Keesokan harinya,
“Mama! Mama! Tapi aku ingin ikut mama!” Seorang anak kecil merengek pada seorang wanita muda yang merupakan bibinya. Bervan, ia menggembungkan pipinya yang sudah bulat dan terlihat menjadi semakin menggemaskan.
“Sayang!” Rose berlutut mensejajarkan dirinya dengan keponakannya itu sambil mengelus kepalanya dengan penuh kasih sayang.
“Bervan! Kemarin kau bilang pada Bibi ingin memiliki seorang adik, bukan?” Wanita muda itu berbicara dengan lembut memulai bujukannya.
Di belakang mereka, ada tiga orang pria dewasa yang sudah angkat tangan membujuk anak kecil itu supaya tidak merengek lagi. Ben, Relly dan Baz sekarang berdiri di dekat pintu menjadi penonton dari objek kegagalan mereka tadi. Sekarang mereka penasaran, ingin tahu bagaimana Rose akan berhasil membujuk anak kecil itu.
Mereka bertiga sudah disiksa sejak pagi hari. Segala macam cara sudah mereka lakukan dari mulai membujuk secara halus, hingga membelikan ini dan itu supaya Bervan mau melupakan masalah ibu dan ayahnya yang akan berangkat pergi untuk bulan madu sore ini.
Di kala mereka semua berusaha membujuk anak kecil itu, Bella dan Victor tengah membereskan pakaian dan keperluan yang akan mereka bawa nanti. Untuk urusan Bervan, Rose memang berinisiatif untuk mengambil tanggung jawab bersama yang lainnya. Meskipun di bayang-bayang ketiga pria itu terlihat keberatan.
Mereka semua berusaha memahami situasi Victor dan Bella. Dua insan yang saling mencintai tapi terpisah untuk waktu yang sangat lama pasti memerlukan waktu khusus untuk mereka habiskan berdua saja. Enam tahun mereka berpisah, itu bukanlah waktu yang sebentar.
Lagipula Rose juga sudah tidak sabar untuk menimang keponakan kecil dari mereka berdua. Melihat Bervan versi mini lainnya pasti sangat menyenangkan rasanya.
“Iya!” Bervan mengangguk polos sambil mengusap air matanya yang masih menggenang di pelupuk mata.
Selama ini anak kecil itu tidak pernah berpisah dengan ibunya. Mereka berdua selalu menempel seperti lem. Jadi, ini adalah momen pertama bagi Bervan untuk memiliki jarak dengan induknya itu. Makanya dia sangat sedih. Bahkan Baz yang merupakan pamannya dan sudah tinggal bersama dengannya sejak lahir saja tidak bisa menenangkan anak kecil itu. Jadi saat ini, mereka semua menggantungkan harapan mereka pada Rose.
“Aku ingin memiliki seorang adik! Sama seperti teman-temanku yang lain, mereka banyak yang sudah memiliki adik. Aku ingin sama seperti mereka!” anak kecil itu menambahkan masih dengan wajah cemberutnya.
“Kalau begitu biarkan mama pergi dengan papa. Nanti mama dan papa akan membuatkan adik kecil yang lucu untukmu. Kau mau, kan?” Rose kembali mengusap kepala anak kecil itu sambil memberikan pengertian secara halus. Tak lupa ia sematkan senyum kasihnya yang paling manis untuk keponakan tersayangnya itu.
“Rose!” seru Ben protes. Bisa-bisanya wanita itu mengatakan hal yang tidak semestinya kepada seorang anak kecil. Baz dan Relly mengangguk setuju di sampingnya.
Rose tak berkata untuk menyahuti peringatan itu. Hanya saja ia menoleh dengan cepat sambil menunjukkan tatapan matanya yang menusuk. Tahu apa kalian para lelaki?! Padahal tak satu pun dari mereka yang becus mengurus masalah kecil seperti ini saja. Lihat saja nanti jika dia berhasil!
Lalu ketiga lelaki itu pun dengan cepat menarik ekspresi tidak setuju mereka. Mengapa mereka tiba-tiba merasa Rose sangat menyeramkan barusan?! Ketiga pria itu menipiskan bibir mereka bersamaan. Mereka sadar diri bahwa mereka sudah gagal tadi.
“Mau!” Bervan kembali mengangguk. Bibirnya sudah tidak merengut lagi. Dia memandang bola mata Rose dalam-dalam dengan kepolosan yang dimilikinya.
“Anak pintar! Lagipula mama dan papa tidak akan pergi lama. Dan kau masih memiliki kami di sini. Ada Bibi Rose dan Paman-paman yang lainnya. Nanti kita akan menemanimu bermain setiap hari. Lalu lusa kita akan jalan-jalan ke tempat yang paling ingin kau kunjungi. Bagaimana? Setuju?” Rose membuka pandangan matanya sehingga bola matanya yang bersinar nampak jelas beserta semangatnya ketika menunjukkan hal-hal menarik untuk Bervan.
