“Ka, Nad, tungguin sih,” ucap Ocha menyusul Azka dan Nadia yang sudah berjalan menjauh menuju kantin.
“Cepetan Cha, laper inih, dari pagi belum makan Gue Cha.” jawab Azka sambil terus berjalan tergesa-gesa menuju kantin.
“Tuh Risa sama Iren udah di sana, ayok samperin.” Sambung Nadia sambil menunjuk dua teman mereka yang sudah asik duduk sambil mengunyah bakwan (kalo di Bandung namanya Bala-Bala).
“Yaudah sana aja kalian, gue nyusul. Cape kejer kalian, jalannya cepet amat!” saut Ocha masih sewot.
Azka mendudukkan pantatnya dan menyandarkan punggungnya ke kursi yang ada di samping Risa.
“Sa, udah lama?” Tanya Azka, disusul dengan duduknya Nadia di sebelah Iren dan kemudian Ocha yang duduk diantara Nadia dan Risa.
“Mayan, abis pelajaran siapa sih, lama amat keluar nya?” tanya Farisa yang biasa dipanggil Risa.
“Pak Su,” jawab Azka sambil mengambil bakwan dan mencelupkannya ke dalam cuka. Bakwan pakde emang paling top. Azka mengambil 4 potong ke dalam piringnya, karena ia sudah sangat lapar sebab sejak tadi pagi tidak sempat sarapan.
“Whoh whoh whoh, laper apa doyan neng?” serobot Achin, teman sekelas mereka yang baru masuk bersama teman-teman satu genknya.
“Hehe, laper Chin, Gue..”
“Abis konser tadi dia Chin, konser di upacara.” Saut Iren usil diikuti tawa dari teman-teman Azka dan teman-teman Achin. Achin dan genknya pun bergegas menempati deretan bangku di sisi lain kantin.
“Ren, Mas Alfan mana?” tanya Azka sambil mengunyah bakwan.
“Di kelas, males kantin katanya. Fabel mana? Ita kok ga keliatan ya?” saut Iren sambil bertanya beruntun.
“Fabel sama Doni dkk. tuh di kantin belakang.” Jawab Nadia.
“Ita paling sama Aja dan Liun.” Jawab Azka sambil terus mengunyah bakwan.
Ita memang berbeda kelas dengan mereka, Azka, Ocha, Nadia, dan Fabel berada di kelas X.3, Icha, Iren, dan Alfan di X. 4, sedangkan Ita di kelas X.7. jadi Ita lebih sering bermain dengan teman sekelasnya dibanding bersama mereka ketika di sekolah.
“Ka, Tuh ada si Agil sama Rasya.” Tunjuk Nadia.
Azka yang baru sadar, ponselnya masih dipegang Rasya sejak kejadian tadi pagi segera menghentikan aktivitasnya. Bayangan tadi pagi seketika teringat kembali. Azka menggelengkan kepala dan kemudian menengok ke arah yang ditunjuk Nadia.
“Gue ke kak Rasya dulu, mau ambil hape.”
“Ke Kak Rasya apa ke Siapa Ka?” jawab Ocha sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Ke Kak Rasya beneran, hape gue diambil sama dia tadi pagi.” jawab Azka menyudahi minum sambil bangkit dari duduk. Ocha memang tahu, dia satu-satunya yang tahu kalau Azka suka sama Agil sejak SMP. Selain Ocha, yang tahu masalah ini adalah Suci, dan dia tidak bersekolah di sini.
“Emang sejak kapan Azka sedeket itu sama Rasya? Sampe hapenya diambil?” tanya Nadia bingung, yang dijawab dengan gedikan bahu teman-temannya.
Tidak ada yang menyadari kalau Ocha tadi menggoda Azka, syukurlah.. jadi tidak ada yang tahu kalau sebenernya Azka suka kepada Agil, sahabat Rasya.
“Kak, hape aku mana?” kata Azka menghampiri Rasya yang sedang memilih menu di kantin.
“Mau diambil sekarang? Ga nanti pas pulang aja?” jawab Rasya.
“Enggak ah, sekarang aja, nanti gabisa chat.” Ucapnya asal.
“Chat sama siapa sih Ka? Segitu kelas Lo sampingan sama Rasya Ka.” Kini giliran Agil yang menjawab.
