Keesokan pagi, Ken dan Gitta sudah kembali ke rumahnya. Semalam, Gitta sudah diberitahu oleh Ken tentang rencana Bu Kamila untuk menjodohkan putranya dengan Gitta. Tentu saja Gitta terkejut. Dia sama sekali tidak mengenal Daniel. Ya, meskipun dia cukup mengenal Bu Kamila.
"Hari ini ada acara apa?" Ken berjalan keluar dari kamar mandi bersama dengan Zee. Pagi itu, sang putra merengek untuk mandi dengan daddynya.
"Ke butik, Mas. Ada apa?" Gitta mengambil alih Zee dan mulai mengeringkan tubuhnya.
"Aku hanya ada jadwal meeting pagi ini. Bagaimana jika kita makan siang di luar nanti. Sudah lama kita tidak makan siang bareng," tawar Ken.
"Ehm, boleh, Mas. Tapi, apa tidak apa-apa meninggalkan kantor?"
"Nggak apa-apa. Pekerjaan tidak banyak hari ini. Nanti Zee biar ikut aku ke kantor."
"Eh, Zee ikut?"
"Iya lah. Kasihan dia di rumah terus. Sesekali biar dia ikut kita. Aku nggak mau dia kurang memiliki waktu untuk bersama orang tuanya."
Gitta hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala. Pagi itu setelah sarapan, Ken langsung mengajak Zee ke kantor. Dia ada meeting sebentar pagi itu.
"Zee, nanti main sama Mbak Emi dulu, ya. Daddy rapat sebentar."
Balita yang masih mengenyot botol susunya tersebut menoleh, menatap sang daddy. "Apat?"
"Iya, rapat, Sayang. Nanti main sama Mbak Emi dulu, ya."
"Ja." Zee menjawab dengan penuh semangat.
Setelah sampai di kantor, Ken langsung menggendong sang putra dan berjalan memasuki kantor. Dia menggendong Zee di lengan kiri, dan membawa perlengkapan bayi milik sang putra di lengan kanannya. Pemandangan seperti itu, sudah sering dilihat oleh para bawahan Ken.
Ken langsung menuju ruangannya dan sudah disambut oleh Emi, sang sekretaris. Dia melihat wajah Zee dengan senyum merekahnya.
"Jadwal penting ku hanya meeting pagi ini, Kan?" tanya Ken sambil mendudukkan Zee di atas mejanya. Mulut balita tersebut masih sibuk dengan botol susunya.
"Ah, iya, Pak. Apa mau jadwal Anda siang ini di kosongkan?" tawar Emi.
"Iya. Kosongkan jadwalku siang ini. Aku ada janji dengan mommy nya Zee."
"Baik, Pak."
"Kamu tolong jaga Zee sebentar. Aku akan ke ruang meeting dulu."
"Eh, Bapak yakin tidak butuh bantuan untuk membuat laporan nanti?" Kening Emi berkerut saat melihat Ken sudah beranjak.
"Aku bisa meminta tolong Dino. Selebihnya, nanti kamu diskusikan dengan Dino."
Emira mengangguk. "Baik, Pak."
"Zee, Daddy tinggal rapat dulu ya. Kamu di sini bareng Mbak Emi. Ingat, tidak boleh merepotkan Mbak Em. Okay?"
"Ote!"
Setelah memberikan kecupan pada pipi gembul Zee, Ken segera berjalan menuju ruang rapat. Dia harus menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin agar bisa segera quality time dengan keluarga. Dia benar-benar merasa bersalah kepada istri dan putranya. Ken bertekad, selama weekend ini, dia akan menghabiskan waktu dengan keluarga kecilnya.
Menjelang pukul sebelas, Ken sudah menyelesaikan pekerjaannya. Dia segera melangkahkan kaki menuju ruangannya. Terlihat Zee sedang tertidur di atas sofa bed dan Emi berada di sampingnya sambil memangku laptop.
"Sudah lama tidurnya?" tanya Ken sambil meletakkan beberapa file di mejanya.
"Eh, sekitar tiga puluh menit, Pak."
Ken mengangguk. Dia segera menyuruh Emi untuk kembali ke ruangannya. Tak berapa lama kemudian, Gitta sudah datang. Dia langsung menciumi pipi gembul sang putra yang tengah tertidur di sofa bed yang berada di ruangan Ken.
"Kenapa tidur di sini, Mas? Nggak tidur di dalam kamar?" protes Gitta sambil masih berusaha mengganggu tidur sang putra.
"Tadi di temani, Emi, Yang. Mana berani dia masuk ke dalam kamar kita."
Gitta hanya mencebikkan bibir dan kembali fokus pada sang putra. Pada saat bersamaan, Zee tampak mulai membuka kedua matanya. Dia merasa risih dengan gangguan sang mommy.
"Aisshh, Ami. Ji antuk!" Protes Zee tidak terima. Namun, bukan Gitta namanya jika dia tidak bisa menarik perhatian sang putra.
"Hhmm, yakin nih nggak mau mimi cucu? Ya sudah, Mommy kasih ke Daddy, ya."
Meskipun ucapan Gitta hanya berupa guyonan, namun Ken yang sedang duduk di dekat kepala Zee pun langsung beringsut. Segera di genggamnya pabrik nutrisi tersebut dan mulai di re*mas-re*masnya.
Sontak saja hal itu membuat Gitta kesal. Bagaimana tidak, baju depannya sekarang sudah basah karena ulah Ken.
"Mas, kamu ini, ih. Basah ini," protes Gitta.
"Lah, tadi kamu sendiri kan yang nawarin, Yang?"
"Bukan begini juga, Mas!"
"Lalu, aku harus pakai mulut begitu?" Ken sudah bersiap mendekatkan wajahnya pada balon tiup Gitta. Namun, seketika kedua tangan Zee langsung menutupi wajah Ken.
"Angan ambin mimi Ji. Tak boyyeh. Tu miyyik Ji." Balita tersebut beranjak berdiri sambil menatap tajam kepada sang daddy.
Bukannya takut, Ken justru tergelak melihat wajah menggemaskan Zee.
"Sana ih, tangannya. Aku ganti baju dan susuin Zee dulu. Setelah itu, kita berangkat." Gitta langsung menggendong Zee dan beranjak menuju kamar pribadi Ken.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, Ken, Gitta, dan Zee sudah berada di sebuah mall. Mereka akan makan siang bersama. Zee merengek ingin turun dari stroller yang sedang dinaikinya.
"Tuyyun, Ted. Au tuyyun." Rengek Zee kepada sang daddy.
"Eh, tempatnya ramai, Sayang. Gendong Daddy saja, ya?" tawar Ken.
"Indak au. Au tuyyun!" Wajah Zee sudah di tekuk dan hendak menangis.
"Ya sudah, Mas, turunkan saja. Nanti biar aku gandeng." Gitta segera berjongkok dan menurunkan sang putra dari strollernya.
Setelah itu, Gitta menggandeng Zee yang terlihat sangat antusias dengan keramaian mall tersebut. Ken masih mengekori mereka sambil mendorong stroller Zee.
"Makan di sana saja ya, Mas?" Tunjuk Gitta pada sebuah tempat makan. Ken hanya mengangguk mengiyakan.
Namun, belum sempat mereka beranjak, terdengar suara teriakan dari arah eskalator.
"Awasss, copeettt!"
Bruukkk.
Aarrrgghhhhhh!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
Sunarty Narty
aduh siapa tu..
2021-11-19
0
A.0122
ada apa
2021-11-12
0
RatnaS
sapa tuh yg jatuh ?😌
2021-10-21
0