Altop dibuat pusing oleh kedua sahabatnya itu, Zefran ingin Altop memecat gadis pelayan itu atau dia keluar dari member club. Sementara jika pelayan itu dipecat maka Valendino yang akan keluar.
"Kalian membuatku pusing, aku tidak mungkin memilih salah satu di antara kalian," ucap Altop terlihat galau.
Zefran menatap tajam mata Valendino, sahabatnya yang pendiam itu kini menentangnya. Sambil mendengus Zefran keluar dari club malam itu. Altop berusaha mengejar dan membujuk tapi Zefran mengabaikannya.
"Apa-apaan kamu ini, menentang Zefran demi seorang pelayan?" tanya Altop pada Valendino saat kembali ke kursi mereka.
Gadis pelayan itu masih berdiri menunduk sambil memegang jas milik Zefran. Altop memintanya untuk kembali bekerja. Gadis itu menatap jas yang dipegangnya lalu mengangguk sekilas dan berlalu dari ketiga sahabat itu.
Valendino tak menjawab pertanyaan Altop tapi mereka tahu pasti sifat Valendino yang tidak suka kesewenangan-wenangan. Itu juga yang membuat Valendino dan Zefran bersahabat.
Valendino dengan berani membela Zefran saat ditindas oleh fraternity senior hingga akhirnya mereka menjalani hukuman bersama, saling membantu, saling mendukung dan saling mengobati luka sambil tertawa bersama.
"Sekarang bagaimana?" tanya Altop.
"Pelayan itu bekerja untukmu harusnya kamu yang membelanya," ucap Valendino.
Altop memalingkan wajah, sesungguhnya dia tidak peduli dengan pelayan itu. Dia juga bukan pahlawan pembela kebenaran, yang membuatnya bingung sekarang jika Zefran benar-benar keluar dari club hanya karena seorang pelayan.
"Tidak usah khawatir, Zefran hanya emosi, dia tidak akan sungguh-sungguh keluar dari sini," ucap Ronald menghibur Altop.
"Kamu tidak hafal sifat Zefran? Dia paling tidak suka ditentang," sahut Altop.
Valendino diam menikmati minumannya, Altop kesal melihat sikap sahabatnya yang seakan-akan tak peduli dengan hubungan pertemanan mereka.
Sementara itu Zefran meninggalkan gedung 59 lantai miliknya itu. Semakin menjauh dari gedung perkantoran dengan konsep cantik yang futuristik itu. Sebuah gedung yang memiliki arsitektur modern dengan ornamen jendela kaca yang sangat cantik. Gedung inilah yang dijadikan Zefran sebagai pusat aktivitas perusahaannya dalam menjalankan semua bisnis-bisnisnya.
Setelah sekian lama, baru kali ini Zefran meninggalkan Night Club lebih cepat dari biasanya. Laki-laki itu memindahkan tongkat persneling dengan wajah kesal.
Gara-gara pelayan itu, batin Zefran
"Kamu menentangku gara-gara pelayan kampungan itu," teriaknya sambil memukul stir karena kesal.
Laki-laki itu kembali memindahkan tongkat persneling mobilnya untuk mendapatkan kecepatan yang lebih tinggi, membelah jalanan kota yang diterangi kelap-kelip lampu ibu kota yang gemerlap. Semakin menjauh dari gedung kebanggaan keluarganya itu.
Mobil Zefran masuk ke sebuah kompleks perumahan mewah dengan tampilan yang elegan dan klasik berkonsep desain mediterania. Pagar tinggi kediaman Dimitrios pun terbuka dengan sendirinya, mobil itu pun melaju pelan memasuki pekarangan luas yang tertata rapi dan asri.
Rumah dengan halaman depan dan belakang yang luas serta pagar yang tinggi menjulang. Ditambah unsur dekoratif seperti ukiran dan pahatan pada eksterior dinding. Penggunaan batuan alam dan marmer serta pilar-pilar kokoh memberikan kesan megah rumah kediaman Dimitrios itu.
