibunya mengetahui penolakan Zefran terhadap dirinya karena itu Allena meminta Zefran untuk tetap di kamar bersamanya.
Gadis itu duduk bersimpuh di hadapan Zefran berharap laki-laki itu mau mengabulkan permohonannya. Melihat itu laki-laki yang berhati dingin itu akhirnya membuat sebuah perjanjian.
"Baiklah, aku akan tetap di sini sampai ibumu pulang, dia tidak akan tahu kalau aku tidak menyukaimu. Tapi Mommy juga tidak boleh tahu kalau aku tidak menyentuhmu," ucap Zefran masih mengangkat dagu Allena.
Zefran memandang wajah yang menangis itu, air mata Allena masih mengalir namun tak menghapus kecantikan alami gadis itu. Zefran menelan ludahnya lalu melepaskan cengkraman tangannya di dagu Allena dengan kasar.
Laki-laki itu berdiri lalu menyibak selimut hingga membuat dekorasi hati itu berhamburan. Mengambil bantal dan selimut itu lalu melemparnya ke sofa.
"Kamu tidur di situ. Sofa itu pasti lebih nyaman daripada ranjang di rumahmu," ucap Zefran.
Laki-laki itu melepas jas, dasi dan beberapa kancing kemejanya, mengeluarkan kemejanya dari balik celananya dan kemudian merebahkan diri di ranjang yang masih tersisa kelopak-kelopak bunga mawar itu.
Allena mematuhi, gadis itu merapikan bantal tidurnya lalu merebahkan diri. Sesekali gadis itu membalik arah membelakangi ranjang Zefran. Gadis itu berusaha memejamkan mata namun kembali terbuka. Tinggal di tempat asing selalu membuatnya tidak bisa segera tidur.
Meski telah beberapa hari menginap di rumah mewah itu namun perasaan Allena masih belum merasa nyaman. Selalu ada perasaan rumah itu hanyalah sementara baginya meski saat ini Allena telah resmi menjadi menantu di rumah itu.
"Ganti gaunmu sana!" seru Zefran dengan nada ketus.
Allena bangun dan duduk di sofa. Gadis itu menyadari apa yang dilakukannya telah membuat Zefran merasa terganggu. Menghadap ke samping kiri kemudian menghadap ke samping kanan. Membuat gaun itu mengeluarkan bunyi yang terasa mengganggu.
"Aku tidak menemukan tas pakaianku," ucap Allena masih menunduk.
"Di mana kamu menyimpannya?" tanya Zefran keras.
"Di ruangan itu," ucap Allena menunjuk ke arah pintu double di dalam kamar.
"Kalau begitu pergilah ke sana, cari dan gantilah pakaianmu. Aku tidak suka mendengar bunyinya," ucap Zefran kemudian berbalik menghadap ke arah lain.
"Tidak ada," ucap Allena.
"Ya ampun," ucap Zefran langsung berdiri dan membuka pintu walk in closet itu.
Zefran masuk dan tercengang, ruangan yang seharusnya menjadi tempat untuk menyimpan pakaian dan aksesoris pendukung penampilan itu terlihat kosong tanpa pakaian satu pun.
Zefran berjalan ke tengah ruangan yang dibuat khusus untuk kegiatan merias diri dan menampung produk perawatan dan kecantikan itu.
Ruangan indah yang dihiasi lampu chandelier dengan ornamen lampu kristal. Ditambah dengan closet island yang menempatkan sofa di tengah ruangan. Lengkap dengan segala macam produk perawatan dan kecantikan. Namun, tidak menyisakan satu helai pakaian pun.
Sistem ruangan yang hanya dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah ke atas yang memiliki gaya hidup modern itu seharusnya menyediakan banyak pakaian.
Laki-laki itu tercengang saat melihat begitu banyak lingerie yang tergantung rapi namun tak ada satupun piyama biasa.
Zefran akhirnya memutuskan ke kamar mandi dan meraih sebuah kimono handuk. Laki-laki melemparnya ke wajah Allena.
Itu masih lumayan dari pada pakaian berbahan tembus pandang itu, batin Zefran.
Laki-laki itu melanjutkan tidurnya, sementara Allena masuk ke walk in closet untuk mengganti gaun pengantinnya. Gadis itu memandang ruangan yang didominasi cermin itu. Kemudian menggantung gaun pengantinnya di salah satu hanger yang masih kosong.
Allena menatap gaun pengantinnya yang indah, gadis itu tersenyum. Seumur hidupnya belum pernah bermimpi akan mengenakan gaun seindah itu. Allena memilih duduk di sofa di tengah ruangan itu. Membaringkan tubuhnya sambil terus memandang gaun pengantinnya. Hingga matanya kelelahan dan kemudian tertidur.
Keesokan harinya Zefran terbangun dan tidak mendapati Allena di sofa. Laki-laki itu mencari di kamar mandi namun tak menemukannya di situ. Zefran masuk ke dalam walk in closet dan melihat Allena tertidur di sofa ruangan itu. Zefran menatap wanita yang baru kemarin dinikahinya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Gadis yang hanya mengenakan kimono handuk itu sempat membuat darah Zefran berdesir saat kimono yang hanya selutut itu tersingkap. Zefran buru-buru mengalihkan pandangannya dan berniat berlalu dari tempat itu. Namun langkahnya terhenti kemudian berbalik, matanya menatap wajah Allena.
Siapa perempuan ini? Dimana aku pernah melihatnya? Wajahnya seperti pernah kulihat sebelumnya? batin Zefran.
