Meira

“Puas kamu Nak mempermalukan Ayah Ibu seperti ini! Puas kamu membuat keluarga kita malu!! Lihat Ayah mu Nak! Dia sampai jatuh sakit!" Sang ibu menunjuk ke arah kamar, yang didalamnya tergeletak Pak Maja yang masih tak sadarkan diri.

“Kami kecewa padamu! Entahlah, ibu pikir kamu sudah mulai menerima takdir. Tapi nyatanya, kamu masih mempertahankan ego mu! Terlalu mengikuti perasaan mu tanpa memikirkan perasaan kami. Padahal harus kamu tahu kami melakukan ini demi kebaikan mu!” ucap Sumarni kecewa dengan mata memerah. Sikap lemah lembutnya kini hilang, berganti dengan rasa marah dan kecewa.

Ia pergi kebelakang rumah untuk menenangkan diri.

Setelah penolakan itu, keluarga Pak Nurdin langsung undur diri dari rumah Naima. Wajah Pak nuyrdin terlihat kecewa, dengan tatapan mata berkaca-kaca. Sementara Dewa menanggapinya cuek dengan tatapan wajah kosong, entahlah apa yang dirasa. Dia seperti orang linglung yang tak memiliki gairah hidup. Lain lagi dengan Niken bibirnya tersungging dengan tersenyum sinis.

Pak Maja sangat kecewa dengan keputusan Putrinya, ia tak bisa mengendalikan diri. Darah tinggi yang dideritanya tiba-tiba naik, ia langsung jatuh tak sadarkan diri.

“Maaf bu, Nana tak bermaksud membuat Ayah sakit. Nana hanya mengikuti kata hati Nana. Tapi Nana tak tahu dampaknya seperti ini!” Ucap Naima menangis memegang tangan Sumarni. Ia menyesal telah gegabah mengambil keputusan. Melihat ayahnya sakit jiwanya pun ikut sakit, mungkin itu yang dinamakan ikatan kuat antara ayah dan anak.

Sumarni melepas genggaman tangan Naima, dan menatap tajam matanya.

“Asal kamu tahu! Kami berhutang  budi besar kepada keluarga Pak Nurdin. Kamu harus tau Naima! Selain dia membantu membayar hutang ayahmu kepada Juragan Karsa, Pak Nurdin dengan rela mendonorkan mata anaknya untuk mu!! Mata yang bisa melihat itu ialah mata Meira Na mata sahabat Mu!! Meira dengan suka rela mendonor nya untuk mu! Meira melakukan ini agar Pak Nurdin tak merasa kesepian dan kehilangan. Walaupun raganya mati, tapi dia dapat hidup dengan harapan bisa melihat ayahnya setiap hari. Dan Pak Nurdin merasakan sosok anaknya hidup di ragamu. Inilah salah satu alasan kenapa Pak Nurdin menginginkanmu menjadi menantunya!" Sumarni berbicara penuh penekanan dengan bercucuran air mata. Suaranya sengaja di pelankan, agar tak terdengar sang suami ataupun orang lain.

“Kamu bukan saja menyakiti hati Ayah dan Ibu! Tapi kamu juga menyakiti hati Pak Nurdin dan juga Meira Na!” ucap Sumarni dengan suara yang tersengal.

“Ibu tidak bohong kan??” Tanya Naima dengan wajah shock. Ia tak menyangka yang mendonorkan mata untuknya adalah Meira sahabatnya, yang sudah pergi menghadap Ilahi karena sebuah kecelakaan yang menimpah mereka bersamaan.

“Tidak! Ibu tidak berbohong padamu! Ini kenyataan nya!!” Jawab Sumarni dengan menggelengkan kepala

“Dan maaf, kami merahasiakannya dari mu. Atas permintaan Meira! Seharusnya kamu memikirkan resiko jika menolaknya, bukan malah mengikuti ego mu!” Jawab Sumarni seraya masuk ke dalam rumah.

Naima menangis putus asa dengan menangkupkan tangan kedua matanya.

