Suara kicau burung memenuhi keheningan pada sebuah hutan yang auranya sangat sejuk, jika seseorang berada tepat dibawah dari pohon – pohon didalam hutan ini. Walaupun sinar matahari mulai menerobos dari sela – sela dedaunan, tetap saja tempat itu sangat sejuk.
Seorang pria berambut putih, saat ini sedang terbaring dengan nyaman dibawah salah satu pohon didalam hutan tersebut, yang dimana suara kicau burung ditempat itu, sama sekali tidak mengganggunya saat dirinya terlelap dengan nyaman ditempat itu.
Tetapi saat matahari semakin meninggi, sinar matahari yang menerobos sela – sela dedaunan akhirnya menyinari dirinya. Dengan ganguan yang diterimanya, Pria berambut putih tersebut mulai membuka matanya dengan perlahan dan mulai memperhatikan keadaan sekitarnya.
“Huaaammmmmmm~”
Pria itu mulai menguap dan mulai duduk ditempat dirinya sebelumnya terlelap. Dengan nyawanya yang belum terkumpul sepenuhnya, dirinya mulai meregangkan tubuhnya dan mulai melihat sekitar, hingga dia menyadari sesuatu.
“Tunggu... dimana tangan kananku?” ucapnya saat menyadari bahwa tangan kanannya tidak berada pada tempatnya dan hilang entah kemana.
Dia mulai bangun dari duduknya dan melihat sekeliling, hingga dia sepenuhnya sadar dengan apa yang sedang terjadi kepadanya.
“Sialan kau Orang tua...! mengapa kamu tidak menyembuhkan tangan kananku!” teriaknya keatas kearah langit.
Suara menggema dari teriakannya, mulai memenuhi hutan yang sebelumnya hanya terdengar suara kicauan burung. Tetapi saat dia berteriak, ternyata dirinya tidak mendapatkan jawaban apapun dan membuatnya sedikit kesal.
“Hah... aku tahu kamu tidak ingin ikut campur dengan nasibku, tetapi setidaknya tumbuhkanlah kembali tanganku” gumam pria itu sedikit emosi.
Ya, pria itu merupakan Zen yang saat ini jiwanya telah bersatu kembali dengan tubuhnya yang semestinya. Saat ini jiwanya sudah berpindah kedalam tubuh seorang pria bernama Zen Heilight, walaupun sebenarnya ini merupakan tubuh aslinya.
“Cih... lalu bagaimana dengan sistem yang kuminta sebelumnya!” teriak Zen kembali.
Memang atas kopensasi dirinya saat melalui kehidupan yang tragis, pria tua atau yang bisa dibilang Kakeknya memberikannya sebuah permintaan. Tetapi saat Zen meminta sesuatu yang membuatnya sangat kuat, ide itu langsung ditolak Kakeknya.
“Kekuatan harus digapai bukan diberikan sebagai hadiah”
Begitulah kalimat bijak yang dilontarkan Kakeknya yang membuat Zen mengejeknya. Tetapi Zen berhasil meminta sesuatu yaitu Sistem. Tetapi anehnya, sekarang dia tidak tahu cara mengaktifkan atau melakukan sesuatu dengan apa yang dimintanya itu.
“System?”
“Halo...”
“Kamu mendengarku?”
“Status”
“Parameter”
“Skill”
Semua kata sudah Zen sebutkan untuk mencoba mengaktifkan sistemnya. Tetapi sampai saat ini, dirinya tetap saja tidak berhasil memanggil sistem yang dia minta sebelumnya kepada Kakeknya.
“Cih apa yang sebenarnya terjadi? Apakah dia lupa memberikannya kepadaku?” kata Zen yang kebingungan saat ini, karena sistem yang sedari tadi dicarinya tidak kunjung muncul.
Tetapi saat dia hendak menaruh sebelah tangannya yang tersisa kedalam kantong celananya, dia menyadari ada sesuatu didalam kantong celananya. Zen dengan cepat mengambil benda itu, dan bisa terlihat sebuah benda pipih yang akrab ada digenggamannya saat ini.
“Smartphone?” gumam Zen setelah melihat benda yang baru saja dia keluarkan dari kantong celananya itu.
Tetapi sebelum dia memeriksa isi ponselnya, dia terkejut dengan suara gemerisik semak – semak yang berada didekatnya. Perlahan dia mulai menoleh asal suara itu dan terkejut melihat beberapa serigala menatapnya dengan tatapan predator yang sedang menemukan mangsanya.
“Sial!” kata Zen lalu memasukan ponselnya dan bergegas berlari dari sana.
Melihat mangsanya kabur, para serigala yang berjumlah tiga ekor itu mulai mengejarnya. Tentu saja kecepatan mereka telihat berbeda, apalagi Zen masih menyesuaikan keseimbangan tubuhnya karena dia harus berlari tanpa tangan kanannya.
“Sial, sulit mengatur keseimbangan saat salah satu tanganku menghilang” kata Zen, yang berusaha untuk terus berlari dari kejaran para serigala yang sedang mengejarnya.