Zefran semakin tertarik untuk mengingatnya, semakin penasaran ingin mengetahui siapa gadis itu. Memandang wajah itu lekat-lekat dari mata hidung hingga mulut. Tiba-tiba terbayang olehnya bibir yang begitu dekat dengannya itu. Bibir yang sempat menyentuh pipinya. Zefran terkejut.
Dia…, dia pelayan Club itu? Dia gadis yang jatuh menimpaku di Luxury? Oh ya ampun kenapa bisa pelayan itu? Kenapa aku harus menikah dengan gadis yang menyebalkan itu. Teman-temanku bahkan telah mengenalnya, sial.., jerit hati Zefran.
Laki-laki itu berjalan mondar-mandir di ruangan itu sambil sesekali menatap ke arah Allena.
Oh ya ampun, ucapan Ronald menjadi kenyataan? Aaahh.. sial, jerit hati Zefran.
Laki-laki itu semakin kesal saat teringat ucapan Ronald.
~~ Wow, dejavu, kejadian pertama kali bertemu Frisca terulang lagi. Bisa jadi istri juga ini. ~~
Ucapan spontan itu diucapkan Ronald saat melihat Allena jatuh dipelukan Zefran. Ucapan itu juga yang membuat Zefran kesal pada gadis itu. Gadis yang yang sama sekali tidak pantas dibandingkan dengan istrinya, Frisca.
"Hei, bangun! bangun!" teriak Zefran membangunkan Allena.
Gadis itu tersentak bangun dan segera merapikan kimono handuknya. Berdiri dihadapan Zefran dengan wajah yang kebingungan.
"Ada apa tuan?" tanya Allena.
"Kamu! Kamu pelayan di Luxury bukan? Pelayan yang mengotori jas ku dengan parfum murahanmu itu?" tanya Zefran dengan nada yang semakin tinggi.
Allena menatap mata Zefran dengan mata yang berkaca-kaca.
"Ya benar, saya pelayan di Night Club itu," ucap Allena.
Gadis itu membayangkan sikap Zefran yang akan semakin merendahkannya setelah mengetahui pekerjaannya di Night Club itu.
"Ya ampun, kenapa kamu bersedia menikah denganku? Apa karena uang? Kamu menjual dirimu demi uang? Apa kamu tahu sejak bertemu denganmu, aku selalu merasa sial," bentak Zefran.
"Ya, aku menikah karena uang. Aku bersedia menikah dengan orang yang menyebalkan, itu semua karena uang!" teriak Allena dengan air mata yang mengalir.
Zefran terperangah mendengar ucapan Allena. Gadis itu menatap lurus ke mata suaminya, laki-laki yang telah memusuhinya sejak pertama kali mereka bertemu.
"Tuan merasa sial bertemu denganku? Apa tuan tahu? Malam itu adalah malam yang paling menyedihkan dalam hidupku. Aku mendapat hinaan dan tamparan dari tamu wanita yang sedang mabuk. Tak cukup sampai di situ, wanita itu menyandung kakiku hingga membuatku terjatuh," ujar Allena dengan sorot mata yang tajam namun mengalirkan air mata.
Gadis itu menghapus air mata itu dengan kasar.
"Tapi kesialan yang paling aku sesali adalah kenapa aku harus jatuh ke pelukan laki-laki yang menyebalkan sepertimu!" teriak Allena.
Mendengar itu Zefran murka, laki-laki itu sontak mengangkat tangannya hendak melayangkan tamparan ke wajah Allena. Allena menutup mata, kejadian di Night Club terulang lagi. Tapi kali ini tidak ada orang yang akan membelanya.
Allena bersiap-siap merasakan panasnya tamparan itu di pipinya. Namun, Allena tidak merasakan apa-apa. Allena membuka matanya. Di hadapannya berdiri laki-laki yang telah menjadi suaminya itu tengah menatap sinis padanya. Entah apa yang ada di pikirannya. Entah apa alasan dia mengurungkan tamparannya
Allena menghapus air mata yang mengalir deras di pipi itu dengan kedua telapak tangannya. Menunggu ucapan menyakitkan selanjutnya yang akan dilontarkan laki-laki itu padanya. Namun, laki-laki itu justru mundur dan melangkah pergi dari walk in closet itu.
"Tuan, tolong tanyakan di mana pakaianku. Aku tidak bisa keluar dengan pakaian seperti ini," ucap Allena.
Langkah Zefran terhenti sesaat, menyunggingkan senyum miringnya.
Berani sekali dia memerintahku untuk mencari pakaiannya, batin Zefran
Laki-laki itu membalik badan, lalu melangkah ke arah Allena. Gadis itu heran dengan cara menatap laki-laki itu. Tanpa disadari Allena melangkah mundur. Zefran semakin maju, Allena semakin mundur.
Haah, tidak takut tamparan tapi takut didekati, aku suka melihat tampang ketakutanmu itu, batin Zefran.
Zefran maju mendesak Allena, gadis itu bergerak mundur. Allena kebingungan melihat sikap Zefran yang terus maju mendekatinya. Bola matanya membesar menampilkan ekspresi ketakutan.
Zefran semakin menjadi, dengan seringai di wajahnya laki-laki itu terus mendekati Allena. Hingga tidak ada tempat lagi untuk mundur, Allena tersandung sandaran tangan sofa, membuat gadis itu kehilangan keseimbangan. Reflek Allena meraih kemeja Zefran untuk bertahan namun mereka justru terhempas ke sofa.
Zefran jatuh menimpa Allena, mata mereka terbelalak karena bibir mereka yang menyatu.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
YuWie
jeng jeng..dejavu again
2024-08-02
0
Hera
eng ing engg 🤭😄😃
2022-06-05
3
YK
manjur banget ucapan Ronald... 🤣🤣🤣
2022-05-13
1