“Setuju!” Dia mengangguk dengan cepat. Bervan nampak membayangkan hal-hal yang Rose katakan kepadanya barusan.
“Kalau begitu kau sudah tidak keberatan lagi, kan, jika mama dan papa pergi?” Rose mengenai sasaran utamanya ketika anak itu sudah kelihatan gembira. Dia tak lupa untuk tetap mengembangkan senyumnya yang ceria itu.
“Iya, tidak apa-apa! Asalkan mama dan papa membuatkan adik bayi untukku, aku akan jadi anak baik di sini bersama Paman dan Bibi!” Kemudian anak kecil itu mengangguk patuh dan hilang sudah kesedihannya yang tadi.
“Bagus! Ini baru keponakan Bibi yang hebat!” Ia menggosok puncak kepala Bervan sambil tersenyum puas.
Rose menoleh sebentar ke arah pintu untuk menunjukkan keberhasilannya. Dia menang melawan tiga orang pria kekar yang tidak becus membujuk seorang anak kecil saja. Senang rasa hatinya saat ini!
Sayang... begitu kepalanya berputar, semua orang sudah tidak ada di tempat semula. Tak ada satu bayangan pun di ambang pintu, tempat ketiga pria itu berbaris tadi. Yang terdengar malahan suara derap langkah kaki yang sedang menuruni tangga dengan cepat.
Rose kesal! Dia menyipitkan matanya. Mereka kabur ternyata!
Saat ini Bervan memang sengaja dibawa ke kamar Rose di lantai atas. Karena Rose ingin mengalihkan perhatian Bervan juga dari orang tuanya yang sedang berkemas di kamar bawah.
“Baiklah, kalau begitu janji pada Bibi jika kau akan menjadi anak baik selama Mama dan Papa pergi nanti!” Rose memberikan kelingkingnya ke hadapan wajah Bervan.
“Hem... janji!” Sambil mengaitkan kelingkingnya ke jari bibinya itu, Bervan mengangguk dengan penuh keyakinan.
“Ayo turun! Kita bantu mama dan papa berkemas!” Rose berdiri seraya meraih tangan Bervan untuk ia genggam.
“Ayo!” Mereka berdua keluar dari kamar itu sambil bersenandung ceria bersama.
***
Tepat ketika ketiga pria itu mencapai lantai bawah, Bella dan Victor keluar dari kamar mereka. Mereka berdua baru saja selesai menyiapkan semua keperluan mereka. Wajah pasangan pengantin baru itu nampak khawatir karena terakhir kali, yang mereka tahu adalah jika putra mereka belum bisa dibujuk juga.
“Dimana Bervan?” tanya Victor pada mereka bertiga sekaligus.
“Atau kita ajak saja Bervan bersama kita!” Sambil berjalan Bella menyentuh lengan Victor dengan rasa khawatirnya.
Harus ia akui bahwa bukan hanya Bervan saja yang merasa berat untuk berpisah. Bella yang sebagai ibu juga merasa sedih untuk momen pertama kali mereka tak bersama ini.
Maka dari itu ia pikir, jika putranya masih tidak bisa dibujuk juga, lebih baik mereka membawanya saja. Takutnya orang-orang yang ditinggalkan untuk merawat Bervan akan kerepotan saat anak kecil itu mulai rewel nanti.
“Pikirkan saja bulan madu kalian!” Baz berbicara duluan dengan wajah bijaknya.
“Semuanya sudah beres!” Relly ikut mengangguk saat Ben berbicara dengan nada yang sama.
“Bervan sudah berhasil dibujuk? Bukankah anak itu masih tak berhenti merengek tadi?” Bella mengulang dengan perasaan tak percaya.
Dia saling bertukar pandang dengan Victor. Akhirnya mereka merasa lega sebab bisa pergi tanpa terlalu terbebani perasaannya terhadap putra mereka itu.
“Tentu saja! Kami sudah berhasil membujuknya!” timpal Ben langsung dengan gaya congkaknya. Baz dan Relly yang berada di kanan dan kirinya pun ikut melakukan hal yang sama. Keduanya mengangguk dengan dagu yang menukik ke atas.
“Siapa yang sudah berhasil membujuknya?” Lalu terdengar suara lantang dari atas tangga. Sambil menoleh, ketiga pria itu pun langsung berwajah pucat. Mereka bertiga seperti baru saja disiram air dingin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
Gia Gigin
Aku sdh baca part ini
2021-11-23
0
Wati_esha
Waouw ... ini bab pindahan ya. ...
2021-10-13
1