Ayah

Mar terdiam, dia kembali mengingat serangkaian kejadian kemarin malam yang kini membuatnya tidak bisa tidur dengan nyenyak. Dia bertanya-tanya, kemarin terasa seperti terbangun di dalam mimpi. Apakah itu mimpi atau nyata? tidak ada yang tau. Malam harinya Mar menelepon Lusi, dia menunggu, hingga panggilan kedua Lusi baru mengangkat panggilannya.

"Oh Hai Mar, bagaimana kabarmu?"

"Baik, bagaimana denganmu?" tanyanya. Mar membuka jendelanya, dia duduk menghadap ke luar sambil menghirup udara segar.

"Sama sepertimu, aku baik-baik saja" Lusi terkekeh, "Ada apa Mar? kamu lagi kangen aku ya? hehehe" ujarnya.

"Tidak, aku hanya ingin bertanya padamu" seketika Mar berhenti bersuara saat dia melihat bayangan samar berdiri diluar, rasanya seperti ada yang sedang memandangnya, Mar semakin gugup, "Apa kamu tau siapa yang mengantarku pulang ke rumah kemarin malam?" tanyanya.

Lusi tidak bersuara,

Mar semakin penasaran, disisi lain dia takut karena bayangan samar itu terlihat semakin jelas. Dia berpikir apa mungkin ini ada hubungannya dengan orang asing itu.

"Dia yang mengantarmu pulang, siapa lagi kalau bukan Andrew"

Mar terkejut mendengar jawaban Lusi, dia kembali melihat keluar jendela tapi dia menghilang.

"Benarkah? maksudku apa bukan orang lain?" ujarnya.

"Sudah kubilang, yang mengantarmu pulang itu adalah Andrew"

"Baiklah, aku mengerti. Maaf, jangan marah ya hehehe" Setelah orang asing itu menghilang, Mar langsung menutup jendelanya. Rasanya aneh, tapi saat dia akan duduk di kursinya, dia menemukan secarik kertas menempel di buku diary miliknya.

Jari-jarinya meraba kertas itu, dia menyentuh tulisan yang timbul, dia mengulanginya lagi dari awal, kemudian mengurutkannya kembali "6.2.8 is yours" ucapnya.

Apa artinya ini? Mar kembali berpikir hingga sampai tengah malam dia berbaring di ranjangnya.

"Tok. tok. tok." suara ketukan pintu itu semakin lama semakin terdengar keras, sontak Mar terbangun. Dia turun dari ranjangnya, lalu dia berdiri di depan cermin, anehnya dia bisa melihat dirinya sendiri, ya.. matanya melihat dengan jelas bahwa itu benar dirinya.

Dia tidak percaya kalau kini dia bisa melihat apapun, dia sangat senang tapi dia heran bagaimana bisa dia melihat setelah berpuluh-puluh tahun lamanya. Mar sangat bersemangat, dia berlari menghampiri kedua orang tuanya, dia masuk ke kamarnya namun tidak ada siapapun disana. Kemudian dia lari ke kamarnya Andrew, dan Andrew juga tidak ada disana.

"Senang bertemu denganmu lagi" Mar menoleh kebelakang, dia langsung dikejutkan dengan kehadiran ayahnya bersama dengan orang lain. Dia mundur ke belakang sambil waspada "Apa yang anda inginkan dariku?" ujarnya.

"Tidak ada, saya hanya ingin bertemu denganmu" ayahnya mendekatinya, dia hendak mengajaknya ke dalam ruangannya tapi Mar menolak.

"Ada yang harus kukatakan padamu, dan ini benar-benar penting" ucap orang yang disebelah ayah.

"Tunggu sebentar, tadi aku ada dirumah, terus kenapa aku disini?" Mar semakin bingung, dia melihat-lihat ke sekitar "dimana ini?."

"Tenang, kamu sekarang dirumah ayah" ucap pria tua yang tidak lain adalah ayahnya.

"Ayah?" Mar berusaha bangun dari kasur, tapi ayahnya mencegahnya, dia memegang sebelah tangannya "Jangan bergerak, untuk sementara ini jangan pergi kemanapun" ucapnya, Mar semakin tidak mengerti.

"Kenapa ayah? kenapa aku harus disini?," Mar melepas genggaman tangan ayahnya, dia bangun dari kasur sambil menatap wajah ayahnya. Wajahnya Mar memerah, matanya mulai berair, dia sekuat tenaga menahan amarahnya yang membuncah. Tapi dia tidak tahan lagi "Ayah, kenapa ayah peduli? kenapa ayah baru memikirkan anak ayah sekarang?"

"..."

