Dengan perlahan, Zen menaruh kembali gelas yang dia pegang, setelah selesai meminum sedikit isi dari dalamnya. Dengan senyum yang masih terpampang diwajah tampannya, dia mulai menatap kedua wanita didepannya yang saat ini sedang menatapnya penasaran.
“Kalian ingin mendengar kisahku?” tanya Zen, sambil bergantian menatap kedua wanita yang berada didepannya.
“Tentu saja” kata Kakaknya Irene dan anggukan malu – malu dari Vero.
“Hm... Baiklah” kata Zen sambil meminum kembali minumannya dan mulai mencondongkan tubuhnya, lalu bersiap menceritakan kisahnya.
“Ini dimulai saat....”
-----------------
Sesak, itulah yang sedang dirasakan seorang remaja, saat tubuhnya diterpa oleh berbagai tekanan ombak yang mendekati dirinya. Dengan tekanan air yang kuat akibat ombak yang menerjang, membuat pria itu akhirnya memuntahkan angin yang dia tahan sedari tadi dari paru – parunya.
“Apakah aku akan kembali mati?” gumam pria tersebut, hingga akhirnya tekanan air yang dirasakannya semakin menekan tubuhnya, hingga dia merasa tidak kuat untuk menahannya.
Dan begitulah akhir dari remaja malang itu, dimana mata yang tadi menunjukan tekad untuk bertahan, akhirnya digantikan dengan tatapan kosong tak bernyawa, mengikuti dirinya yang sudah dipastikan tidak bernyawa.
Tubuhnya yang tidak bernyawa perlahan mengapung kepermukaan, dimana tidak jauh dari sana, kapal yang ditumpanginya tadi sudah melaju meninggalkan tempat itu, seakan tidak menghiraukan tubuhnya yang tidak bernyawa disana.
Cahaya matahari yang muncul mulai menyinari tubuhnya yang sudah memucat, dan sebuah bayangan dari sebuah bangunan tower yang menjulang keatas, mulai menghalangi cahaya matahari yang menerpa tubuh itu sedikit demi sedikit.
“Tidak kusangka akhir yang seperti ini yang kau dapat” Dan begitulah sebuah suara muncul didekat tubuh tak bernyawa itu.
“Hahh... Dasar dewa biadab, berperang didunia yang rendah dan membuat bencana yang tidak seharusnya” kata suara itu lagi, sambil menatap bangunan yang dikenal sebagai dungeon yang tidak jauh dari sana.
“Sudahlah, lebih baik aku menyelamatkan cucuku terlebih dahulu” kata pria tersebut, sambil menggunakan kekuatannya, untuk mengangkat tubuh pemuda tidak bernyawa itu dan langsung menghilang dari sana.
---------------
Sebuah cahaya mulai mengganggu seorang pria, yang saat ini terlelap pada sebuah kasur yang sangat empuk. Perlahan tapi pasti, kelompak matanya mulai terbuka dan menyesuaikan penglihatannya dengan pencahayaan diruang tersebut.
Putih, begitulah warna yang pertama kali ditangkap oleh mata pria tersebut, dimana tempat yang dia lihat saat ini semuanya berwarna putih. Dengan nyawanya yang belum terkumpul sepenuhnya, pria tersebut perlahan mulai bangkit untuk duduk dari tempat tidurnya dan mulai meregangkan sedikit tubuhnya.
“Apakah kamu sudah bangun?” Namun kegiatan pria berusia remaja itu langsung terhenti, setelah dia mendengar sebuah suara yang mencoba menegurnya.
Dengan panik, pria tersebut melihat sekeliling dan menemukan sesosok pria yang bisa dikatakan sudah berumur, sedang menatapnya sambil tersenyum. Tentu saja remaja itu mengenal pria paru baya tersebut, karena dia pernah bertemu dengannya.
“B-Bukannya kamu yang kutemui saat aku meninggal dahulu?” kata remaja itu, mencoba memastikan kembali, bahwa apa yang dia lihat adalah orang yang dia pikirkan.
“Ah.. kamu masih mengingatku ternyata” kata pria itu, lalu memunculkan sebuah kursi berwarna putih dari kehampaan, dan meletaknya tepat disebelah tempat tidur yang ditiduri oleh pria yang baru saja sadar tadi, lalu mendudukinya.
“S-Siapa sebenarnya a-anda tuan?” tanya remaja itu yang mencoba sesopan mungkin, karena mengira dirinya tertidur dirumah orang asing.
“Siapa aku ya....” gumam pria tersebut, karena sebenarnya dia juga bingung menjelaskan dirinya kepada remaja didepannya, tentang siapa sebenarnya dirinya.
“Hm... Bisa dibilang aku yang menciptakan alam semesta yang luas ini” kata pria paru baya itu, dengan nada yang terdengar sangat bangga dengan apa yang dia lakukan.
“Hal bodoh apa yang sebenarnya kau katakan?” kata remaja itu, melalui raut wajahnya saat ini, setelah mendengar perkataan pria yang duduk disampingnya itu.
Saat ini, memang remaja itu belum memahami sepenuhnya tentang apa yang terjadi kepadanya, seakan seluruh nyawanya belum terkumpul dan masih mencoba merasionalkan pikirannya saat ini. Hingga akhirnya dia tersadar bahwa dirinya terjatuh kedalam laut sebelumnya.
“T-Tunggu... bukankah aku terjatuh kelaut, mengapa aku berada disini?” gumam remaja itu, yang akhirnya menyadari kejadian yang dia alami sebelumnya.
