Mempertimbangkannya

“Na, Aku mohon jaga Papa untukku!”

Suara itu menggema di telinga Naima, membangunkannya dari tidur lelap. Suara itu seperti nyata, tapi di kamar itu hanya ada dirinya sendiri.

Meira kau kah itu?

Guman Naima pelan.

Naima tanpa rasa takut, bangun untuk melihat keadaan sekeliling. Tapi nihil, tak ada seorang pun. Hanya ada hembusan angin yang masuk melalui ventilasi udara diatas jendela kamarnya.

Suasana kembali hening, kesunyian menghinggapi hati nya.

Aku tidak janji untuk menjaga ayah mu, tapi aku akan berusaha untuk menjaganya. Karena untuk berjanji aku takut tak bisa menepati.

-

-

“Nana tumben kamu kesini Nak, ada perlu apa?” Tanya Pak Nurdin ramah. Ia tak memperlihatkan rasa kecewanya atas kejadian beberapa hari lalu.

Naima mencium tangan Pak Nurdin. Setelah dipersilahkan, ia duduk di sofa yang berseberangan dengan posisinya.

“Nana hanya berkunjung saja Pak, kabar bapak sehat?” Tanya Naima dengan wajah tertunduk. Ia malu untuk mengangkat wajahnya, karena rasa bersalah yang begitu besar kepada Pak Nurdin.

“Alhamdulillah Bapak sehat. Kenapa kamu tertunduk Nak? Angkat wajah mu! Bapak ada di depan bukan di lantai." Pak Nurdin mengusap lembut kepala Naima.

Naima mengangkat wajahnya. Ia menatap nanar wajah Pak Nurdin, dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

“Bapak, Nana ingin Tanya. Nana mohon Bapak jawab jujur!"

“Tanya apa Nak? Jika Bapak tahu, Bapak akan menjawabnya!" Jawab lembut Pak Nurdin dengan tersenyum.

“Apa benar yang mendonorkan mata untuk Nana ialah Meira putri Bapak?” Pak Nurdin diam tertegun. Ia menundukkan wajahnya, menyeka bulir airmata yang lolos di pipinya. Entahlah setiap mendengar nama Meira disebut, perasaan kehilangan kembali menghantuinya. Bawaan nya ia ingin menangis.

“Iya Nak. Meira yang mendonorkan matanya untuk mu. Ia sangat menyayangi mu.” Ucap Pak Nurdin menghapus air mata menggunakan lengannya.

“Berarti benar apa yang diucapkan Ibu.. “

Air mata mengalir deras di wajahnya. Ia pun menundukkan wajahnya,

Pak Nurdin melanjutkan ceritanya,

“Waktu kecelakaan itu, kalian mengalami luka parah. Meira koma selama 5 hari dengan kondisi leher dan tubuh sebelah kanannya lumpuh tak bisa digerakkan karena patah. Tubuh Meira menghantam beton pembatas jalan. Sedangkan kecelakaan itu menyebabkan  kedua matamu tertusuk pecahan kaca, kaca itu merobek lensa dan retina mata mu, hingga kamu mengalami kebutaan. Setelah kamu melewati masa kritis selama seminggu, kamu sadar Na. Dan kamu shock karena mengalami kebutaan, kamu mengamuk hingga jatuh pingsan. Dan kebetulan saat itu kondisi Meira memburuk, sangat mustahil Meira bisa bertahan lama dengan kondisi leher dan tubuh sebelah kanannya patah. Sebelum dia kembali koma dan dinyatakan meninggal, dia mewasiatkan agar matanya di donorkan untukmu. Itulah permintaan terakhir Meira sebelum meninggal. Dia sangat menyayangi mu melebihi dirinya sendiri,” Pak nurdin bercerita dengan air mata bercucuran, ia mengelus pelan dadanya yang kembali terasa sesak.

“Meira maafkan aku! Aku berdosa padamu. Begitu besar pengorbanan mu untukku, aku menyayangi mu. Terima kasih Meira."

Ruang keluarga itu kini hening, yang terdengar hanya suara isak tangis mereka berdua.

-

-

 

“Pak, Nana minta maaf atas kejadian kemarin. Bukan maksud Nana mempermalukan Bapak. Kemarin Nana belum siap Pak, Nana terlalu menuruti ego Nana. Maafin Nana Pak!" Naima dengan penuh penyesalan bersimpuh di kaki Pak Nurdin.

“Sudahlah Nak, yang lalu biarlah berlalu. Itu semua bukan salahmu, tapi itu salah Bapak yang terlalu memaksakan kehendak Bapak padamu.” Ucap Pak Nurdin membelai kepala Naima. Ia mengangkat tubuhnya agar duduk disampingnya.

“Itu salah Nana Pak. Maafkan Nana”

“Sudah sudah, jangan menangis! Kita sama-sama salah, terlalu memaksakan ego kita masing-masing!"