Zefran menaiki tangga sambil berlari menuju kamarnya. Langsung memasuki kamar mandi mewah yang dilengkapi Jacuzzi Whirlpool itu. Mendapati istrinya yang sedang membenamkan tubuh dan menyandarkan kepalanya pada tepian kolam. Diam menikmati kolam dengan lubang-lubang kecil yang terus mengalirkan air dengan tekanan hingga tubuh indahnya bisa merasakan pijatan-pijatan yang memberikannya efek rileks.
Zefran mendekati kolam air hangat itu, menatap istrinya yang tersenyum. Wanita cantik itu menyadari kedatangan Zefran meski matanya masih terpejam. Kekesalan hati Zefran hilang dalam sekejap saat menatap senyum di bibir istrinya yang cantik itu.
Perlahan mendekati dan menyatukan bibirnya dengan bibir sensual Frisca. Wanita itu menyambut dengan hangat, masih memejamkan matanya wanita itu melingkarkan tangannya di leher suaminya.
Zefran melepas kemeja dan semua yang melekat di tubuhnya. Masuk ke kolam air hangat yang memancarkan aroma minyak esensial aromatik itu. Zefran bersandar di tepian kolam itu sambil memeluk istrinya.
"Tak biasanya pulang lebih cepat? Bertengkar dengan saudaramu?" tanya Frisca sambil menelusuri otot dada suaminya.
Zefran diam, sama sekali tidak tertarik membicarakan kejadian di Night Club tadi.
"Dengan Altop? Tidak mungkin, dia sangat patuh padamu. Ronald juga tidak, pasti dengan Valen. Sifat kalian itu mirip, sama-sama tidak mau mengalah," jelas Frisca lalu mengecup bibir suaminya.
Zefran membalas, wanginya minyak esensial aromatik yang ditambahkan Frisca ke dalam air hangat itu ternyata tidak hanya mampu menenangkan tubuh dan relaksasi otot namun juga meningkatkan gairah seksual.
Zefran kembali menikmati manisnya bibir istrinya, turun hingga ke lehernya. Frisca menikmati ciuman Zefran sambil memejamkan mata dan terkejut saat mendapati dirinya di gendong ke kamar. Zefran tak pernah bisa menguasai dirinya setiap kali berhadapan dengan wanita cantik itu.
Sementara Zefran tidur sambil memeluk istrinya, Allena membersihkan make up murahan yang menempel di wajahnya. Gadis cantik berwajah lugu itu sengaja berdandan menor dan terlihat kampungan.
Pengunjung club malam yang selalu membanggakan diri hanya bergaul dan tertarik pada wanita-wanita kalangan atas itu tetap saja menatap panjang pada gadis polos seperti dirinya. Demi merasakan sensasi seorang gadis perawan mereka tidak peduli dengan kelas, kasta atau derajat, tak peduli dari kalangan mana dia berasal.
Allena menatap jas yang dilemparkan Zefran ke wajahnya. Memasukkan jas itu ke dalam paper bag dan membawanya pulang.
Melambaikan tangan pada pekerja-pekerja club yang masih berada di dalam mobil karyawan. Melangkahkan kaki perlahan sambil menunduk di jalan gang sempit perumahan sangat sangat sederhana itu.
"Baru pulang Neng Allena," sapa bapak-bapak yang sedang jaga malam.
Allena tersenyum, semua bapak itu tahu kalau Allena memang pulang jam segitu. Gadis itu merogoh tas bututnya dan mengeluarkan sebentuk persegi panjang dan menyerahkannya pada salah seorang bapak.
"Nggak perlu Neng, nggak usah bela-belain ngasih," ucap bapak itu tidak enak hati menerima dua bungkus rokok dari Allena.
"Nggak apa-apa pak, kebetulan ada sedikit rejeki," ucap Allena lalu mengangguk pamit dari tempat itu.
Semua warga di situ tahu, kehidupan Allena sangat sulit. Gadis itu terpaksa bekerja di dua tempat demi biaya hidup berdua dengan ibunya.
"Hati-hati ya Neng, kalau ada apa-apa teriak saja," teriak bapak itu dengan suara keras.
Allena mengangguk, kata-kata seperti itu hampir tiap hari didengarnya. Sapaan 'baru pulang neng' juga setiap hari dibalas anggukan olehnya. Namun begitu Allena bersyukur, hingga saat ini tidak warga di situ yang memandang rendah pekerjaannya.