Tiga ekor serigala itu semakin mendekat kearahnya, dan membuat Zen memutuskan untuk melompat dan berlari melewati pepohonan agar para serigala itu berhasil dia kecoh. Tetapi tetap saja hal itu tidak membuahkan hasil, setelah seekor serigala berhasil mencakar bahunya.
“******!!” makinya dan Zen mulai berguling didataran yang menurun setelah mendapatkan cakaran pada bahunya.
Perlahan Zen mendengar suara gemericik air yang deras berada didekat tempatnya berada. Mendengar itu, dia tanpa pikir panjang langsung beranjak dan tidak memperdulikan rasa sakit yang dirasakannya dan terus berlari.
Serigala yang mengejar Zen tentu saja terus mengejarnya, tetapi sepertinya dewi keberuntungan masih memihak kepada Zen, karena dia melihat sebuah sungai yang deras tepat berada didepannya.
Tanpa pikir panjang, Zen langsung melompat kearah sungai yang jernih itu dan menenggelamkan dirinya, walaupun beberapa saat kemudian kepalanya mulai muncul dipermukaan sungai yang sedang mengalir dengan deras itu.
“Tunggu balasanku para serigala brengsek, akan kucari kalian dan membunuh kalian satu persatu” teriak Zen emosi, yang saat ini tubuhnya sudah terbawa arus.
Setelah melihat para serigala itu tidak lagi mengejarnya, karena Zen memasuki sungai yang deras dan terbawa arus, Zen mulai bernafas lega. Tetapi saat dia mencoba bersantai, pandangan ujung sungai dimana dirinya berada sepertinya terlihat semakin mendekat.
“Tunggu, apakah itu ujungnya?” kata Zen saat melihat terusan dari sungai itu sudah tidak terlihat.
“Bukankah itu berarti aku mengarah menuju air terjun?” gumam Zen kemudian.
Dengan keadaan panik, Zen menggunakan setiap kekuatan yang dimilikinya untuk berenang, setidaknya ketepian dari sungai yang dimana saat ini dia sedang mengikuti arusnya. Tetapi sama seperti berlari, saat berenang menggunakan satu tangan itu sangatlah sulit.
“Sial... apakah kutukan nama Zen masih akan berlanjut” kata Zen saat dirinya saat ini sudah mendekat pada ujung sungai.
Melihat permukaannya yang sepertinya mulai habis, Zen bisa melihat sebuah jurang dimana sungai itu mengalir mengarah kesebuah air terjun. Zen tidak habis akal saat dirinya sampai diujungnya, karena dia berhasil menggapai sebuah batu.
Tetapi arus yang kuat, perlahan mulai mengikis kekuatan tangannya dan membuatnya perlahan melepaskan sedikit demi sedikit pegangannya dari batu tersebut. Zen sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi sepertinya nasibnya kurang mujur dan menyebabkan pegangannya terlepas.
“AHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh~~~~~”
Dan begitulah suara teriakan Zen yang awalanya keras, hingga suaranya mulai memelan seakan menghilang saat dirinya terjatuh kebawah air terjun yang mengalir deras ditempat itu.
“Byuuuurrrrrr~”
Dan suara sesuatu terjatuh kedalam air, akhirnya mengakhiri teriakan yang hampir tidak terdengar itu.
.
.
Sesuatu yang baru saja terjatuh dari atas air terjun pada tempat ini, mulai tenggelam cukup lama setelah terjatuh. Hingga akhirnya, sebuah kepala mulai muncul pada permukaan sebuah aliran air dibawah air terjun itu.
“Hah... Hah... Hah....” terdengar suara helaan nafas dari seorang pria yang masih mencoba menenangkan diri, saat mengalami sesuatu yang sangat ekstrim yang dia alami sebelumnya.
“Aku masih hidup?” kata pria itu yang merupakan Zen, yang langsung memeriksa sekujur tubuhnya dengan menggunakan tangannya yang masih menempel pada tubuhnya secara detail.
“AKU MASIH HIDUP!!!!!” teriaknya gembira saat memastikan dirinya baik – baik saja.
Arus pelan mulai membawanya ketepian, dimana dirinya mengambang saat ini. Menggunakan tehnik berenang satu tangannya, dia mulai mendekatkan dirinya ketepian yang dia tuju. Setelah berhasil mencapainya, perlahan Zen mulai merangkak mengeluarkan seluruh tubuhnya dari dalam permukaan air, tempatnya berenang sebelumnya.
Setelah memastikan seluruh tubuhnya keluar dari air, Zen mulai membaringkan tubuhnya menghadap keatas dan mulai menenangkan dirinya saat ini.
“Aku tidak tahu ini merupakan kesialan atau keberuntungan” gumam Zen saat mengingat situasi yang baru saja dia alami.
“Tunggu... smartphoneku” kata Zen panik, setelah mengingat benda itu dia masukan kedalam saku celananya sebelumnya.
Perlahan Zen mulai merogoh saku celananya dan mengeluarkan benda yang merupakan smartphone, yang berada disaku celananya dan melihatnya apakah masih berfungsi atau tidak.
“Tunggu, benda ini anti air?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments