Sudah dua jam mereka berkeliling untuk mencari apa yang Bervan inginkan. Mungkin hanya Rose saja yang merasa paling tidak memiliki beban. Karena sejak awal ia mengambil bagian untuk menyenangkan hati Bervan saja. Sedangkan tugas ketiga lainnya adalah benar-benar mencari gulali besar sesuai dengan apa yang Bervan inginkan.
Ketiga pria itu bersandar pada kursi mobil dengan ekspresi lelah. Bunyi-bunyian yang terdengar dari dalam mobil hanya celoteh dari Rose dan Bervan saja. Sambil menghibur anak kecil itu, Rose melirik mereka dengan tatapan kesal. Baru segini saja sudah menyerah?! Huh!
Akhirnya mereka berhenti di alun-alun kota dengan perasaan putus asa. Bervan juga sudah mulai rewel tak berhenti merengek sejak tadi. Masih beruntung ada Rose yang selalu berusaha mengalihkan perhatiannya. Sehingga Bervan tidak terlalu mempedulikan masalah penjual gulali yang belum mereka temui juga.
“Lihat, Bibi! Di sana ada yang menjual gulali!” Mendadak anak kecil itu membuka jendela di sisi Rose, lalu menunjuk ke arah luar dengan begitu bersemangat.
Para paman dan bibinya pun menoleh ke arah yang Bervan tunjuk. Benar memang, seorang lelaki paruh baya tengah menjajakan dagangannya tak jauh dari mereka berada saat ini.
“Nah!” Rose menoleh kembali ke dalam mobil sambil menunjukkan senyumnya yang kecil namun mematikan. Ketiga pria itu pun kaku tersihir oleh seringai licik wanita itu. Kemudian segera mereka membuang pandangan mereka ke mana saja.
“Kalau begitu, Bervan, kau ingin siapa yang membelikan gulali itu untukmu? Rasanya Bibi lelah sekali karena terlalu lama bernyanyi, kau tahu, kan?!” Rose bertanya dengan wajah menyedihkan yang dibuat-buat. Dia tahu bahwa keponakannya itu tidak akan begitu tega kepadanya.
“Terserah!” Bervan mengedikkan kedua bahu. Ekspresinya nampak acuh dengan khas wajah kecil imutnya. Yang dia inginkan hanyalah gulali itu saja, tidak peduli siapa yang akan membelikan jajanan itu untuknya.
Ya ampun! Rose merasa jika keponakannya itu sungguh menggemaskan. Ingin rasanya ia mencubit gemas kedua pipi gembul Bervan sampai merah sekali. Bahkan perilaku acuhnya yang seperti tadi saja masih terlihat lucu.
“Kalau begitu saya yang pergi!” Tiba-tiba Relly keluar dari mobil. Dia mengambil inisiatif pertama untuk pergi. Laki-laki itu cukup sadar diri ketika melihat wajah enggan bosnya dan juga Tuan Baz di sebelahnya.
Baiklah! Relly cukup tahu nasib sebagai bawahan.
“Bervan, kau mau kemana?” Rose kaget karena Bervan yang duduk di tengah di antara dirinya dan Ben kemudian membuka pintu mobil di sampingnya.
“Aku ingin ke sana!” jawab anak kecil itu sambil melompat keluar dari mobil.
“Baiklah, kalau begitu biar Bibi temani, ya!” Rose sudah akan turun tapi pakaiannya di tahan oleh orang di sampingnya. Siapa lagi jika bukan tuan seramnya!
Ben bersitatap dengan Baz melalui spion tengah. Memberikan kode lewat lirikan mata. Dan tangan pria bertopi koboi itu tetap memegang sejumput bawahan pakaian Rose di genggamannya sebagai tanda.
“Baiklah, Paman yang temani!” kata Baz dengan nada malas sambil keluar dari mobil.
Kemudian dia bergandengan tangan dengan keponakannya, berjalan menyusul Relly. Baz menoleh ke belakang sebentar sambil mencibir. Dia merasa sudah seperti bawahannya orang itu saja! Mau-maunya diberi perintah begini! Heh, dia sangat tahu apa yang orang itu inginkan!
Dasar cabul! Tak henti-hentinya Baz mengumpat dalam hati.
“Kau?” Rose menatap bingung sekaligus curiga pada pria yang saat ini tengah mencondongkan tubuhnya itu.
“Apa?” Ben mengintimidasinya dengan tatapan tajam seraya mengulurkan tangan.
Klek
“Aku hanya ingin menutup pintu!” sambung pria itu sambil tertawa.