“Meira.. mata mu.. ini mata mu.. Ternyata kamu menepati janji, untuk selalu bersama ku.” Naima menangis bersimbah dengan menangkup wajahnya.

-

Naima terdiam mengingat kejadian 2 tahun lalu,

-

Meira gadis cantik yang beruntung, dia terlahir dari keluarga yang berkecukupan. Ayah nya pemilik perkebunan teh dan perkebunan karet yang luasnya berhektar-hektar, semua perkebunan karet yang ada di desa ci jangkar adalah milik Ayah nya.

Meira berteman dengan Nana sedari kecil. Ia mengenal Nana karena  sering ikut ayahnya berkunjung ke rumah sahabatnya yaitu Pak Maja, yang tempat tinggalnya  hanya berbeda kecamatan saja. Meira kecil memiliki sifat humble dan mudah bergaul. Ia bisa membaur dengan kalangan manapun.

Dan kejadian naas itu terjadi 2 tahun lalu, ketika Meira mengajak Naima berbelanja ke pusat kota.

-

“Hallo Nana, apa kabar?” Sapa Meira mengagetkan Naima yang sedang membaca buku.

“Meira ngagetin aja! Ucap salam kek, main nyelonong aja, kebiasaan!” Sungut Naima berdiri. Walaupun kesal, ia langsung memeluk Meira. Sahabat baik yang sangat dirindukannya

“Hehehe kan suprise Na.. Kamu sehat?? Tumben gak kerja?" Tanya Meira membalas pelukan nya.

“Sekarang libur Ra. Pak Agus pulang ke rumahnya yang ada di kota. Orang tuanya sakit, makanya tokonya tutup. Jadi aku libur deh." Terang Naima dengan mata berbinar.

Naima bekerja di toko sembako milik Pak Agus yang jaraknya tidak jauh di rumahnya. Pak agus merupakan pria rantauan dari kota, yang lebih memilih tinggal di perkampungan, mengikuti jejak istrinya yang berasal dari desa tersebut.

“Kamu tumben udah ada di rumah? Emang libur kuliahnya?” Tanya Naima menarik tangan Meira untuk duduk di kursi yang terlihat sudah lapuk.

Biasanya Naima berjumpa Meira antara akhir tahun dan hari raya. Mereka jarang bertemu karena kesibukan Meira yang sedang melanjutkan studi di ibu kota.  

“Aku belum libur kuliah Na, tapi pengen pulang. Jadi pulang aja. Tugas mah gampang, nanti nyusul aja." Sahut Meira sambil merapihkan rambut sebahunya.

Naima heran dengan ucapan Meira, biasanya Meira paling anti bolos kuliah.

“Tumben-tumbenan kamu Ra. Kesambet dimana? Biasanya juga kamu paling anti numpuk tugas!” ujar Naima sambil meletakkan air minum di atas meja

“Aku pengen refresh otak dulu Na. Mumet kuliah mulu. Besok kita jalan-jalan yuk! Kamu masih liburkan?”

“Libur kayaknya. Pak Agus sampai sekarang belum ngasih kabar, gak tau dia pulang kesini kapan. Emang jalan-jalan kemana Ra?” Tanya Naima duduk anteng disamping Meira.

“Aku mau ngajakin kamu ke kota, kita belanja-belanja gitu. Di rumah aku males ketemu Niken mulu, paling kesel itu harus nanggepin si Niken ngomong. Udah tau Bang Dewa gak suka sama dia, dia  tetep aja datang ke rumah. Mau ngusir gak enak. Menurut aku si Niken spesies wanita yang gak punya malu deh!” Ujar Meira dengan tersungut-sungut.

Dia paling tidak menyukai Niken, teman kerja sang abang yang menaruh rasa pada abangnya.

“Dari raut wajahmu, aku bisa lihat kamu tak menyukai Niken. Kenapa? Padahal dia cantik loh!” Kelakar Naima memancing emosi Meira.

“Cantik darimana nya? Cantikan aku lah.. Entahlah perasaan aku mengatakan Niken punya niat terselubung sama keluargaku. Entah kepada papa ataupun pada Bang Dewa!" Meira menjawab dengan mimik wajah serius.

