Suasana didalam sebuah mobil yang sedang melaju membawa beberapa orang, bisa terbilang sangat hangat. Saat ini, Zen sudah bersama kedua orang tua angkatnya dan bersama Kakaknya Irene sedang menuju kearah sekolah dimana Zen menuntut ilmu.
Hari ini merupakan hari keberangkatan Zen untuk mengikuti karya wisata dari sekolahnya, sehingga keluarga dari Irene memutuskan untuk mengantarkan Zen menuju sekolah tempatnya menuntut ilmu, karena semua murid yang akan mengikuti karya wisata akan berangkat dari sana menuju ketujuan mereka.
“Ingat untuk beli oleh – oleh untukku Zen” kata seorang wanita yang berada disebelahnya, walaupun dirinya merasa sedikit prihatin dengan keadaan Zen.
Irene sangat mengerti dengan keadaan Zen yang sering dibulli, bahkan dia tahu Vero meninggalkannya. Namun karena permintaan Zen untuk tidak memberi tahukan kepada orang tuanya, akhirnya dia hanya bisa mengikuti perkataan adiknya itu.
“Baiklah Kak” jawab Zen sambil tersenyum.
“Ya.. dan jangan lupa punya Mama juga” kata Ibu dari Irene yang menyauti percakapan mereka berdua.
Memang, sepertinya didunia ini hanya merekalah yang selalu bersikap sangat baik kepada Zen. Bahkan Zen selalu memangil mereka dengan sebutan Mama atau Papa, terlepas mereka bukan orang tua kandungnya.
“Yang terpenting kamu bersenang senang disana Zen. Untuk urusan oleh – oleh, belilah saat kamu benar – benar senggang.” Kata Ayah dari Irene dari balik bangku kemudi mobilnya.
Dan begitulah kehangatan yang terjadi didalam mobil yang sedang melaju itu. Tetapi yang mereka tidak tahu, mungkin momen ini merupakan momen terakhir mereka bisa seperti ini bersama – sama.
-----------
Saat ini Zen sudah berada disebuah kapal feri, yang akan mengantarkan dirinya bersama teman sekolahnya menyebrang kesebuah pulau diseberang lautan, dimana mereka akan menjalani karya wisata mereka disana.
“Lihatlah siapa yang berada disini...” kata seorang pria yang selalu mengganggu Zen, dan saat ini sedang mencoba mengganggunya lagi.
Zen memang saat ini sebisa mungkin menjauh dari segerombolan para murid sekolahnya, karena dia tidak mau mendengar hinaan yang terus dia terima. Bahkan saat perjalanan menaiki Bus sebelum naik kekapal ini, dia bisa mendengar hinaan yang terus dilontarkan kepadanya.
“Bisakah kamu meninggalkanku sendiri Frank?” tanya Zen yang sebenarnya sudah mulai muak dengan sikap pria didepannya itu.
“Kenapa? aku ingin berada disini, apakah kamu keberatan?” kata Frank sambil menunjukan raut wajah intimidasinya.
Mendengar itu, Zen tidak menjawab perkataan dari pria yang mencoba mengganggunya itu, dan mencoba beranjak dari sana. Namun tiba – tiba saja, bahunya ditahan oleh lengan berotot dari Frank karena dia belum puas untuk mengganggu Zen.
“Siapa bilang kamu boleh pergi?” kata Frank yang sudah menghalangi Zen untuk beranjak dari sana.
Zen sudah sangat kesal, namun sebisa mungkin dia menahan dirinya, dikarenakan memang dia tidak sepadan untuk berhadapan dengan Frank yang badannya cukup besar, jika dibandingkan dengan Zen yang berperawakan sangat lemah.
Namun rangkulan Frank tiba – tiba saja terlepas, setelah melihat seorang yang datang kearah mereka saat ini.
“Lihatlah siapa yang datang, kalau bukan kekasihku Angel” kata Frank sambil melirik kearah orang yang baru saja mendekat kearah mereka itu.
Melihat tangan Frank sudah terlepas darinya, Zen sebisa mungkin ingin beranjak dari sana. Memang Frank ingin menahan Zen sekali lagi, namun dia menghentikan tindakannya itu, setelah melihat kekasihnya terlihat sangat marah kepadanya.
“Sudah kubilang aku menunggumu di restoran, mengapa kamu belum datang?!” kata Vero kepada kekasihnya dengan nada yang cukup geram.
Memanfaatkan kejadian tersebut, Zen akhirnya berhasil meingggalkan sepasang kekasih yang sedang beradu argumen itu. Zen tidak ingin ikut campur, dan langsung menghilang dari pandangan kedua orang yang sedang berselisih itu dan menjauh dari sana.
Tetapi, kejadian dimana Zen dirundung oleh Frank, terus berlanjut walaupun Frank tidak berada didekatnya. Bukan hanya Frank saja yang senang membulli Zen, tetapi beberapa murid sekolahnya yang jijik melihat penampilannya yang cacat ikut membullinya. Bahkan beberapa orang mencoba memalaknya karena mereka tahu Zen merupakan orang kaya.