“Kau ini membuatku kaget saja!” Rose mengusap dadanya lega.
“Memangnya apa yang kau pikirkan? Kau berpikir macam-mac- “ Sambil melirik pria itu bermaksud menggodanya.
“Tidak! Aku tidak memikirkan apa pun!” Sergah Rose dengan cepat sebelum Ben menyempurnakan kalimatnya yang akan membuatnya malu.
Tapi wajahnya tidak bisa menyembunyikan hal itu. Sebab saat ini sudah merekah merah di pipinya. Ben tertawa senang melihat hal itu. Rose mana bisa menutupi hal ini darinya.
“Diam!” serunya tak ingin digoda lagi. Ia merasakan panas semakin menjalar di wajahnya. Rose kesal tapi malunya belum hilang. Sepertinya pria itu tak berniat menghentikan tawanya.
“Mengapa tiba-tiba menjadi panas begini, sih?!” keluhnya lalu sambil mengipaskan tangan di depan wajahnya. Kemudian Rose bermaksud membuka jendela mobil di sisinya.
“Jangan!” Tangan laki-laki itu gesit menahan tangan Rose sehingga jendela itu tidak jadi terbuka.
“Jangan?” Nada bicaranya serasa dilemahkan oleh tatapan dalam laki-laki yang tubuhnya hanya berjarak beberapa sentimeter saja darinya.
Rose tertegun. Bahkan untuk sekian lama, dia masih terpesona oleh tampannya lelaki bertopi koboi itu.
Rose masih belum kembali ke kesadarannya sampai akhirnya Ben memindahkan posisinya menjadi di atas pangkuan laki-laki itu.
“Ben!” pekik Rose kaget setelah bokongnya mendarat di atas paha kekasihnya.
“Seharian ini kau hanya memperhatikan anak kecil itu saja! Kau belum memperhatikan aku sama sekali sejak pagi!” keluh laki-laki itu dengan wajah cemberut. Ben merengut bibirnya ketika protes.
“Ya, ampun! Menggemaskan sekali!” Rose menekan pipi Ben sampai bibir laki-laki itu mengerucut kecil seperti ikan. Menurutnya, tingkah menggemaskan Ben kali ini bisa dibandingkan dengan Bervan, keponakannya.
Cup
Kemudian laki-laki itu maju, mencium bibir kekasihnya. Tak peduli jika wajahnya sedang dipermainkan saat ini. Terutama bibirnya yang terlihat aneh. Ben tak tahan ingin menyentuh bibir merah muda itu.
Rose melepaskan tangannya dari wajah Ben seraya tertawa, meskipun ia agak terkejut di awal. Lalu ia lingkarkan tangannya di sekitar bahu luas pria itu.
“Jangan kekanakan! Kau juga tahu kondisinya bagaimana, kan?! Masa dengan anak kecil saja kau cemburu!” Ia kemudian mencium pipi Ben agar tidak merajuk lagi.
“Bukannya cemburu! Aku hanya sedang meminta jatah perhatianmu saja!” Ben berkilah tapi dia tidak marah. Dia merapikan rambut Rose agar tidak menghalangi wajahnya yang cantik.
“Itu sama saja!” Wanita itu tertawa riang. Dia juga suka bermanja-manja ria seperti ini dengan kekasihnya itu.
“Terserah!” Laki-laki itu tak peduli jika dia ditertawakan. Lagipula dia menikmati setiap ekspresi riang yang hadir di wajah cantik wanita yang dicintainya.
“Jangan banyak bergerak! Atau kau akan membangunkan Benny kecilku!” kata Ben memperingati Rose yang belum berhenti tergelak. Tapi dia juga tidak berbohong, jika bisa saja sewaktu-waktu yang di bawah sana memintanya untuk diberikan seekor mangsa.
“Baiklah, kalau begitu aku turun saja!” kata Rose panik setelah menyadari sesuatu. Tapi Ben tak membiarkannya. Dia tetap ditahan di atas pangkuan lelaki itu.
Rose menatapnya kebingungan. Sebenarnya apa maunya tuan seramnya itu?! Dia benar-benar tidak mengerti! Yang jelas ia tidak ingin dimintai tanggung jawab jika sesuatu terjadi pada kekasihnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Gia Gigin
Cieee Ben merajuk😄😄
2021-11-23
0
Lyn
Ben Minta dieperhatiin jga wkwk
2021-11-12
0
Wati_esha
Terima kasih update nya.
2021-10-15
0