Kejadian janggal

Tidak ada satupun yang bersuara, hingga Lusi memulainya dengan kebisingan, dia terbatuk-batuk tidak tau apa dia sengaja atau tidak tapi taktiknya terbukti berhasil mencairkan suasana saat ini.

" Ini adalah idenya, Fera ingin kami ikut menjengukmu, jadi baik aku maupun Mar, sebetulnya tidak berniat mengganggumu. "

Fera membela dirinya dengan pembenaran " Aku hanya tidak ingin sendirian kesini, lagipula tidak baik wanita menjenguk seorang pria paruh baya yang lajang di rumahnya sendirian, ya kan? " Mar mengangguk, dia setuju dengan perkataan Fera " Tapi lebih tidak masuk akal ada tiga wanita malam-malam menjenguk pria paruh baya di rumahnya si pria. "

Lusi terkekeh, sedangkan Fera terdiam. Hagar menyipitkan matanya " Lihat siapa yang merepotkan sekarang? " Hagar mengejek Fera, sedang Fera membalasnya sambil mengomelinya. Keduanya tidak ada yang mau mengalah, Mar tersenyum mendengar mereka saling mengomel, hal itu membuatnya teringat dengan sesuatu. Mereka sungguh terdengar seperti saudara kandung, suara mereka saling bersahutan, dia teringat bahwa dia telah melupakan satu hal.

" Fera bolehkah aku pulang duluan? "

" Kenapa? apa terjadi sesuatu? "

" Tidak apa-apa, aku hanya ingin pulang saja. "

" Tidak bisa, lagipula kita baru saja sampai" Fera melihat wajah Hagar, dia berkata "Sepertinya tuan rumah ingin kita berkunjung lebih lama, bukankah begitu? "

" Dengar, aku tidak memintamu untuk menjengukku, terutama bersama dengan mereka " ucap Hagar.

" Jadi bolehkah aku pergi?" tanyanya, Hagar menjawab "Ya tentu, kamu boleh kembali pulang. "

" Terima kasih "

Mar mengetuk-ngetuk tongkatnya ke lantai, dia menunggu Lusi di halaman depan rumahnya Hagar. Sembari menunggu, Mar bersenandung kecil dia memejamkan matanya sambil merasakan hembusan angin yang membelai lembut wajahnya, beberapa saat kemudian punggungnya terasa lebih hangat, tangannya meraba-raba lengannya, dan dia menemukan mantel tebal telah menggantung di punggungnya. Pasti Lusi, dia tersenyum " Lama sekali, aku menunggumu dari tadi lo " dia menoleh kebelakang, seketika merasakan deru nafas panjang yang anehnya hembusan nafas ini terdengar seperti orang putus asa, Mar tidak tau mengapa dia dapat merasakan perasaan asing ini, sangat dalam, hingga terdengar seperti teriakan penyesalan. Dia bukan Lusi, jadi siapa yang di hadapanku sekarang?

" Fera? "

" Bukan, ini aku Hagar " ucapnya.

Mar mengangguk paham " Maaf, aku pikir Fera " ucapnya, dia kembali tersenyum.

" Lusi tidak bisa mengantarmu pulang, jadi aku yang akan mengantarmu pulang " suaranya terdengar parau, Mar khawatir telah terjadi sesuatu pada Lusi, saat dia hendak kembali ke dalam Hagar menghentikannya, jarinya mencengkram lengannya " Jangan kembali ke dalam " perintahnya.

" Pasti terjadi sesuatu padanya, atau mungkin.. seseorang telah melukai perasaannya?! " Mar segera mempercepat langkahnya, kali ini tongkatnya memukul lantai lebih keras, iramanya tidak teratur membuat detak jantungnya semakin tidak karuan, hembusan nafasnya tercekat saat kepalanya membentur sesuatu yang keras.

" Bisa minggir tidak? atau aku akan memukulmu pakai tongkatku " Mar mengarahkan tongkatnya ke depan, lalu dia memukul pintu di depannya dengan keras, dia memukul berkali-kali hingga seseorang menangkap sambaran tongkatnya.

" Sudah cukup " Hagar menangkap tongkatnya, tapi Mar kembali melawan. Dia menarik tongkatnya dari genggamannya dengan cepat, dia kembali memukul pintu itu, dan tidak tau mengapa suaranya pukulannya terdengar berbeda. Melihat Mar berhenti, Hagar bergegas mengambil tongkatnya dari genggamannya " Dia tidak terluka, tidak akan terluka, jadi berhentilah memikirkannya!! " Hagar membentaknya, seketika Mar terdiam.

" Tenanglah, dia bersama dengan Fera jadi tidak akan terjadi apapun " ucapnya menenangkannya, Mar tetap tidak merespon.

