Kotor, lusuh, bau, berantakan dan sebagainya, bisa dilihat dari seorang pria, yang saat ini dirinya sedang diikat sambil berjongkok disebuah tiang ditengah sebuah ruangan, dimana ruangan ini menjadi tempat untuk memutuskan nasibnya.
“Aku ingatkan sekali lagi tuan Zen, mata anda sudah dikutuk oleh mata kutukan, jadi jika anda ingin mata itu terlepas dari mata anda, sebaiknya anda mengaku atas perbuatan anda” jawab pria berjubah hitam setelah selesai memasangkan sebuah mata kutukan kepada Zen.
“Lalu.. Apa pembelaan anda Tuan Zen?” tanya seseorang dari pihak kerajaan Enex, yang bertugas memimpin persidangan yang sedang dijalani oleh Zen atas kasus yang menjeratnya.
“A-Aku tidak melakukannya” jawab Zen lemah, karena memang keadaannya sangat memprihatinkan jika dilihat.
Semua penduduk yang hadir dipersidangan itu, maupun yang sedang menonton secara live melalui sebuah benda sihir, mulai mencemooh Zen setelah mendengar jawabannya itu. Karena semua bukti yang dimiliki persidangan ini jelas mengatakan Zen merupakan orang yang bersalah.
Bukan hanya itu, Aghni juga menatap Zen dengan jijik, diikuti oleh Raja kerajaan ini yang sangat emosi setelah mendengar perbuatannya. Hanya Permaisuri dan adik dari Aghni yang mengikuti sidang ini dengan tenang.
Mereka berdua merupakan orang yang sedikit tidak percaya dengan perlakukan Zen, karena dirinya saat tinggal bersama mereka diistana kerajaan Enex, tidak menunjukan gelagat yang mempunyai tabiat seperti yang sedang dituduhkan kepadanya dalam persidangan ini.
“Tenanglah!” teriak orang yang mengadili Zen, karena suasana persidangan ini mulai berisik.
Disisi lain, seorang yang merencanakan ini semua hanya tersenyum licik karena awal rencananya mulai berhasil. Dia hanya harus tetap tenang dan berfokus dengan tahap selanjutnya dari rencananya.
Sedangkan disisi lain, Richard sang pahlawan juga termakan emosi dengan perlakuan dari Zen. Hal ini karena pertama rencananya gagal, dan kedua tunangannya tidak seharusnya menjadi korban dari rencananya, malah ikut terseret didalamnya.
“Sial... padahal aku belum melakukannya bersama Kelly” gumam Richard yang masih emosi dengan perlakuan Zen kepada tunangannya. Tetapi yang dia tidak tahu, skema yang dia lakukan itu, mungkin saja akan membuatnya mati.
“Tetapi bisahkan kamu menjelaskan tentang ini?” kata hakim kepada Zen.
Lalu sebuah bola kristal mulai bercahaya dan memunculkan visi layar, dimana saat ini sebuah potongan video, dimana Zen membopong Kelly seperti karung beras pada bahunya dan sedang menuju sebuah kamar, bisa terlihat dengan jelas.
“Bisakah kamu menjelaskan apa yang terlihat dari Record Gem ini, tuan Zen?” tanya hakim itu sekali lagi.
“Sudah kubilang aku tidak melakukan semua yang kalian tuduhkan” kata Zen, yang sedikit frustasi karena perkataannya tidak satukalipun dipercayai.
“Baiklah, karena tingkat kejahatannya termasuk serius dan dimana pelaku tidak mau mengaku, pihak kehakiman kerajaan Enex memutuskan menggunakan jiwa dewa kematian, untuk memperjelas situasi dalam kasus ini” kata hakim yang memimpin persidangan tersebut.
Dengan dipanggilnya jiwa dewa kematian, semua penonton mulai bersorak, karena dipastikan Zen tidak bisa berbohong atau mengelak lagi, menutupi kejahatan keji yang dia lakukan.
Seseorang yang memakai jubah hitam mulai memasuki aula sidang tersebut. Perlahan dia sudah berada dibelakang Zen. Lalu dia mengeluarkan sebuah belati dan mulai melukai sedikit bagian tengkuk dari Zen.
Perlahan darah mulai keluar dari bagian tengkuk Zen, dan pria berjubah itu mulai menekan luka Zen dengan ibu jarinya dan menariknya kebawah sehingga membuat sebuah garis darah pada tengkuk dari Zen.
“Dengan ini aku memanggil sang jiwa dewa kematian, untuk menjadi mata yang akan memperlihatkan kebenaran” kata pria berjubah itu.
Bayangan hitam mulai membentuk sebuah siluet menyeramkan. Tubuh Zen yang sebelumnya terikat ditiang, tiba – tiba saja mulai terbebas dari ikatan yang mengikatnya, tetapi tubuhnya mulai melayang diamana sebuah rantai hitam mulai melilitnya, dengan tangannya yang membentang.