"Ayah! katakan sesuatu!" Mar memaksa, tiba-tiba ayahnya berlutut dihadapannya. "Ayah minta maaf nak, ya ayah memang telah melakukan kesalahan yang besar, kini ayah benar-benar menyesal, dan ayah ingin menebus kesalahan itu" suaranya parau, Mar melihat ayahnya yang berusaha meminta maaf padanya, dia ingin menerima permintaan maaf dari ayahnya tapi hatinya bergejolak, hatinya sudah terlanjur sakit dan dia tidak tau kapan hatinya akan menerimanya.

"Mar, maafkanlah ayah" seorang pria muncul dari belakangnya, pria bertubuh besar dan sangat tinggi itu mengusik ketenangannya, dia dengan santainya masuk ke dalam dengan hanya memakai celana hitam pendeknya dan handuknya menggantung di lehernya. Mar terpaku pada dadanya, dia melihat tato bergambar tengkorak disana, kemudian dadanya bergerak naik turun. "Hei jangan melihatku seperti itu" ujarnya, Mar tergelak ternyata pria itu memperhatikannya dari tadi.

"Kita bersaudara, jadi jangan coba-coba menyukaiku" ujarnya, dia menutup dadanya dengan handuknya "panggil aku Toni, nama itu lebih baik daripada nama asliku" tangannya hendak meraih tangannya, Mar menepisnya "Kita bersaudara? ayah, jelaskan padaku sekarang!."

"Ya, itu memang benar. Dia adalah kakakmu Mar"

"Bagaimana bisa?" Mar melihat wajah pria yang kata ayahnya dia adalah saudaranya, dia menganggukkan kepalanya "Aku mengerti, tapi ayah.. bukankah ayah pernah bilang setelah ibu melahirkanku ibu meninggal?" ujarnya.

"Aku bisa mengerti mengapa ayah bilang kalau kami bersaudara, bukan.. yang benar aku tidak memiliki saudara kandung"

"Aku tidak percaya ini, apa yang kamu katakan?!" ujar pria bernama Toni, Mar memelototinya "Aku bilang.. aku nggak merasa punya saudara kandung selain Andrew!" balasnya cetus.

"Andrew? Siapa lagi dia ayah?"

"Saudaranya juga, sama sepertimu" ucap ayah. Percakapan mereka berlangsung cukup lama, hingga Mar dilanda rasa bosan yang akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari sana. Sesaat dia terpaku pada jam tangannya, matanya melebar saat melihat jarum di jam tangannya itu tidak bergerak.

"Baru menyadarinya eh?," Toni mendekatinya, dia berbisik "Ayah? kenapa ayah tidak memberitahunya?"

"Ayah, katakan saja padanya atau tidak. Lagipula waktunya tinggal sedikit, apa mungkin besok?," Mar yang mendengarkan ucapan mereka berdua sejak tadi sama sekali tidak mengerti "Apa maksud kalian?"

"Kebutaanmu bukan dari lahir, tapi itu disebabkan oleh seseorang"

"Apa maksudmu?" Mar semakin tidak mengerti, matanya melihat wajah ayahnya dan juga saudaranya. Wajah ayah berubah pucat, dia buka suara setelah beberapa saat "Dia.. pria yang selalu bersamamu yang menyebabkanmu menjadi buta" jelasnya.

"Maksud ayah, Andrew?"

Saat Mar melihat kedepan, mereka berdua menghilang. Tidak ada siapapun dihadapannya, kemudian dia terbangun dari tidurnya. Jadi tadi itu hanya mimpi? dia mencoba melihat tangannya, dan benar saja penglihatannya kembali buram.

Mar kembali berpikir tentang ucapan ayahnya sebelumnya, jika itu hanya mimpi mengapa rasanya seperti nyata.. dan jika itu Andrew, mengapa dia melakukannya? untuk apa?

"Tok tok tok.. Mar kamu sudah bangun? aku masuk ya?" Andrew masuk ke dalam kamarnya, mendengar suara langkah kakinya mendekat seketika Mar bergegas bangun dari ranjangnya. Dia hendak merapikan selimutnya tapi Andrew menghentikannya. Andrew memegang tangannya, awalnya lembut namun lama kelamaan dia meremas kedua tangannya Mar, suara manisnya kembali menyambutnya seperti biasa tapi kali ini Mar ragu, mungkin dia menyembunyikan sesuatu "Bagaimana tidurmu? nyenyak kan?" tanyanya, Mar mengangguk. "Ada apa? katakan sesuatu, atau jangan-jangan ada masalah di kafe?"

"Tidak ada masalah apapun di kafe" Mar melepaskan tangannya dari genggamannya, lalu dia menuju ke lemari pakaiannya. Dia hendak membuka lemarinya, dan lagi Andrew menghalanginya "Aku tidak berencana melewatkan kesempatan ini, malahan aku ingin terus melakukannya. Bagaimana menurutmu Mar?" bisiknya.

Tangannya memegang gagang lemarinya dengan kencang, dia terus menekan rasa takutnya. Dia berharap rasa takutnya tidak terlihat olehnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!