" Aku akan mengantarmu pulang sekarang "

" Aku memaksa " tiba-tiba Hagar menarik tangannya.

Semakin lama langkahnya semakin cepat, Hagar sangat marah, Mar bisa merasakannya. Dia bertanya apa yang membuatnya sangat marah, tapi Hagar mengacuhkannya. Dia tetap saja berjalan seperti orang kerasukan, hingga sampai nafasnya tersengal-sengal, dia baru berhenti.

Mar terdiam, sesaat dia merasa ada sentuhan lembut di wajahnya, kemudian dia merasakan hembusan nafas yang hangat menerpa wajahnya, Mar tertegun, jari-jarinya berusaha menggapai wajahnya dan dia terkejut saat tangannya Hagar menangkap tangannya lalu membawanya ke wajahnya.

Nafasnya tercekat saat tiba-tiba kepalanya disandarkan ke dadanya, Hagar memeluknya erat sedang Mar mencoba memahami perasaannya. Mar bertanya dengan hati-hati, dia berbisik

" Apa telah terjadi sesuatu? mungkin anda bisa menceritakannya pada saya, aku akan mendengarkan apapun masalah itu "

" Masalahnya adalah dirimu dan khususnya diriku sendiri, mau aku beritahu? " deru nafasnya mulai tidak teratur, dia kembali membelai wajahnya, lalu bibirnya. Sensasi itu membuat Mar bingung, dia memejamkan matanya.

" Apa maksud anda? " bisiknya.

Dia menghela nafas panjang, sebelum akhirnya dia mengatakan masalahnya yang sebenarnya tidak masuk akal

" Kamu tidak mengerti perasaanku padamu dan aku tidak bisa

melepasmu " mendengar pernyataannya membuat matanya terbuka " Ya, saya ingat saya pernah memukul anda dan saya benar-benar minta maaf atas kesalahan saya sebelumnya. Saya sangat menyesal, jadi saya harap anda mau memaafkan saya. "

" Aku tidak bisa, aku tidak bisa melepasmu Mar!! "

" Apa maksud anda? maaf, saya tidak mengerti apa yang anda katakan. "

" Aku menyukaimu " ucap Hagar.

Mar terdiam, dia terkejut mendengar ucapannya, hingga tiba-tiba dia kehilangan kesadarannya dan semuanya menggelap.

Fera memukul kepalanya Hagar " Dasar bodoh.. lihat dengan jelas, dia itu bukan mantan pacarmu! " Fera menoleh dan melihat Mar sudah terbaring di lantai.

...🍁🍁🍁🍁🍁...

" Dimana ini? " gumamnya. Matanya terbuka, dia memegang kepalanya yang masih terasa pusing, dia terbangun sambil termenung, tiba-tiba ingatan semalam terlintas di pikirannya. Mar meraba-raba sekelilingnya, dia semakin ketakutan karena dia kini berada di atas ranjang orang yang tidak dia kenal.

" Apa yang telah terjadi semalam? " gumamnya.

" Wah.. tidurmu nyenyak sekali lo, " Andrew menghampirinya, dia mengelus rambut Mar dengan sayang " dan cukup melelahkan juga menggendongmu, rasanya seperti membawa sekarung beras huhuhu.. sangat berat " dia mengejeknya.

" Apa aku seberat itu?? "

" Maaf hanya bercanda " Andrew terkekeh.

" Malam ini tidurlah di kamarku dan oh ya aku mau keluar dulu sepertinya nanti pulangnya malam soalnya aku ada urusan dengan teman. Maksudku jangan tunggu aku pulang, langsung tidur saja. Aku pergi dulu " Andrew menutup pintu kamarnya.

" Ah ya aku memang belum pernah masuk ke kamarnya " gumamnya.

Andrew mengambil korek dari dalam sakunya, dia memegangnya dan tiba-tiba seseorang datang mengambil miliknya.

" Kamu sudah gila ya! " dia berdiri dihadapannya sambil meracau " Kalau mau bunuh diri setidaknya jangan panggil aku kesini, aku tidak mau menjadi tersangka utama. Apalagi kalau sampai masuk berita, aku benar-benar akan membencimu. "

Andrew hanya menatapnya, dia tersenyum " Kamu terlalu berpikir yang aneh-aneh, aku memintamu datang kesini bukan untuk melihatku bunuh diri. Aku cuma mau tanya bagaimana perkembangannya?? "

Wanita itu mengangguk mengerti " Oh oke syukurlah, sejauh ini lancar tidak ada hambatan. Tapi aku tidak tau ini akan bertahan sampai kapan, dan dampak pemakaiannya seperti apa aku masih belum tau karena ini adalah percobaan pertama kalinya. Jadi aku cuma mau bilang jangan salahkan aku kalau sampai terjadi sesuatu. "

Andrew menatapnya tajam " Ya, aku tau itu. "

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!