Aji hanya diam dan mengikuti semua para orang tua juga Wulan calon istrinya dengan segala tuntutannya. Pemilihan baju, dekorasi, tempat sampai konsumsi Aji hanya bisa patuh saja dari pada ribut dan makin ribet juga lama. Aji hanya bisa mengalah mengikuti permintaan eyangnya ini dan itu. Begitu pula dengan orang tuanya yang benar-benar patuh pada eyangnya.
Harusnya aku menikahi Nana... Harusnya aku disini bersama Nana... Batin Aji sambil mengangkat tangannya ke samping untuk di ukur badannya.
Tak banyak ekspresi yang Aji tunjukkan. Begitu tenang dan datar menatap semuanya. Kalau sebelumnya ia ketakutan dan ingin lari dari kenyataan, kini memang ia berhasil. Sangat berhasil, bisa di bilang sukses besar. Selain ia tak harus menikahi Nana, keluarganya juga tak keluar uang sepeserpun untuk tanggung jawab.
Ah... Jangan lupa soal fitnahannya saat mengelak. Bahkan semua percaya dan jadi ragu ke Nana termasuk keluarganya. Hebat sekali. Sukses besar. Tapi sayangnya itu tak cukup untuk membuatnya tenang. Membuat hatinya bisa bahagia setelah sukses kabur.
"Habis ini kita ke tempat souvenir ya mas... " ucap Wulan setelah sama-sama selesai di ukur.
Aji hanya mengangguk. "Mas... " panggil Wulan yang menuntut jawaban meskipun Aji sudah mengangguk.
"Iya kita ketempat souvenir... " jawab Aji sedikit ketus lalu diam kembali.
Wulan sedikit kaget dan mulai berfikiran negatif soal Aji. Bagaimana kalau Aji marah padanya? Bagaimana kalau Aji tak bisa mencintainya? Bagaimana kalau hanya ia yang jatuh cinta ? Bagaimana kalau Aji hanya terpaksa dan tak suka di posisi ini? Pikiran liar Wulan yang negatif mulai merambat kemana-mana sampai ia menggelengkan kepala berusaha menepis pikirannya sendiri.
Tidak apa-apa wajar bila mas Aji begitu, toh ia sudah lama diam... Sudah lama hanya manut-manut saja... Mas Aji dan aku sudah di jodohkan... Ini hanya ujian kecil sebelum menikah... Seperti kata eyang... Ayo Wulan kamu pasti bisa! Batin wulan yang terus menyemangati dirinya sendiri juga membesarkan harinya yang langsung mengkeret barusan.
Sepanjang jalan ke tempat souvenir, Aji hanya menatap ke jalan. Melihat anak-anak SMP dan SMA yang baru pulang sekolah membuatnya ingat pada Nana. Melihat pasangan yang berboncengan sambil mengobrol dan mengelus dengkul pasangan yang di boncengnya juga membuatnya ingat pada Nana saat awal pacaran dulu. Tapi saat ia melihat seorang pengamen dengan perut buncitnya yang tengah mengandung membuatnya benar-benar ingat pada Nana, kewajibannya yang tak pernah ia tuntaskan.
Aji buru-buru membuka jendelanya setelah mengambil uang di sakunya. Entah berapa nominalnya. Buru-buru di berikan pada wanita pengamen itu. Tapi tetap saja saat lampu hijau menyala dan mobilnya berlalu, rasa bersalahnya pada Nana tak juga tertinggal. Uang yang di berikannya pada pengamen tadi tak mengurangi sedikitpun rasa bersalah di hatinya.
Apa Nana akan bekerja kasar untuk hidup? Batin Aji khawatir.
"Mas baik ya... Mau berbagi... " puji Wulan berusaha memecahkan suasana keheningan di mobil.
"Ti-tidak..." jawab Aji gugup. "Kamu pernah dengar istilah, manusia kelihatan baik karena jahatnya belum terlihat dan manusia terlihat buruk karena baiknya belum terlihat? " tanya Aji yang akhirnya bicara lebih panjang daripada biasanya.
Wulan langsung mengangguk. "Iya aku paham... Tidak ada manusia yang biaa di sebut seratus persen jahat atau pun baik, hidup itu yin dan yang... Dalam jahat ada baik, dalam baik ada jahat... " ucap Wulan sambil menatap Aji.
"Iya kamu benar, tapi aku ini baik hanya karena kamu belum tau seberapa busuknya aku... Jadi jangan jatuh Cinta terlalu dalam meskipun aku suamimu nantinya... " ucap Aji sebelum kembali anteng dan diam dalam perenungannya.