Setelah berusaha menjauh dari para pengganggunya, Zen dengan perasaan kesal akhirnya menuju kepinggiran kapal sambil meratapi langit yang mendung dimana langit itu seakan bersimpati dengan keadaannya saat ini. Tetapi saat sedang asik meratap, dia mendengar suara tangisan didekat area dia berada.
“Siapa yang sedang menangis?” gumam Zen sambil melirik area sekelilingnya. Memang karena cuaca yang mendung, daerah terbuka tempatnya berdiri sangat sepi, bahkan saat ini dia berada ditempat ini seorang diri.
Akhirnya Zen mulai beranjak dari sana dan mencoba menelusuri asal suara tangisan yang didengarnya itu. Namun yang dia tidak sangka, tangisan itu berasal dari orang yang sangat dia kenal, yang saat ini sedang berada ditepian kapal dan sedang bersandar pada pagarnya.
Zen sebenarnya cukup canggung untuk menyapanya, jadi dia mulai membalikan badannya dan mulai beranjak dari sana meninggalkan wanita yang sedang menangis itu sendiri. Namun sialnya, tindakannya itu sudah terlanjur dilihat oleh orang yang sedang menangis ditempat itu.
“B-Bagaimana kabarmu Z-Zen?” begitulah suara cangung dan pelan keluar dari mulut wanita itu, dan membuat langkah Zen berhenti.
Mendengar itu, Zen mulai kembali membalikan badannya, dan melihat wanita yang dikenalnya itu mulai menghapuskan air mata yang tumpah dari matanya dan mencoba tersenyum kepada Zen, setelah melihat Zen mulai merespon panggilannya dengan mulai menengok kearah dirinya yang masih mencoba menghapus sisa - sisa air mata yang menempel dipipinya.
“K-Kabarku baik – baik saja V-Vero” balas Zen yang juga cangung, karena sudah cukup lama dirinya tidak berbincang dengan teman masa kecilnya itu.
Namun perkataan Zen itu, membuat suasana ditempat itu mulai sepi, karena diantara mereka berdua, mereka tidak tahu harus mengatakan atau membicarakan tentang apa karena mereka berdua masih terlihat sangat canggung.
“Z-Zen”
"V-Vero"
Akhirnya mereka berhasil mengucapkan sesuatu, namun karena perkataan mereka saling beradu, akhirnya keadaan hening kembali terjadi. Melihat itu, Zen memutuskan untuk mempersilahkan Vero untuk berbicara terlebih dahulu.
Tetapi sebelum Zen melakukannya, sebuah petir menyambar pada sebuah tempat yang tidak jauh dari keberadaan kapal yang ditumpangi oleh Zen dan teman - teman sekolahnya.
Setelah suara sambaran petir itu menghilang, butiran air mulai turun dari langit yang mendung dan mulai membasahi area dibawahnya. Melihat itu, Zen dan Vero hendak beranjak dari sana untuk mencari tempat berteduh, namun tiba – tiba saja gelombang laut yang keras langsung menghantam kearah kapal yang mereka tumpangi.
“Ahhh....” teriak Vero.
Akibat ombak besar yang secara tiba - tiba menghantam lambung kapal yang ditumpangi Zen, membuat kapal itu mengalami goncangan yang sangat besar. Naasnya, Vero yang sedari tadi bersandar dipagar kapal, mulai terjungkir kebelakang dan akan terjatuh kebawah laut yang luas karena goncangan tersebut.
Untung saja, Zen dengan sigap menangkap tangan dari Vero dan mencoba menahannya. Dengan fisik lemahnya, Zen berusaha sekuat tenaga untuk membantu Vero untuk naik. Dan usaha mereka akhirnya berhasil setelah Vero berhasil memegang pagar kapal, walaupun masih bergelantungan dipinggirnya.
“Hahh... Hahh... Hahh....” nafas Zen tidak beraturan karena dia sudah menggunakan semua kekuatan yang dimilikinya untuk menarik Vero menggapai pagar kapal.
Vero berusaha untuk memanjat sendiri untuk naik kembali kepinggiran kapal, namun naasnya gelombang kedua kembali menerjang, dan kali ini membuat Zen yang tergelincir. Tetapi saat itu juga, Vero menangkap tangan dari Zen, yang saat ini hampir terjatuh kedalam laut yang mengamuk.
"Ah... sial!" kata Zen yang saat ini melihat seorang wanita berusaha menyelamatkan nyawanya dengan meraih tangannya, walaupun wanita itu masih memegang pagar kapal, agar dirinya tidak terjatuh.
“Cepatlah raih pagar disebelahku Zen!” kata Vero sambil menarik Zen sekuat tenaga.
Zen yang tidak ingin mati, tentu saja mencoba meraih pagar kapal diatasnya. Namun naasnya, gelombang ketiga mulai menerjang kapal itu kembali dan membuat goncangan yang besar. Akibat goncangan tersebut, pegangan tangan dari Vero yang menggenggam pagar kapal mulai melemah.
Tentu saja hal tersebut tidak luput dari penglihatan Zen. Mau tidak mau, Zen harus memutuskan sesuatu untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dia hadapi ini.
“Lepaskanlah aku Vero”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Anony
jejak dulu
2021-10-08
1
Kinnn
ikut komen
2021-10-08
1
Hames
lanjutkan thor...
semangat updatenya
2021-10-08
0