“Serah Gue dong, weee” jawab Azka, ‘ya ampuuun ngomong gitu doang gue deg deg an. Sial.’ Batin Azka yang sadar jantungnya bertalu berdegub-degub lebih cepat dari biasanya saat mendengar jawaban Agil. Entah karena jawaban Agil, atau karena Agil sangat dekat dengannya, mengingatkan kejadian tadi pagi yang masih berputar di kepala. Ck.
Agil lalu duduk di sebuah meja dengan dua bangku, satu bangku lainnya pasti akan diisi oleh Rasya. Siapa lagi? Mereka kan dua sejoli.
“Yaudah ini,” kata Rasya sambil merogoh saku celananya mengambil benda persegi yang Azka kenali sebagai ponselnya, lalu menyerahkan ponsel itu kepadanya.
Tiba-tiba..
“Cie cie,, udah tuker-tukeran hape aja ini Azka sama si Rasya.” Kata Ipit (nama asli nya Fitri) yang tiba-tiba datang sambil menyenggol lengan Azka sampai ia terhuyung.
“Gila, ampir jatoh gue Pit.” Sahut nya, “bukan tukeran, ini hape diambil ni orang tadi pagi, jadi mau gue ambil dong.”
“Masa iyaaaa?” kata Ipit sambil kembali ke rombongan genknya bersama Achin.
“Yaudah aku ke situ dulu ya kak. Bye.”
“Iya.” jawab Rasya singkat dan kembali memesan menu karena tadi terjeda oleh kehadiran Azka yang tiba-tiba.
--
“Ka, kenapa Lo gak sama si Rasya aja sih Ka?”
“Atau Lo masih bingung nentuin mau sama Agil atau sama Rasya?” sambung Nadia mengikuti Iren.
“Eh apaan?” saut Azka sewot tapi dibuat seolah santai.
“Iya, kan dari kelas 2 SMP gue taunya Agil sama Rasya sama-sama suka sama Lo,” kata Nadia.
Seketika lamunannya bergerak ke dua tahun silam.
2006, di kelas 2C.
“Eh, siapa yang lo bilang beg*k?” sahut Nadia marah.
“Ya lo lah!” kata Rasya tak kalah kesal.
“Dasar porno, sukanya ngintipin orang!” Sembur Nadia.
“Dih, siapa yang lo bilang suka ngintip? Kalopun gue mau ngintip, bukan lo yang Gue intip.”
“Dih, siapa juga yang mau!”
“Dasar gendut!” ejek Rasya yang diikuti tawa Agil yang membahana.
“Udah ih, apaan sih berantem mulu kalian tuh,” ucap Azka melerai Nadia dan Rasya.
“Tuh Sya, kata Azka juga udaah.” goda Agil pada Rasya yang tiba-tiba diam tapi tak suka.
“Diem Lo Gil! Sana sana sama Azka pergi jauh-jauh.” Ucap Rasya.
“Lah kenapa jadi gue?” kata Agil.
“Bilang aja Giiil, suka sama Azka maah” cela Rasya lagi.
“Dih, kok jadi kalian yang berantem sih, udah Ka, Nad, sini duduk.” ucap Suci melerai sambil menarik tangan Azka dan Nadia ke bangku mereka.
“Sono-sono gendut.” Ucap Rasya lagi merasa tidak puas mengejek Nadia.
“Siapa yang gendut?” Bu Endah tiba-tiba datang memasuki kelas dari arah pintu. Sambil membawa peralatan matematika seperti penggaris kayu, buku-buku, dan spidol.
“Itu Bu, masa Ibu gak liat?” Jawab Rasya.
“Sudah-sudah. Ayo kita mulai. Potong Bu Endah ketika Nadia baru saja hendak membalas ejekan Rasya.
Pembelajaran pun dilakukan dengan tenang pada awalnya, sampai ketika Agil meminjam Tipe X pada Azka yang duduk di belakangnya. Azka duduk bersama Anne di baris nomor dua, di depan mereka ada Agil dan Rasya (dua sejoli yang tak terpisahkan), sedangkan Nadia duduk bersama Suci di belakang Dea dan Hafis pada lajur yang berbeda. Sedangkan Vani duduk bersama Denti di meja depan pada lajur kedua dari pintu kelas.
“Ka, pinjem tipe X doong,” kata Agil sambil menoleh ke belakang. Azka hanya menyerahkan tipe X -nya ke arah Agil sambil terus menuliskan jawaban dari soal yang diberikan Bu Endah.