Dengan sabit mahluk tersebut yang sudah berada diatas lengan tangan kanan Zen, akhirnya pria berjubah itu telah menyelesaikan tugasnya dan beranjak dari sana.
“Jadi tuan Zen, anda tahu bahwa dihadapan sang jiwa dewa kematian, kamu tidak boleh berbohong jika tidak ingin salah satu bagian tubuh anda menghilang dari tubuh anda bukan?” kata hakim tersebut, yang memperingatkan Zen tentang apa yang sedang dia hadapi saat ini.
Disisi Zen saat ini dia sudah mulai pasrah, karena kehidupannya selama ini tidaklah berjalan mulus. Mulai dari ketidakadilan yang dia terima dikeluarganya karena tidak mempunyai elemen cahaya. Dan sekarang menjadi korban skema dari seseorang.
“Baiklah, aku akan bertanya sekali lagi. Apakah anda menjebak nona Kelly menggunakan obat tidur agar dapat memperkosanya?” kata Hakim tersebut tegas.
“Sudah mengaku saja!” teriak salah satu dari hadirin yang berada disana.
“Iya ngaku saja” teriak salah satu orang kembali.
Semua orang mulai berteriak kepada Zen dan membuat persidangan itu kembali ricuh dengan suara berbagai teriakan.
“Sudah kubilang tenang!” teriak hakim persidangan sekali lagi, yang melihat keadaan mulai ricuh.
Namun saat keadaan tenang, terdengar suara tawa yang keluar dari seseorang yang saat ini sedang melayang, dimana jiwa dewa kematian berada dibelakangnya saat ini. Semua orang mulai memperhatikan pria yang sedang tertawa itu dengan tatapan aneh.
“Mengaku? Kalian ingin aku mengaku?” kata Zen setelah dia menghentikan tawanya.
“Apa yang kalian ingin aku akui?” tanya Zen kemudian, dan mulai menatap semua orang yang berada disana.
“Tentu saja kesalahanmu!” teriak salah satu hadirin yang berada disana.
Keadaan mulai kembali ricuh, namun ditengah teriakan – teriakan orang diaula itu, sebuah suara tawa mulai kembali terdengar, dan berasal dari orang yang sama dan membuat keadaan kembali sunyi.
“Lalu bagaimana denganmu Aghni.. ah tidak.. Tuan Putri Aghni, apa yang anda ingin aku akui?” kata Zen kemudian menatap mantan tunangannya itu.
“Tentu saja mengakui perbuatanmu yang hina itu, brengsek” kata Aghni dengan menunjukan raut wajah yang jijik menatap Zen.
“Ah begitu...” jawab Zen singkat.
Keadaan kembali sunyi, karena Zen saat ini mulai menunduk, dimana bisa terlihat air matanya mulai keluar dari matanya dan mengalir melalui pipinya, dan terjatuh tepat dilantai dimana dirinya sedang melayang saat ini.
Kehilangan semangat untuk hidup, itulah yang bisa dikatakan atas kondisinya saat ini. Seluruh hidupnya hancur, bahkan tidak ada seorangpun yang bersimpati kepadanya, bahkan dari orang yang sangat dicintainya.
Namun, pintu ruangan persidangan itu mulai terbuka dan memunculkan sesosok wanita. Dia ingin meluruskan apa yang sedang terjadi, tetapi semuanya terlambat saat Zen mulai menatap hakim dipersidangan ini dengan tatapan kebencian.
“Ya.. aku pria yang memberikan obat tidur untuk Nona Kelly dan mempekosanya”
Dengan perkataan itu, semua orang yang berada disana mulai tersenyum mengejek, karena menurut mereka akhirnya Zen mulai mengakui perbuatannya. Namun apa yang terjadi selanjutnya, membuat semua orang yang berada disana bungkam.
Sabit dari Jiwa dewa kematian dengan cepat menebas tangan kanan dari Zen dan memutuskannya, menandakan apa yang dikatakan Zen adalah kebohongan, dan diikuti oleh suara benda terjatuh mulai terdengar dari aula yang sunyi itu.
“Ahhhhhhh...........!”
Sebuah teriakan kesakitan mulai terdengar ditempat itu, dari pria yang tangannya mulai terputus dari tubuhnya. Dengan demikian, bayangan dibelakangnya perlahan mulai menghilang dan menyebabkan pria yang sebelumnya melayang itu mulai terjatuh.
Darah mulai keluar dari tubuh Zen dan mulai membanjiri tempat dimana dia terjatuh, namun disisi lain seorang pria yang merencanakan ini semua hanya tersenyum karena rencananya berhasil saat ini.
“Tidak kusangka akan menjadi seperti ini, tetapi sudahlah yang penting tahta kerajaan ini akan menjadi miliku”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments