"Dite!" Helen bangun dari tempat duduknya kala melihat wanita itu yang akhirnya tiba di sana. "Bagaimana? Kau bisa meyakinkannya 'kan? Kita tidak jadi di usir 'kan?" Helen mengguncang pundaknya, menatap wajahnya dengan iris mata berbinar.
Aphrodite menggeleng pelan dengan kepala tertunduknya, raut wajahnya murung. Pertanda hal buruk.
"Aku tidak berhasil membuat tuan Antonio mengembalikan rumah kita. Tapi sebagai gantinya, beliau mau memberikan kita waktu tiga Minggu untuk melunasi semua sisanya."
"Apa?!" Erland melongok mendengar kalimat yang terlontar dari mulut kakak tirinya itu.
Plakk!
Helen mendaratkan sebuah tamparan keras di wajahnya. Aphrodite meringis menahan perih bercampur panas yang mendarat pada pipinya.
"Tidak berguna! Kenapa kau tidak bisa membuat dia mengembalikan rumah kita? Kau tahu sendiri 'kan, kalau rumah ini adalah satu-satunya hal yang kita miliki setelah kematian papamu?!" pekiknya penuh emosi.
"A… aku benar-benar minta maaf, ma. Aku sudah berusaha, tapi tuan Antonio terus bersikeras dengan keputusannya."
"Bodoh! Kenapa kau tidak pikirkan cara lain agar dia mau mengembalikan rumah kita? Mama tidak mau tahu, kau harus bisa membujuknya memberikan rumah kita kembali!" teriaknya penuh amarah.
"Aku sudah berusaha, ma. Tapi tuan Antonio benar-benar tidak bisa di bujuk."
"Sekarang apa? Kau berharap mama dan adikmu hidup di jalanan? Menjadi gelandangan, begitu?"
"Tidak. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi!"
"Lalu sekarang apa? Apa yang bisa kau lakukan kalau sudah begini? Memangnya kau memiliki uang untuk membayar penginapan atau hotel? Kau punya uang untuk mencari kontrakan baru? Hidup kita ini sudah susah, jangan memperumit segalanya?!"
"Sebentar, biarkan aku berpikir." Aphrodite terdiam sejenak, berusaha mencari cara agar bisa menemukan jalan keluar untuk masalahnya.
"Aku harap kau tidak berpikir terlalu lama, karena sebentar lagi gelap," ujar Erland yang sejak tadi hanya diam dan menyimak akhirnya angkat bicara.
Aphrodite mengeluarkan ponselnya begitu ia ingat akan sahabatnya, di saat seperti ini. Biasanya hanya Jenia yang selalu ada untuk membantunya.
Aphrodite mencari-cari nomornya, begitu menemukannya, segera ia melakukan panggilan suara pada nomor sahabatnya itu.
"Sshh…" Aphrodite mendesah menahan sakit, saat perutnya kembali terasa bereaksi.
Perutku sakit sekali. Tapi aku harus menahannya agar mama dan Erland tidak tahu, ujarnya dalam hati. Tak lama, Jenia mengangkat telponnya.
Aphrodite segera menjelaskan maksudnya menelpon Jenia.
...*...
"Ini beberapa berkas yang harus papa setujui," ujar Frans yang menemui Antonio di ruangannya. Ia menyodorkan berkas yang memang harus di tanda tangani ayahnya agar proyek yang sedang di kerjakannya bisa secepatnya berjalan.
Biarpun Fransisco sekarang sudah menjadi pemimpin di perusahaan ayahnya, namun belum sepenuhnya resmi.
Ia hanya bekerja sementara untuk menggantikan Antonio yang ingin sedikit memfokuskan diri pada bisnis lainnya di dunia gelap.
Fransisco akan benar-benar menjalankan perusahaan ayahnya ketika ia benar-benar siap. Bisa di bilang ia sedang menjalani masa percobaan sekaligus tes untuk mengetahui seberapa siapnya Frans sebelum benar-benar memimpin perusahaan.
Antonio beralih dari kertas di genggamannya. Ia meraih berkas yang baru di berikan Frans, lalu ia bubuhkan tanda tangan di bagian yang tertera di sana. Setelah selesai, ia menyodorkan kembali berkas itu, dan kembali pada kegiatannya semula.
Frans bergeming, ia masih berdiri sembari memegangi berkas yang di genggamannya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Anime Genre
liat perhatian Frans bikin aku mikir kalo Frans kayaknya lebih cinta sama si Aphrodite di banding si Xavier
2022-02-04
3