Hans Alexander berusia 33 tahun. Pria itu bekerja sebagai salah satu CEO perusahaan besar yang menaungi beberapa perusahaan kecil dibawahnya. Biasanya, waktunya akan dihabiskan di ibukota untuk bekerja, tetapi saat ini, ia sedang mengambil liburan sejenak selama seminggu. Ia akan menghabiskan waktunya di perkebunan dimana ia tumbuh besar disana. Hans hanya hidup dengan Sasha. Kedua orang tuanya telah bercerai sejak lama dan ibunya selalu berusaha memaksa membawa mereka untuk tinggal bersama di ibukota. Tetapi ibu mereka yang berusia lebih muda dari ayahnya, sudah ketergantungan dengan alkohol dan obat-obatan terlarang. Akhirnya, ibu mereka meninggal karena over dosis, barulah Hans dan Sasha pindah kembali ke pekerbunan dimana ayah mereka berada. Pria tua itu sangat menyayangi Hans dan Sasha. Hatinya sangat hancur ketika ia harus merelakan kedua anaknya untuk tinggal bersama ibunya.
Sekarang Hans sangat jarang untuk tinggal di perkebunan, meski sedang tidak bepergian karena urusan pekerjaan. Hans memilih untuk tinggal di apartemen mewahnya yang berada di ibukota. Sedangkan Sasha lebih suka menghabiskan waktunya untuk tinggal di peternakan dan merancang busana disana. Ketika ada urusan pekerjaan yang harus diselesaikan di ibukota, barulah Sasha akan menyetir mobil sendiri ke sana.
Hans terlihat seperti pria yang bisa melakukan segala hal. Ia sangat tampan walaupun jarang tersenyum. Emosinya bak ular marah dan pria itu terkesan sangat serius. Lana sangat tergila-gila pada Hans saat masih remaja. Lana bahkan menulis puisi cinta untuk pria itu. Hans, dengan sikap praktisnya yang biasa, melingkari kesalahan tata bahasa dan ejaan serta membelikan buku penunjang bahasa inggris kepada Lana untuk membantu memperbaiki kesalahannya. Rasa percaya diri Lana langsung merosot, dan setelah itu, Lana menyembunyikan perasaan terdalamnya dengan hati-hati.
Lana bertemu dengan Hans hanya beberapa kali sejak ia pindah ke ibukota untuk kuliah bisnis. Ketika Lana mengunjungi Sasha belakangan ini, Hans sepertinya tidak pernah ada kecuali saat Natal. Seolah pria itu sedang menghindarinya. Kemudian dua minggu lalu, Hans mampir ke kantor Lana untuk menemui Ryan. Lana terkejut ketika bertemu dengan Hans dan tangannya bergetar di atas tumpukan map arsipnya walaupun ia berusaha sekuat tenaga untuk bersikap tenang. Lana ingin menganggap dirinya sudah terbebas dari rasa ketertarikan yang menggebu-gebu terhadap Hans. Sayangnya perasaan itu malah semakin parah. Sarafnya jauh lebih relax seandainya ia tidak perlu melihat lelaki itu. Untung saja ibukota adalah kota yang sangat besar dan mereka tidak bergaul di ruang lingkup sosial yang sama. Bahkan Lana tidak tahu dimana lelaki itu tinggal. Lana hanya tahu bahwa salah satu gedung pencakar langit yang megah itu adalah kantor dimana lelaki itu bekerja.
Malah, saat ini sarafnya seolah terguncang sekarang, hanya karena sorot tenang tetapi menusuk dari mata abu-abu terang yang sedang memandang dirinya dari seberang aula tempatnya menunggu Sasha untuk menjemput dirinya. Lana semakin mempererat pegangannya ke kopernya. Seorang pria seperti Hans, bisa membuat lututnya lemas hanya dengan memberikan tatapan seperti itu. Hans sedang berjalan ke arahnya. Lelaki itu tidak pernah melirik ke arah kanan atau kirinya ketika sedang berjalan. Tampak beberapa gadis maupun ibu-ibu menatap ke arah pria tampan itu. Tetapi seperti biasa, lelaki itu tidak akan menanggapinya dan hanya akan melalui mereka dengan dinginnya. Di situlah daya tarik Hans yang membuat para wanita bertekuk lutut dan tidak terkecuali seorang Lana Adelia.