“Jangan soudzon sama orang, gak ada yang bisa tau hati seseorang. Mungkin itu perasaan kamu aja Ra." ucap Naima memegang tangan Meira memberikan kekuatan.

“Bisa jadi sih, tapi yah tetap aja aku gak suka sama dia. Kalau bisa jangan sampe keluarga ku punya hubungan sama keluarga si Niken itu!”

“Gimana kalau Bang dewa berjodoh sama Niken, hayoo." Godanya. Meira langsung mendelik menatap kesal ke arah temannya itu.

“Aku harap jangan sampe Na! Aku gak ridho jika Bang Dewa punya hubungan sama si Niken! Apalagi sampe nikah, Ihhh amit-amit deh!" jawab meira mengepal tangan menggetok ke kepala nya sendiri berulang-ulang.

“Jangan gitu, jodohkan sudah di atur sama Tuhan. Jadi kalau mereka berjodoh yah kamu harus bisa menerima! Menerima Niken jadi kakak ipar kamu hahaha." Tawa keras Naima yang mendapat pelototan tajam dari Meira.

“No no no! Lebih baik kamu jadi kakak iparku ! Nanti aku bantu comlangin deh sama Bang Dewa!" Goda Meira membalas kejahilan Naima.

“Gak mau ah, mending nyari pacar sendiri aja hahaha.”

 

-

-

 “Ra, seriusan kamu bawa mobil sendiri? Kamu udah punya SIM kan?” Tanya Naima setelah berpamitan dengan ayah ibunya.

“Seriusanlah! Lagian kuliah aku bawa mobil sendiri Na, jadi udah biasa. Niih kamu bisa liat SIM aku” Meira membuka dompetnya dan menunjukkan SIM-nya kearah Naima

“Yaudah, kalau udah punya. Jadi aku tenang. Soalnya ini perdana aku dibawa kamu." ujar Naima sambil memasang sabuk pengaman.

“Tenang, bersamaku kamu aman terkendali!"

Lambat laun mobil yang dikendarai mereka meninggalkan perkampungan, menuju perkotaan. Kondisi perjalanan cukup lengang, sehingga Meira pun menaikan kecepatan mobilnya.

“Ra jangan ngebut-ngebut aku takut! Biar lambat, asal selamat!” Naima ketakutan memegang erat sabuk pengaman. Sementara Meira malah tertawa dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Kamu tenang aja! Asal pake sabuk pengaman, aman kok."

“Ra, turunin kecepatannya itu ada ibu-ibu yang mau nyebrang!" ucap Naima kaget menunjuk ke arah depan.

Meira menginjak rem, tapi rem tak berfungsi. Ia mulai panik

“Ra, gak papa kan? Kenapa wajah kamu kok panik?" Tanya Naima dengan wajah tak kalah panik.

“Mobilnya gak bisa di rem Na! Rem nya blongg! Padahal dua hari lalu baru aku ganti, malem juga dipake masih baik-baik aja." Jawab Meira dengan wajah pucat.

“Sepertinya ada yang menyabotase rem mobil aku..”

“ Meira awassssssss”

Meira berusaha mengendalikan mobil agar tidak menabrak ibu ibu yang sedang menyeberang jalan. Tapi naas, mobil Meira malah menabrak bis yang sedang melaju kencang dari arah berlawanan. Mobil mereka terpental menubruk pembatas jalan.

“ Na..na..na..na.. “ suara pelan Meira memanggil Naima yang sudah tak sadarkan diri dengan darah mengalir dikepalanya, suara Meira semakin lemah dan ia menyusul Naima tak sadarkan diri.

-

Bersambung

Tabirnya perlahan-lahan mulai terbuka yah reader..

Jangan lupa subscribe akun author yah😜 gratis ini😇

like

commemt

dan masukkan ke favorit, biar tau kelanjutan ceritanya.

Gomawo 🥰

Terpopuler

Comments

Ndah Sarendha

Ndah Sarendha

fighting tor

2021-10-29

1

Ega Siti

Ega Siti

next thorŕr

2021-10-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!