Allena meraih gagang pintu rumahnya hendak membuka pintu. Biasanya dia akan melihat ibunya yang tertidur di ruang tamu sempit itu karena lelah menunggu. Namun kali ini, entah mengapa gadis itu tak ingin langsung masuk.
Allena mengintip dari balik kaca yang ditutupi hordeng tipis dan lusuh itu. Terlihat ibunya yang sibuk menata barang-barang tua di rumahnya. Ruangan dengan tampilan porak poranda seperti telah terjadi gempa bumi itu sering menjadi pemandangannya akhir-akhir ini.
Allena menitikkan air mata tak mampu melihat tubuh lemah ibunya yang menyusun satu per satu barang-barang yang berjatuhan.
Allena duduk di balai bambu di depan rumahnya. Menepuk dadanya hingga berkali-kali namun tak mampu meredakan himpitan di dadanya. Gadis itu berusaha menangis tanpa bersuara.
Seperti apapun hinaan yang diterimanya, sekuat apapun tamparan yang melayang di pipinya, Allena tak mengeluarkan air mata setitik pun. Namun, saat melihat ibunya yang berusaha sekuat tenaga mempertahankan dirinya agar tidak dipersunting laki-laki tua pemberi hutang itu, Allena luluh, Allena rapuh.
Tak sanggup melihat ibunya yang memohon meminta perpanjangan waktu pembayaran hutang, tak sanggup melihat ibunya yang gemetar saat satu per satu barang-barang di rumah itu hancur oleh para penagih hutang.
Allena memutuskan untuk menghentikan penderitaan ibunya dan memilih untuk menerima laki-laki yang telah beristri empat dan beranak sebelas orang itu. Tapi apa yang diucapkan ibunya?
"Kamu bisa mendapatkan yang lebih baik daripada dia. Dia tidak pantas untuk gadis secantik kamu," ucap Vina, ibunda Allena.
Allena terkejut, lamunannya langsung buyar saat mendengar derit pintu yang terbuka. Gadis itu buru-buru menghapus air matanya.
"Ibu sudah mengira kalau kamu sudah pulang," ucap Vina sambil menarik tubuh anaknya agar bersandar di dadanya.
"Mereka datang lagi ya Bu?" tanya Allena yang di balas anggukan oleh Vina.
"Tapi syukurlah, sudah tidak ada barang-barang yang bisa pecah lagi. Ibu tidak peduli kalau mereka membanting kursi-kursi reyot itu," ucapnya sambil tersenyum.
Allena mengangkat wajahnya menatap wajah ibunya. Sebenarnya Ny. Vina adalah wanita yang cantik namun karena belitan masalah hidup membuat wajah cantik itu terlihat tidak terawat lagi.
"Kita menyerah saja Bu," ucap Allena.
"Jangan pernah berpikir seperti itu, kita masih punya rumah ini. Jika dia memaksa, kita serahkan saja rumah ini. Ibu lebih memilih tinggal di kolong jembatan daripada harus melihatmu menjadi istri kelima laki-laki tua itu. Ibu saja yang sudah tua ini tidak tertarik melihatnya. Kamu juga tidak akan sanggup menghadapi istri-istrinya yang kejam itu. Kamu akan menderita meski menjadi istri kesayangannya," jelas Vina.
Dalam hati Allena menyetujui ucapan ibunya, meski tidak bertemu secara langsung tapi berita tentang istri-istri laki-laki tua itu sering terdengar. Mereka saling menyalahkan, saling berebut perhatian dan sering berkelahi dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.
"Lagi pula ibu masih memiliki satu jalan lain," ucap Vina sambil membayangkan kejadian sore tadi.
Sesaat setelah Allena berangkat ke tempat kerjanya di klub malam, para penagih hutang datang dan memaksa Vina menandatangani surat pernyataan bersedia menikahkan putrinya. Saat Vina menolak, para penagih hutang itu langsung memporak-porandakan isi rumahnya.
"APA-APAAN INI," teriak Mahlika yang berdiri di depan halaman rumah Vina.