“Ka, makasih yaa!” kata Agil lagi.
“Gil, diem sih, ga konsen Gue. ngomong mulu Lo mah,” sergah Rasya ketika mendengar kembali ucapan Agil kepada Azka.
“Cemburu aja Lo mah Sya,” kata Agil kemudian.
“Agil, Rasya, sedang apa kalian? Dari tadi mengobrol terus, kerjakan nomor 1 dan 2 di depan!” Kata Bu Endah tiba-tiba yang disambut dengan tatapan terkejut Agil dan Rasya.
Mereka pun maju meraih spidol yang diacungkan Bu Endah kepada mereka, sambil menuju papan tulis untuk menulis jawaban soal nomor 1 dan 2. Agil dan Rasya memang cowok-cowok yang suka mengejek dan berulah, tapi mereka tidak nakal, justru cenderung pintar, terutama di mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris.
“Sukurin, makanya jangan sewot, ngegoda mulu sih,” seru Nadia dari bangkunya.
“Dih, sewot amat si ndut. Mau juga di godain?” kata Rasya dari depan kelas.
“Najis, Azka aja tuh, dia mah ga sewot direbutin kalian berdua juga!” saut Nadia.
Azka membelalakkan matanya tanda kesal. Azka lempar pensilnya ke arah Nadia yang ada di sebelah lajur tempat duduknya.
“Hei, sudah-sudah, teruskan menjawab.” Kata Bu Endah menyudahi pertengkaran Nadia dan Rasya.
“Jadi, yang disebut Rasya gendut itu, Nadia?” tanya Bu Endah lagi memecah keheningan. Lalu disusul jawaban iya dari anak satu kelas dengan riuhnya.
“Apa jangan-jangan Rasya suka sama Nadia ya?” lanjut Bu Endah lagi, kelas semakin gaduh akan pertanyaan Bu Endah.
Bu Endah memang guru yang asik diajak ngobrol. Padahal usianya tidak bisa dibilang muda. Tapi beliau sangat santai, meskipun demikian, siswa-siswa sangat menghormatinya.
“Enak aja Bu, Najis Bu suka sama dia mah!” kemudian suara Rasya mendominasi riuh sorak sorai di kelas.
“Iya lah, yang Lo suka kan si Azka!” cerocos Nadia, yang mendapat tatapan tajam dari Azka. Ah, Nadia selalu saja menyebutkan itu.
“Nadia, ssst ih. Apa-apaan sih,” jawab Azka mulai tak suka jadi kambing hitam dari perdebatan mereka.
“Mana Azka?” Azka malu, wajahnya memerah ditanyakan seperti itu oleh Bu Endah, Ia hanya tersenyum terpaksa, lalu dengan mendengus kasar melanjutkan menulis jawaban soal berikutnya.
“Sabar ya Ka.” kata Anne mencoba menenangkan sambil mengusap sekilas pundak Azka.
Kembali ke kantin Pak De,
“Emang iya? Bukannya Agil suka sama temen SMP kita itu yah, siapa namanya? Dinda.” ucap Risa lirih agar Agil tak mendengar.
“Iya, gue denger malah dia mau nembak Dinda,” kata Iren kemudian, sama lirihnya dengan suara Risa.
“Beneran?” kata Ocha kemudian, sambil menepuk-nepuk pundak Azka seperti mengatakan ‘sabar yah’.
“Heem,, gatau sih ya, tapi kan mereka jauhan, emang kuat LDR-an?” kata Risa lagi.
“Au ah gelap!” kata Nadia sembari bangkit dari duduknya, “ yuk ke kelas, udah mau bel masuk.”
Mereka pun bangkit dari duduk, menuju kelas mereka masing-masing yang bersebelahan di deretan kelas sepuluh. Sesaat Azka menengok ke belakang ke arah bangku dimana Agil tadi duduk. Namun yang menangkap matanya justru Rasya, ia pun tersenyum untuk menyembunyikan keterkejutan. ‘mau liat Agil, malah ke gap sama kak Rasya’ Pikirnya sambil memutar bola mata dan berbalik menyusul teman-temannya yang sudah berjalan menjauh.
#Selamat Membaca, semoga suka.
Like ya,
Next jangan? hihihihi
:)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Milhiyah
semakin seru thor ....
2020-12-14
0
Rabaniyasa
aku bakalan sering mampir nih
2020-06-15
0