Beberapa saat berlalu, Andin dan Ziban turun ke bawah. Mereka melihat hanya Rossie dan Raditya yang tengah duduk di sofa.
"Dimana Sekretaris Chan?" (tanya Ziban)
Yang ditanya, yaitu Rossie dan Raditya, hanya menggelengkan kepalanya kompak. Mereka memang hanya mengetahui bahwa Sekretaris Chan naik ke atas. Tetapi, mereka memutuskan untuk tidak mengatakan apapun.
Andin duduk terlebih dahulu. Merebut cemilan yang digenggam oleh Rossie. Rossie menangkis tangan Andin. Berusaha mempertahankan cemilan yang tengah digenggamnya. Andin menekuk wajahnya. Mendapatkan kekalahan setelah berusaha merebut cemilan tersebut.
"Mas..."
Andin merengek pada suaminya. Ziban pun menatap adiknya dan istrinya secara bergantian. Tidak memungkinkan bahwa Rossie ingin berbagi. Begitulah kesimpulan Ziban setelah menatap mereka berdua.
"Akan ku ambilkan lagi." (ucap Ziban)
Ia bergerak melangkahkan kakinya menuju dapur. Meninggalkan Andin dan Rossie yang terlihat saling tatap tidak suka. Sedangkan Raditya kali ini, diam saja.
Betapa terkejutnya Ziban. Ketika telah sampai di dapur, ia melihat Meta dan Sekretaris Chan tengah berpelukan. Ia berdehem dengan keras. Berusaha mengakhiri mereka yang saling berpelukan dengan dehemannya.
"Ehem!"
Meta dan Sekretaris Chan saling melepas peluk mereka. Raut wajah salah tingkah tentu saja terlihat jelas di wajah mereka. Mereka tentu merasa tertangkap basah.
"Peluk-pelukan di dapur orang." (ucap Ziban)
Ia mengucapkannya dengan raut wajah yang biasa saja. Lalu membuka etalase yang berisi cemilan. Membawa secukupnya dan segera kembali ke ruang tamu. Sekertaris Chan memanggil Ziban sebelum Ziban benar-benar keluar dari dapur.
"Tuan Muda."
"Apa."
"Tolong rahasiakan yang anda lihat tadi."
"Hemm."
Ziban melangkahkan kakinya kembali. Sekretaris Chan menatap Meta sekejap. Mengelus pundaknya. Lalu segera menyusul Ziban menuju ruang tamu. Sedangkan Meta melanjutkan membuatkan kopi untuk Sekertaris Chan.
"Sekertaris Chan dan kekasihnya, sedang berpelukan di dapur. Dasar tidak tahu malu." (ucap Ziban)
Ziban mengucapkan sembari memberikan cemilan pada Andin. Sekertaris Chan yang mendengarnya dari kejauhan, seketika memundurkan langkahnya. Bersembunyi di balik tembok.
"Benarkah? Sungguh tidak disangka-sangka seorang Sekretaris Chan." (ucap Andin)
Ia mulai membuka cemilan makanan ringan yang diambilkan oleh Ziban. Rossie dan Raditya terlihat lebih terkejut. Pasalnya, mereka berdua memang telah menduga beberapa dugaan dari awal. Bahwasanya, Sekertaris Chan adalah sosok yang sangat kaku juga terhadap pasangan. Mendengar fakta yang sangat berbanding terbalik, tentu sebuah keterkejutan bagi mereka.
"Beb, dia berani melangkahi kita, beb." (ucap Raditya)
Raditya memeluk Rossie secara tiba-tiba di hadapan Andin dan Ziban.
"Heh, lepaskan!"
Ziban melerai pelukan Raditya. Sedangkan Andin dan Rossie hanya diam saja.
"Astaga, Man. Hanya mencoba sedikit. Pelit sekali."
"Coba-coba sedikit, lama kelamaan naik ke bukit."
Rossie membisikkan sesuatu di telinga Raditya.
"Bukankah kita sudah terbiasa berpelukan."
Raditya menempelkan jari telunjuknya ke bibirnya sendiri. Memberi kode kepada Rossie, untuk tetap diam. Tidak mengatakan hal yang macam-macam.
Sedangkan di balik tembok, Sekretaris Chan masih berada disana. Meta yang melihat pun, menanyakannya dan mengajaknya untuk ke ruang tamu. Sekretaris Chan mengiyakan. Ia mengatakan pada Meta, bahwa ia sudah tidak ingin meminum kopi. Meta terlihat sedikit kecewa, tetapi akhirnya ia mengalah. Ia kembali ke dapur untuk meletakkan kopi yang sudah dibuatnya ke dapur.
Sekretaris Chan bergerak melangkahkan kakinya ke ruang tamu. Bergabung bersama semuanya.
"Nah itu dia bintangnya." (ucap Raditya)
Sekretaris Chan tidak menanggapi ucapan Raditya. Ia mengalihkan topik pembicaraan, dengan menghadapkan wajahnya ke arah Ziban.
"Ada apa anda menyuruh kami datang ke rumah ini, tuan muda?"