Vina yang berdiri di teras rumah langsung menoleh dan terpana. Sahabatnya yang telah lama tak berjumpa tiba-tiba muncul di depan mata.
Ny. Mahlika yang membawa pengawalnya langsung mengusir para penagih hutang itu dengan ancaman akan melaporkan perbuatan mereka pada pihak berwajib. Para penagih hutang itu pun pergi sambil mengancam akan kembali.
Vina mengajak sahabatnya duduk di balai bambu di teras rumahnya.
"Beginilah keadaanku sekarang ini, maaf aku tidak bisa menyambutmu dengan lebih baik. Dan maaf karena telah melihat kejadian yang tidak mengenakkan tadi," ucap Vina pelan karena malu.
"Kenapa harus disambut, kamu masih mau menganggapku sebagai teman saja aku sudah bersyukur," ucap Mahlika yang merasa bersalah.
Ny. Mahlika langsung menyampaikan tujuannya datang menemui sahabat lamanya itu.
"Putrimu cantik Vina," ucap Ny. Mahlika saat menatap foto Allena.
Cantik namun sederhana dan hanya mengenyam pendidikan hingga menengah atas.
"Aku menyesal, aku terlalu memanjakan putraku hingga membuatnya menjadi orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia nekat menikahi kekasihnya sesama kuliah di luar negeri. Aku pasrah Vin, aku terpaksa mengikuti kemauannya hingga melupakan janji kita," cerita Mahlika sedih.
"Mungkin itu sudah jodohnya Ika, kita tidak bisa melawan takdir," ucap Vina.
"Tapi aku merasa bersalah Vin, telah delapan tahun putraku menikah namun hingga sekarang masih belum dikaruniai anak. Aku rasa ini adalah hukuman pada keluarga kami karena aku telah mengingkari janji kita," jelas Mahlika dengan raut wajah sedih.
"Jangan berpikir seperti itu, sedikit pun kami tidak berkecil hati karena janji itu. Kami pasrah pada takdir Ika," ucap Vina menenangkan sahabatnya.
"Tapi janji tetaplah janji dan sekarang masih bisa ditepati. Jika kamu bersedia menikahkan putrimu dengan putraku," usul Mahlika.
"Bagaimana dengan istri anakmu?" tanya Vina.
"Aku ingin Allena menjadi istri kedua Zefran, jika kamu mengizinkan," ucap Mahlika penuh harap.
"Maaf Ika, tapi itu bukan ide yang bagus. Menjadikan Allena istri kedua? Maaf aku keberatan," ucap Vina langsung.
"Jangan menjawabnya sekarang, pikirkanlah dengan lebih matang," ucap Mahlika.
Mahlika telah mengajukan permintaannya, sepanjang membereskan rumah, Vina berpikir keras. Hingga akhirnya mendapati putrinya yang menangis seorang diri di teras rumah.
"Ayo istirahatlah, kamu pasti lelah," ucap Vina.
Allena mematuhi ibunya masuk ke dalam rumah. Vina menatap paper bag yang diletakkan Allena di atas meja belajarnya.
"Apa itu?" tanya Vina.
"Jas pelanggan club Bu, aku sudah mengotorinya," ucap Allena.
"Orang-orang di sana adalah orang-orang kelas atas, pakaiannya pun tak mungkin sembarangan. Kamu harus hati-hati membersihkannya," ucap Vina.
"Aku tidak tahu bagaimana cara merawat pakaian mahal seperti ini, aku harus menggunakan jasa laundry, Bu," ucap Allena.
"Pasti biayanya mahal tapi tidak apa-apa. Jika ini memang tanggung jawabmu seberapa pun biayanya tetap harus kita tanggung," ucap Vina sambil menepuk bahu putrinya kemudian berlalu dari kamar itu.
Allena membersihkan badan dan merebahkan tubuh lelahnya.
Berapa biaya mencuci jas mahal seperti itu? Batin Allena.
Gadis itu tidak akan menemukan jawabannya, karena seumur hidupnya tidak pernah memiliki pakaian semahal itu. Tubuh dan hatinya letih, dalam sekejap gadis itu tertidur.