Dengan perlahan, dia mulai kembali menatap pria paru baya disebelahnya dan dia hanya melihat bahwa pria yang diatatapnya itu, sedang tersenyum hangat kepadanya.
“A-Apakah anda malaikat maut tuan?” kata pria muda itu.
Memang dalam kehidupan pertamanya, remaja itu pernah bertemu pria paru baya ini saat dia meninggal, dan sekarang dia bertemunya kembali. Jadi kesimpulannya, jika dia benar mati saat ini, berarti pria disampingnya merupakan malaikat maut yang menantinya saat dirinya sudah meninggal.
“Panggilan yang tidak buruk” balas pria paru baya itu, yang cukup puas dengan panggilan dari remaja yang dia selamatkan tadi.
“J-Jadi apakah aku sudah mati kembali?” tanya remaja itu, yang mencoba memastikan keadaannya.
“Kamu tidak pernah mati”
--------------------
Zen saat ini sudah duduk bersila dan sedang disuguhi dengan secangkir teh didepannya. Dia saat ini mencoba mencerna apa yang sedang terjadi, dan tidak memperhatikan pria didepannya yang sudah menyajikan sepiring kue, setelah selesai menuangkannya secangkir teh.
“Cobalah, mumpung masih hangat” kata pria tua didepannya.
“Maafkan aku malaikat maut, tetapi apa mahsutmu bahwa aku tidak pernah mati?” tanya Zen, yang mencoba menggali informasi tentang keadaannya.
“Karena kamu tidak pernah mati, mengapa kamu menganggap dirimu sudah mati?” balas pria paru baya itu kemudian.
“Lalu, apa mahsutnya dengan pencipta alam semesta yang luas ini?” tanya Zen, yang mengulang perkataan pria paru baya didepannya tadi.
“Ya karena aku yang menciptakannya” jawabnya singkat.
Mendengar itu, Zen sedikit kesal dibuatnya. Karena sedari tadi pertanyaannya hanya dijawab singkat dan tidak menjelaskan situasi yang dia alami sedari tadi. Dengan helaan nafasnya, akhirnya Zen mencoba untuk tenang dan mencoba bertanya sekali lagi.
“Lalu tuan malaikat maut, sekarang aku akan pergi ke surga atau neraka?” tanya Zen dengan menahan kekesalannya.
“Mengapa kamu ingin kesana? Bukankah kamu belum mati kataku?” tanya pria itu kembali.
“Lalu apa yang sebenarnya terjadi kepadaku?” balas Zen kemudian, yang mulai meninggikan suaranya.
“Tenanglah, aku akan menjelaskannya. Tetapi minumlah tehmu terlebih dahulu, sebelum tehmu itu dingin” kata pria didepannya dengan ramah, sambil meminum tehnya.
Melihat pertanyaannya belum dijawab, Zen yang melihat pria didepannya mulai meminum tehnya, mulai menghela nafasnya lalu melihat cangkir teh didepannya. Dengan perlahan, dia mulai mengambilnya dan mulai meminumnya isinya.
Tetapi saat ujung lidahnya merasakan cairan yang dia minum itu, betapa terkejutnya dirinya saat merasakan rasanya, karena rasa dari teh yang diminumnya sangatlah enak. Walaupun terkesan tidak normal, Zen langsung meneguk habis teh yang ada dicangkirnya itu, karena dia baru pertama kali meminum teh seenak itu.
“Bagaimana enak bukan?” kata pria didepannya kembali, sambil menuangkan lagi teh kedalam cangkir dari Zen.
“Y-Ya, ini sangat enak tuan” jawab Zen, yang masih bingung mengapa teh yang diminumnya akan seenak itu.
“Panggil aku Kakek” kata pria itu sambil menaruh teko yang dipegangnya, setelah dia selesai mengisi cangkir dari Zen.
“K-Kakek?” kata Zen bingung.
“Ya karena mulai hari ini, kamu merupakan cucuku”
---------------
“Jadi, kamu merupakan pangeran terbuang, disebuah kerajaan dari dunia yang berbeda dari dunia ini?” tanya Irene, setelah mendengar sedikit penjelasan dari adiknya Zen yang berada dihadapannya.
“Bisa dibilang seperti itu” kata Zen, yang mengubah sedikit ceritanya, termasuk tentang pertemuannya dengan Kakeknya dulu.
“M-Mahsutmu kamu bukan dari dunia ini?” tanya Vero kemudian.
Zen hanya mengangguk mendengar pertanyaan dari Vero, sambil meminum kembali minuman yang berada didepannya.
“L-Lalu bagaimana dengan keluargamu dulu? Apakah mereka jug-”
“Mereka bukan orang tua kandungku, mereka hanya mengadopsiku” kata Zen memotong perkataan Kakaknya Irene dengan sebuah kebohongan.
Zen saat ini sebisa mungkin menyembunyikan identitasnya, yang merupakan cucu dari penguasa dari semesta ini, karena Kakeknya yang menyebalkan itu, menyuruhnya seperti itu. Sehinga mau tidak mau dia melakukannya.
“Lalu bagaimana kelanjutan ceritamu?” tanya Irene, yang ingin mendengar kelanjutan dari cerita perjalanan Adiknya.
“Oke, selanjutnya.....”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Anony
ikut komen
2021-10-12
0
Kinnn
next
2021-10-12
2
Hames
niceee...
lanjut thor
2021-10-10
2