"Hei tuan muda, kau dengar, sekretarismu sedang bertanya. Cepat jawab."
Raditya ikut mengangkat suaranya, sebelum Ziban menjawab pertanyaan Sekretaris Chan.
"Nanti malam ada siaran langsung sepak bola di televisi. Kita akan menonton bersama-sama disini."
Semua orang melongo tak percaya. Termasuk Meta yang baru saja bergabung dengan mereka. Rupanya kedatangan mereka hanya untuk menonton sepak bola bersama-sama. Dan itu, jam malam nanti. "Benar-benar keterlaluan!" Begitulah umpatan mereka semua.
Tiba-tiba ponsel Sekretaris Chan berdering. Sebuah panggilan masuk berasal dari kantor. Ia menjawab panggilan tersebut. Terlihat ia yang mengangguk-angguk memahami. Lalu sambungan telepon dimatikan.
"Tuan muda, ada masalah di kantor."
"Seperti biasa, kau saja yang mengurusnya." (ucap Ziban)
"Tidak bisa tuan. Kali ini, anda harus ikut andil."
Ziban memutarkan bola matanya. Menghembuskan nafasnya kasar. Lalu mulai melangkahkan kakinya hendak ke kamarnya. Sekretaris Chan mencegah.
"Anda akan kemana, tuan muda?"
"Ganti pakaian. Memangnya apa lagi?"
"Tidak perlu. Kita harus secepatnya sampai di kantor, tuan muda."
Ziban menghembuskan nafasnya kasar, lagi. Ia tidak tahu, ada masalah apa, hingga dirinya tak diizinkan untuk hanya sekedar mengganti pakaiannya. Ingin mempercepat waktu, akhirnya Ziban menurut untuk kali ini pada sekretarisnya. Ia mengatakan pada semua untuk tetap di rumah tersebut. Menunggu hingga dirinya kembali dari kantor.
"Aku ke kantor, ya sayang."
Ziban mencium bibir Andin. Semua menatapnya dengan pikirannya masing-masing. Ziban bersikap acuh. Ia dan Sekretaris Chan bergegas cepat keluar dan masuk ke dalam mobil. Sekretaris Chan lah yang mengendarai mobil tersebut.
Sekretaris Chan memasang sabuk pengamannya dan juga memasang sabuk pengaman untuk Ziban. Mobil melaju dengan sangat cepat. Sepertinya yang dikatakan oleh Sekretaris Chan adalah benar. Bahwa, mereka memang harus tiba di kantor dengan secepatnya.
"Ada masalah apa, Sekretaris Chan?"
"Seorang perempuan tiba-tiba datang ke kantor dan membuat kekacauan."
"Hanya itu? Kau bisa mengatasinya, Sekretaris Chan!" (pekiknya)
"Tidak tuan. Dia mengacau karena mencari-cari anda. Sepertinya anda harus ikut andil. Sedangkan saya, akan menjadi tangan kanan anda, seperti biasa."
Ziban memegang kepalanya. Entah siapa, yang tiba-tiba datang dan membuatnya harus menanganinya seperti itu. Entah siapa, yang berani membuat kekacauan di kantornya. Dan entah siapa, yang berani merusak kebahagiaannya di rumah. Pertanyaan demi pertanyaan timbul dalam benaknya. Tentu saja.
Beberapa saat berlalu. Mobil masuk ke dalam gerbang perusahaan setelah satpam membukanya. Mobil dihentikan tepat di depan pintu masuk perusahaan. Mereka berdua turun dari mobil. Sekretaris Chan memberi kode kepada satpam yang menjaga pintu gerbang, untuk menempatkan mobil tersebut ke lahan parkir.
"Mari tuan."
Sekretaris Chan yang berpakaian rapi dengan jas yang selalu membalutnya di luar seperti biasa, berjalan terlebih dahulu. Di susul oleh Ziban yang memakai kaos santai berwarna abu dan celana pendek berwarna putih.
Semua karyawan berhamburan. Jam kerja sudah habis. Mereka yang tidak ada jam lembur kerja, keluar hendak berpulangan. Mereka tentu menyempatkan menatap Ziban, atasannya tersebut. Yang berpakaian santai, tidak seperti biasa yang mereka lihat ketika ia datang ke kantor. Entah apa yang mereka artikan setelah menatap atasannya tersebut.
Tiba-tiba seorang perempuan berlari ke arah Ziban. Memeluknya. Disusul oleh dua petugas keamanan, yang mengejar perempuan yang memeluk Ziban tersebut.
Sekretaris Chan lah yang bertindak sigap. Ia melepaskan pelukan perempuan tersebut.
"Maaf nona, bersikaplah sopan." (ucapnya)
Ziban memundurkan beberapa langkah kakinya. Mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Karyawan-karyawatinya yang tengah menatap ke arah dirinya. Ia menatap perempuan tersebut.
"Apa yang kau lakukan disini?!" (lirihnya)
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
gina Ristanti
walah.. palingan banci kaleng 🤭.. si Talita ya..
2021-10-13
1
Widi Hastuti
talita ya Thor
2021-10-12
1