Sementara Allena memejamkan mata, Zefran justru membuka matanya. Kemudian duduk di ranjang mewah dengan ukiran klasik itu. Memandang tubuh istrinya yang polos tanpa mengenakan apa pun. Mengecup keningnya sekilas lalu berdiri di depan jendela besar di kamarnya.
Sudah kedua kalinya dia mencoba memejamkan mata namun pikirannya tetap saja terbangun. Mengingat ucapan ibunya yang memaksanya untuk menikah lagi. Sulit baginya memenuhi permintaan itu karena cintanya pada Frisca.
"Kamu mau menikah lagi?" tanya Frisca yang tiba-tiba memeluknya dari belakang.
"Kamu tahu tentang itu?" tanya Zefran heran.
Laki-laki itu berbalik menatap wajah istrinya. Wanita cantik itu menunduk sambil meneteskan air mata.
"Mommy egois, teganya menyuruhku untuk mengikhlaskanmu menikah lagi. Istri mana yang senang hati mendengar keinginannya itu. Meski semua itu demi keturunan tapi tidak bisakah mommy berpikir? Kenapa hanya memikirkan keluarga Dimitrios yang tidak memiliki keturunan? Kenapa tidak memikirkanku? Aku juga putri satu-satunya dalam keluargaku, mommy-ku juga ingin memiliki keturunan tapi apa dia memintaku untuk menikah lagi?" ucap Frisca sambil terus menangis.
Zefran meraih tubuh istrinya dan membenamkan tubuh indah itu dalam pelukannya.
"Maafkan mommy, maafkan aku juga. Aku tidak tahu bagaimana cara mengatasi masalah ini. Mommy telah berjanji akan menikahkan aku dengan putri sahabatnya. Dan saat itu aku menyetujuinya. Aku masih sangat kecil untuk mengerti, dalam hatiku semua orang yang menikah pasti saling menyukai, pasti saling mencintai. Tidak pernah terpikirkan olehku suatu saat aku akan bertemu denganmu dan jatuh cinta pada wanita yang tidak dijodohkan denganku," ucap Zefran sambil memeluk erat istrinya.
Frisca menangis sesenggukan, wanita itu juga sangat mencintai suaminya. Tapi tuntutan ibu mertuanya membuat dia tidak bisa mengelak lagi. Masalah ada pada dirinya, kandungannya jelas-jelas bermasalah dan ibu mertuanya tidak sabar menunggu kelahiran seorang bayi.
"Berjanjilah padaku, kamu harus tetap mencintaiku meski kamu harus menikah lagi. Jangan pernah meninggalkanku. Menikahlah dengannya tapi jangan menidurinya," ucap Frisca.
"Tapi bagaimana membuatnya hamil jika tidak..."
"Lakukan pernikahan hanya untuk membuat mommy tenang. Kita akan tetap berusaha memiliki anak sendiri Aku akan membiarkanmu menikah lagi asalkan kamu mau berjanji padaku. Jangan menyukainya, jangan mencintainya, jangan menidurinya," ucap Frisca memohon.
"Jika bersedia menikahinya berarti mommy berharap dia hamil. Bagaimana mungkin menikahi seorang wanita tanpa menidurinya?" tanya Zefran.
"Apa kamu bisa meniduri wanita yang tidak kamu cintai?" tanya Frisca.
Zefran menggelengkan kepalanya.
"Tidak akan bisa," jawab Zefran pasti.
Demi mempertahankan rumah tangganya, Frisca meminta Zefran menikahi wanita yang dijodohkan dengan suaminya karena Frisca yakin Zefran tidak akan mungkin jatuh cinta pada wanita lain.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Al^Grizzly🐨
Persahabatan yg tidak mengenal kaya atau miskin...persahabatan yg tak lekang oleh waktu.
2023-12-10
1
MusTika AiRa
jacuzzi whirlpool ,,, yg sllu terngiang" di setiap novel KK alitha 🤭🤭🤭🥰
2022-11-09
4
Hera
mulai deh ego yg didepanin ga tau gimana rasa orang yg jadi korban dari keinginan itu sendiri
2022-06-05
1