“Sejujurnya Nana ingin tahu kenapa Bapak bersikeras menjodohkan Nana dengan Mas Dewa? Padahal Mas Dewa sudah menikah Pak?” Naima memegang lembut lengan Pak Nurdin.

“Jika bapak menjawab, apa langkah yang akan kamu lakukan Na?” Tanya Pak Nurdin menatap bola mata Naima dengan lembut.

“Nana akan mempertimbangkannya. Jika itu untuk kebaikan kita semua."

“Baiklah, ayo kita ke belakang. Kalau disini Bapak takut ada yang menguping pembicaraan kita.” Pak Nurdin berjalan kearah balkon, mereka duduk di gazebo di dekat kolam ikan.

-

-

“Nana sebenarnya Bapak selalu mendapatkan wangsit dalam mimpi Bapak. Meira selalu hadir di mimpi Bapak akhir-akhir ini. Dia menginginkan kamu menikah dengan Dewa, tapi kenyataannya setelah 2 bulan kematian Meira, Dewa malah menikah dengan Niken. Bapak pun tak mengerti alasannya!” Pak Nurdin berbicara sambil melemparkan pakan ikan ke dalam kolam.

“Sejujurnya dari awal Dewa menyukaimu. Dia tak menyukai Niken. Dewa sering bilang ke Bapak, bahwa dia tertarik dengan mu. Bukan Niken.

Semasa Meira masih hidup. Dewa sering menolak Niken, tapi anehnya setelah Meira meninggal Dewa malah ingin menikahi gadis itu. Dia malah mengancam akan membunuh Bapak, jika Bapak tak menikahkan mereka.” Wajah Pak Nurdin kembali sendu,

“Apa ada sesuatu yang kamu ingat Na, sebelum kecelakaan itu terjadi?”

“ Nana tak ingat banyak Pak. Tapi sebelum kecelakaan itu, Meira pernah bilang bahwa ada yang menyabotase rem mobilnya. Persis kejadian itu terjadi sebelum kita menabrak bis itu.” Terang Naima mengingat kejadian itu sambil menutup mata.

“Berarti benar ada yang menyabotase rem mobilnya. Waktu itu bapak berpikir mungkin sudah takdir Meira meninggal di usia muda, tapi setelah mendengar cerita dari mu Bapak yakin, ada seseorang yang sengaja ingin melenyapkan nyawanya.” Ucap Pak Nurdin dengan tatapan sendu kearah ikan-ikan yang ada kolam.

“Nana kurang tahu Pak."

Mereka terdiam cukup lama, pandangan Pak Nurdin menerawang ke arah Dewa yang sedang berjalan keluar rumah persis dihadapan mereka. Tapi mereka tak saling menyapa. Dewa dengan acuh melewati Pak Nurdin dan Naima dengan wajah cuek.

“Nana coba kamu perhatikan perangai Dewa, dia sangat aneh. Tatapan matanya kosong, hidupnya seperti dikendalikan Niken. Apa yang Niken ucapkan iya patuhi, apa yang Niken inginkan ia turuti. Walaupun itu bertentangan dengan keinginan Bapak."

“Bapak pikir mungkin jika kamu menikahi Dewa, kesadaran Dewa akan kembali. Karena kamu orang yang dicintainya, mungkin itu sedikit membantu Dewa untuk kembali sadar. Karena Bapak pernah pergi ke seorang Ustadz, dia mengatakan hanya orang dia cintai yang dapat menuntunnya.  Maka bapak berpikir kamu adalah orangnya, karena Dewa pernah bilang bahwa ia menyukaimu.” Terang Pak Nurdin dengan mata yang penuh harap.

“Pak, Nana akan berusaha membantu Mas Dewa. Nana ingin Mas Dewa sadar dulu. Setelah Mas Dewa sadar, Nana akan mempertimbangkannya. Menikah atau tidaknya dengan Mas Dewa. Bapak gak keberatan kan?” Nana membalas tatapan wajah Pak Nurdin dengan sorot mata yang penuh kehangatan.

“Tidak Nak, Bapak sangat tidak keberatan. Malah Bapak berterima kasih padamu. Terima kasih, Bapak bahagia. Jika kamu membantu Dewa, Bapak senang. Pasti Meira bahagia karena kamu bersedia membantu abangnya." Pak Nurdin tersenyum lebar, dan langsung memeluk Naima. Di wajahnya tersimpan banyak harapan untuk kebaikan putranya.

“Mari Pak kita berjuang sama-sama untuk kesembuhan Mas Dewa”

-

Bersambung

Jangan lupa tinggalkan jejak😜

Terima kasih buat reader yang masih stay di novel receh ini 🤗

Untuk up nya minimal 2 hari sekali yah reader, jadi jangan di tunggu 🥰

Terima kasih😘

Terpopuler

Comments

Sa'diah Meylhanie

Sa'diah Meylhanie

next thor

2021-10-30

1

Ndah Sarendha

Ndah Sarendha

mana kelanjutan tor di tunggu

2021-10-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!