Kehidupan Aneh Yang Kujalani
Suara sebuah benda menggelinding mulai terdengar pada dataran yang permukaannya dialiri cairan berwarna merah. Ditempat itu, seorang pria yang menggenggam sebuah pedang, baru saja selesai menebas monster terakhir yang dia lawan.
Benda yang sedang menggelinding tersebut merupakan kepala goblin yang sudah terlepas dari tubuhnya, dimana saat ini pria tersebut hanya menatap kejadian yang baru saja dia lakukan itu dengan tenang.
“Untung aku tepat waktu” gumam seorang pria yang membawa sebuah pedang, sambil menatap tubuh monster terakhir yang dibunuh olehnya mulai tergeletak di tanah tak bernyawa.
Pria itu berdiri dengan latar cuaca yang sangat cocok menggambarkan bencana yang terjadi ditempat ini tadi, seperti awan yang berwarna abu – abu menutupi seluruh bagian langit yang biru diatasnya dan dataran yang dipijaknya sangat basah.
Tetapi bukanlah hujan yang membasahi dataran ini, melainkan aliran darah dari beragam monster yang sudah tidak bernyawa mulai mengalir dan mewarnai dataran disekitar pria itu berpijak menjadi berwarna merah.
Pria yang memegang sebuah pedang itu, masih berdiri dengan tenang dengan tatapannya saat ini sedang menatap sebuah bangunan besar berbentuk tower yang menjulang keatas langit, dimana sepatutnya apa yang dia lihat saat ini seharusnya tidak berada di dunia ini.
“Mengapa ada Great Dugeon di dunia ini?” gumam pria tersebut, sambil menyimpan pedang yang dia gunakan untuk membantai para monster yang dia lawan sebelumnya, didalam ruang penyimpanan yang dimilikinya.
Masih dengan posisi yang sama, dia mulai merogoh saku celananya dan mengeluarkan benda pipih yang sangat akrab di dunia ini yaitu smartphone miliknya. Dengan menatap layar smartphonenya setelah dia mengetikan sesuatu, pria itu hanya menghela nafasnya saja setelah melihat informasi yang dia dapatkan.
“Jadi begitu ya..” gumam pria tampan tersebut dan mulai memasukan smartphonenya kembali kesaku celananya.
Dengan tatapan yang mulai menatap kembali sebuah tower besar yang menjulang didepannya, pria tersebut akhirnya mulai menatap beberapa mayat monster seperti Goblin, Wyver, Undead dan beberapa monster yang sudah dia kalahkan sebelumnya dengan tatapan kekhawatiran.
Bukan kali ini saja dia melihat monster dari dalam dungeon akan keluar dari tempat mereka, dan menginvasi dunia diluar tempat mereka tinggal. Masalahnya adalah, dia tahu bahwa serangan ini masihlah bisa ditangani dengan mudah. Namun jika ini terus berlanjut, maka dipastikan dunia ini akan tamat.
“Sejak kapan bangunan ini berada didunia ini?” tanya pria tersebut sambil membalikan tubuhnya kearah belakang dan menatap dua orang wanita yang berada tepat dibelakangnya saat ini, yang sedang menatap pria didepan mereka dengan tatapan yang terlihat jelas sangat merindukan sosok yang berada didepan mereka, walaupun masih terlihat jelas bahwa mereka masih terkejut melihat sosok pria yang saat ini mulai menatap mereka.
Bukan tanpa alasan mereka menatap pria didepan mereka dengan tatapan seperti itu. Karena kedatangan pria yang menyelamatkan mereka sebelumnya, seharusnya tidak berada didepan mereka dan menyelamatkan hidup mereka yang hampir saja dibunuh oleh para monster yang keluar dari dalam dungeon.
“Hah... Aku tahu kalian masih terkejut dengan keberadaanku oke. Tetapi bukannya kalian saat ini seharusnya memelukku atau melakukan sesuatu, daripada menatapku dengan tatapan aneh kalian itu?” kata pria tersebut yang melihat pertanyaannya tidak digubris oleh kedua wanita yang saat ini dia coba ajak berkomunikasi.
Memang pria tersebut sangat mengenal kedua wanita yang dia selamatkan tadi, karena masa lalu yang pernah dia jalani sebelumnya, dan membuat kedua wanita tersebut menatapnya dengan tatapan terkejut saat melihat dirinya muncul dihadapan mereka.
Mendengar perkataan pria didepan mereka, akhirnya mereka mulai sadar dengan apa yang mereka pikirkan sebelumnya, dan salah satu dari mereka akhirnya mulai mencoba berbicara kepada pria yang berada dihadapan mereka.