Mas Aji ini rendah hati sekali... Beruntung sekali aku di jodohkan dengannya... Batin Wulan senang dan jadi adem mendengar ucapan Aji yang begitu bijak.
"Pernah baca buku Binatangisme? Penerjemahnya Mahbub Djunaidi... " tanya Aji.
"Ah iya... Aku juga sudah baca buku Cakar-Cakar Irving, beliau juga penerjemahnya... " jawab Wulan bangga dan semangat untuk membahas buku.
"Aku merasa jadi **** sekarang... " jawab Aji ambigu.
"Apa maksudmu? " tanya Wulan bingung yang sama sama sekali tak dapat jawaban dari Aji yang hanya mendiamkannya.
●●●
Nana hanya memandangi foto USG-nya yang ragu di kirimkan pada pada Aji. Dalam hati kecil Nana ia masih ingin menganggap Aji sebagai ayah dari anaknya. Ingin rasanya ia menunjukkan tumbuh kembang janinnya. Saat kepasar melihat pasangan suami istri yang begitu mesra saat berbelanja bersama rasanya begitu iri.
Tak Nana pungkiri, ia belum move on dari Aji. Tapi ingatannya kembali berputar saat Aji menolak kehamilannya dan pergi begitu saja meninggalkannya. Belum lagi keluarganya dan ia yang di fitnah begitu kejam. Hati wanita mana yang tak teriris. Bila hanya Arjunannya buaya mungkin masih bisa di toleransi, tapi kalau jenis seperti Aji?
"Adek sehat-sehat ya nak, maaf mama ajak kamu kerja keras terus... " ucap Nana pelan sambil mengelus perutnya dengan lembut.
Nana benar-benar berusaha kuat untuk tegar menghadapi semuanya. Rasa iri, marah, sakit hati, trauma, kecewa... Akan sulit di hilangkan. Ia di buat cacat dan sakit yang teramat dalam oleh pria yang sudah sangat di percayainya, di cintainya. Bahkan dengan penuh ketulusan hati tanpa meminta apapun.
Masih teringat jelas di kepala Nana saat Aji memintanya menjadi pacar. Begitu sederhana. Di atas motor setelah kencan beberapa kali di angkringan dekat tempatnya mengikuti bimbel tambahan. Aji saat itu juga terlihat begitu meyakinkan dengan berkenalan dengan keluarga Nana seolah akan menikahinya.
Masih jelas, semua begitu jelas tergores dalam pikiran Nana. Bagaimana cara Aji menciumnya, memeluknya, bermanja-manja, berkeluh kesah, bertingkah layaknya bocah. Bahkan Nana di buat lebih cepat dewasa saat bersama Aji, baik pola pikir maupun cara bertingkah laku. Nana ingat betul semuanya.
"Papamu orang baik... Mama yakin... " ucap Nana lalu menyeka air matanya. Teringat bagaimana ia bisa termakan rayuan Aji hingga mau berhubungan intim dan jadi mau lagi dan lagi seperti suami istri.
Teringat jelas angan-angan Aji yang ingin punya anak dari Nana. Bahkan keduanya membayangkan bagaimana bila punya anak sudah lebih dari dua bulan sebelum akhirnya berhubungan intim secara rutin tanpa alat kontrasepsi. Baik pil yang di minum Nana maupun Aji yang tak mau lagi memakai pengaman.
....aku mau anak dari kamu Na...
Ucapan Aji saat menggaulinya saat itu masih terdengar di telinga Nana dengab jelas. Penuh penekanan dalam tiap ritme hentakannya, tatapannya yang sayu juga suaranya yang berat dan tersengal-sengal membuat Nana cukup yakin bahkan sangat yakin waktu itu untuk mengiyani permintaan Aji.
...iya, lakukan Mas...
Betapa bodohnya Nana. Tapi mau bagaimana lagi nasi sudah menjadi bubur. Toh bayinya juga tak pernah minta untuk hadir dalam rahim wanita sepertinya dan akan lahir dalam kondisi yang serba ngepres begini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Tarmi Yuliyanti
semoga aja istrinya aji mandul
2021-12-22
0
Rita Eny
semoga nana sukses, si aji kawinin wulan biar gk punya anak yh thor
2021-11-05
0
SOO🍒
semoga aji nikah gk punya anak biar tau tau rasa karma berlaku bung😏😏😏
2021-09-28
0