Lana sedang bertanya-tanya apakah Hans selalu seperti itu ketika sedang bekerja maupun ketika sedang bersama dengan kekasihnya, begitu serius dengan apa yang sedang dilakukan sehingga terkesan tanpa ampun. Pria itu juga makhluk yang sangat seksi. Ada sensualitas terkendali dalam setiap gerakan kaki jenjang dan kokoh itu, dalam cara pria itu membawa diri. Ia terkesan anggun dan angkuh. Lana sama sekali tidak bisa mengingat momen dalam hidupnya ketika ia tidak terpesona oleh pria itu. Lana sangat berharap bahwa perasaannya tidak akan terlihat oleh orang lain terlebih lagi oleh Hans. Oleh dari itu, Lana berusaha sekuat tenaga berpura-pura menjadi musuh pria itu.
Hans berhenti di depan Lana dan menunduk menatap mata Lana yang membelalak. Mata pria itu abu-abu bening laksana air, dengan lingkaran gelap yang mebuat mata itu lebih menusuk. Hans memiliki bulu mata hitam tebal dan alis sehitam rambutnya yang tebal, lurus dan terpotong rapi.
"Kau terlambat." ujar Hans dengan suaranya yang dalam, kasar dan menantang. Ia terlihat kesal, setengah marah, dan ingin menggigit seseorang.
"Aku kan tidak bisa mengendarai busnya, jadi aku mengandalkan seorang pria untuk itu!" balas Lana sinis dan memberi penekanan pada kata pria itu.
Hans menatapnya penuh arti dan berbalik. "Mobilnya ada di area parkir. Ayo kita pergi!"
"Seharusnya Sasha yang menjemputku," gumam Lana sambil menyeret kopernya.
"Bagaimanapun Sasha tahu aku akan melewati daerah ini, jadi dia menyuruhku untuk menjemputmu." papar Hans dengan nada penuh teka-teki. "Bagaimanapun aku belum pernah mengenal wanita yang bisa untuk menepati janjinya."
Koper Lana terguling untuk kesekian kalinya. Lana menggerutu dan akhirnya menganggat benda berat itu. "Kau bisa menawarkan diri untuk membantuku," katanya sambil melotot ke arah pria yang sedang berjalan di sampingnya.
Kedua alis Hans mencuat. "Membantumu? Ya Tuhan. Lebih baik aku diikat, diseret dan diarak di sekeliling perkebunan."
Lana melemparkan tatapan galaknya " Sopan santun tidak pernah ketinggalan zaman!"
"Sayangnya aku sejak awal tidak pernah memilikinya terhadapmu." Hans mengamati Lana berkutat dengan kopernya, mata abu-abunya menari-nari dengan kejj.
Lana yang sudah berkeringat. "Aku benci kau." desisnya sementara ia mengikuti Hans.
"Wow, itu sesuatu yang baru. sahut Hans sembari mengangkat bahunya, mengibaskan jaketnya ke belakang ketika ia merogoh saku kanannya untuk mencari kunci mobilnya.
Hans memandangnya dengan sekilas. "Dengan mulut tajam seperti itu, kau tidak butuh senjata. Berhati-hatilah, dagumu itu bisa tergores lidahmu yang tajam itu."
Lana mengarahkan tendangan ke arah tulang kering pria itu tetapi meleset dan nyaris kehilangan keseimbangannya.
"Menyerangku yang telah berbaik hati untuk menjemputmu adalah salah satu dosa besar." jelas Hans tanpa menghentikan langkahnya.
Lana berhasil untuk mengembalikan keseimbangannya dan keluar dari pintu menyusul pria itu tanpa berkata apa-apa lagi. Jika saja malaikat menangguhkan dosa itu untuk satu hari saja, Lana tahu apa yang harus ia lakukan pada pria itu!
Hai para readers. Author yang sedang berusaha menghibur kalian, sedang butuh dukungan nih. Tolong di vote, di like, di comment, di share supaya author semangat dalam berkarya. Terima kasih banyak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Puji Utami
bahasanya/kata2nya di bikin simpel aja thor.
2022-04-02
0