“M-Maafkan aku... t-tetapi apakah kamu memang benar adikku Z-Zen?” kata salah satu wanita yang berusia lebih tua dari wanita yang berada disebelahnya.
Perkataan yang dia ucapkan memang aneh bagi beberapa orang yang mendengarnya, tetapi bagi ketiga orang yang saat ini saling menatap itu, perkataan wanita tersebut tidaklah aneh karena mereka tahu maksud dari perkataannya tadi.
“Baiklah, aku akan menjelaskannya oke. Tetapi sebelum itu, bisakah Kakak menjawab pertanyaanku sebelumnya?” kata pria yang dipanggil Zen oleh wanita yang dipanggilnya Kakak tersebut.
Jawaban yang wanita itu terima membuat didirinya tidak kuasa menahan air mata yang sudah mulai jatuh dari kelopak matanya. Dengan butiran yang sudah mengalir dipipi mulusnya, dia akhirnya bisa mendengar kembali panggilan Kakak yang dilontarkan dari pria yang berada didepannya.
Dia yakin, pria yang saat ini menatapnya hangat tersebut, memang merupakan adiknya yang selama ini dia rindukan. Walaupun penampilannya sudah berubah sepenuhnya dari penampilan yang dia kenal, tetapi dia bisa memastikan bahwa pria didepannya merupakan adiknya.
Dengan senyum yang mulai muncul diwajahnya yang cantik, akhirnya wanita tersebut mulai menyeka air mata yang mengalir dipipinya, dan mulai menatap pria didepannya dengan tatapan yang hangat, lalu mulai menjawab pertanyaan yang sedari tadi dilontarkan kepadanya.
“Sejak dirimu meninggal dalam kecelakaan yang terjadi padamu dua tahun yang lalu.”
------------
Ketiga orang tadi akhirnya memutuskan untuk beranjak dari tempat mereka berada sebelumnya. Saat ini mereka bertiga sudah berada disebuah kedai minuman yang sudah mulai buka, walaupun wilayah ini baru saja mengalami bencana yang menimpa tempat ini sebelumnya.
“Jadi Paman dan bibi sudah meninggal ya...” kata pria bernama Zen yang saat ini baru saja mendengar kenyataan bahwa orang yang merawatnya sedari kecil, ternyata sudah meninggal.
“Ya.. setelah setahun kamu meninggal, Ayah terkena serangan jantung dan selang 3 bulan kemudian, Ibu menyusulnya akibat keadaan kesehatannya yang memburuk, karena tidak bisa menerima kehilangan dirimu dan Ayah” Kata wanita yang berada didepannya, dengan tatapan yang bisa terlihat jelas kesedihan pada raut wajahnya.
“Maafkan aku Kak Irene..” kata Zen dengan kesedihan jelas terlihat pada wajah tampannya, dan turut merasa bersalah mendengar keadaan kedua orang yang sudah dia anggap orang tuanya telah meninggal.
Suasana sedih tersebut, mulai memenuhi meja diamana tiga orang tadi sedang duduk saat ini. Namun anehnya, salah satu dari mereka belum mengeluarkan satu suara apapun, baik kepada wanita yang duduk disampingnya, maupun kepada pria yang berada didepannya.
Bukan tanpa alasan dia tidak mengucapkan satu katapun. Karena suasana kesedihan yang dia rasakan saat ini, tidak bisa merubah perasaan bersalah yang sudah dua tahun dia pendam dan dia tidak ungkapkan kepada siapapun.
Kepalanya sedari tadi terus menunduk menyembunyikan wajah cantiknya, seakan tidak sanggup untuk mengangkatnya, bahkan untuk sekedar melihat pria yang membuatnya berutang budi dan merasa bersalah atas kejadian yang sudah dua tahun terjadi.
“Sepertinya kamu masih menjauhiku Vero” kata pria yang bernama Zen didepannya dan langsung membuatnya terkejut dengan panggilan yang ditujukan kepadanya.
Tangannya yang saat ini memegang erat jubah tempurnya, tidak kuasa mulai gemetar karena perasaan bersalah yang menghantuinya sampai saat ini. Namun tiba – tiba saja, sesuatu langsung membuatnya terkejut karena sebuah tangan langsung menyentuh bahunya dan mencoba menenangkan dirinya.
“Bukankah kamu seharusnya menyapa orang yang sudah menyelamatkan nyawamu dua kali Vero?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Anony
jejak dulu..
2021-10-07
2
Hames
nice thor, lanjutkan
2021-10-06
3