Suatu hari

Mar duduk di pinggir kolam renang, ia memejamkan mata. Semilir angin meniup beberapa helai rambutnya hingga menyapu pipi dan matanya, sensasinya terasa menggelitik. Mar mengambil nafas panjang, ia senang menikmati aroma di sore hari. Andrew mendekat lalu duduk di sampingnya, dia mengelus rambutnya, " Merasa lebih baik? " Mar menoleh, ia mengangguk

" Ya.. lebih baik dari sebelumnya " ucapnya.

Mar kembali terdiam.

" Tenang kemudian pikirkan baik-baik dan putuskan dengan hati-hati, " Andrew meraih tangannya lalu menggenggamnya erat " jika ada yang mengganjal di hatimu katakan saja padaku, apapun itu aku akan mendengarkannya. "

Andrew terkekeh, " Aku kakak yang baik bukan? aku bahkan mau menjadi teman curhat adikku tercinta. "

Kedua kakinya menendang-nendang, Mar mengangkat kedua bahunya " Nah.. apa ya? "

Mar berhenti menggerakkan kakinya, ia mengangkat kepalanya menghadap ke langit, " Aku merasa kakak tidak pernah mendengar curhatan ku, " lalu melirik " jadi bukannya kalimat itu terkesan mengada-ada ya? " ucapnya.

Mar merasakan beban di bagian belakang kepalanya, Andrew mengapit kepalanya dengan kencang " Kamu meragukan kakakmu ini ya?? awas ya, lain kali aku tidak mau mendengar curhatan mu lagi " ucap Andrew.

Mar merasa ada seseorang yang sedang mengawasi mereka, ia bertanya pada Andrew, " Apakah ada seseorang selain kita disini? "

Andrew melihat ke belakang, lalu berbalik memandangnya, " Tidak ada siapapun, " ucapnya.

" hanya ada aku dan kamu, " Andrew menatapnya lekat lalu tangannya bergerak menyentuh keningnya, Mar menoleh,

" Kenapa?? " tanyanya.

" Aku hanya khawatir. "

Mar menyentuh tangan Andrew lalu menyingkirkan tangannya dari keningnya.

" Pfttt hahaha " suara tawa Andrew mengagetkannya.

Mar memajukan bibirnya, " Lucu ya?! "

Andrew mengacak rambutnya, " Maaf maaf, jangan marah. Aku hanya bercanda, " ucapnya.

Mar memalingkan wajahnya dan Andrew terus menerus membujuknya tapi ia tetap masih kesal.

Andrew menyentuh kepalanya, " Aku masuk dulu ya, jangan lama-lama diluar nanti kamu bisa masuk angin " Mar hanya mengangguk, lalu Andrew masuk ke dalam rumah.

Malam harinya bulan purnama bersinar terang, bintang-bintang pun bertebaran menghiasi langit. Angin diluar berhembus kencang menerpa jendela sehingga menimbulkan suara. Sebelum tidur Mar selalu menulis kesehariannya di dalam buku diary miliknya tentang perasaannya, apa yang ingin ia lakukan dan apa yang diimpikannya. Mar berhenti menulis, ia bangun dari kursi lalu menuju ke jendela. Memiliki mata mungkin rasanya akan sangat menyenangkan, terlebih lagi bisa melihat alam dan angkasa. Mar menggelengkan kepalanya, jauh dalam hatinya meski dirinya tidak bisa melihat tapi Mar bersyukur memiliki Andrew di sisinya dan teman kerjanya, Lusi dan Fera.

Mar membuka jendela kamarnya lalu menghirup udara segar. Mar bertanya-tanya bagaimana pemandangan malam ini, pasti sangat indah, gumamnya. Kini perasaannya jauh lebih tenang, ia merasa bersemangat untuk kembali bekerja besok. Mar memejamkan matanya sambil menikmati hembusan angin yang menyentuh wajahnya.

Keesokan harinya Mar kembali bekerja, ia mendapat shift sore bersama dengan Lusi. Jarum jam terus berdetak sampai tidak terasa hari sudah menggelap, Mar mendengar suara langkah tergesa-gesa dari arah belakangnya,

" Mar, sudah selesai? "

Mar menoleh, " Sudah selesai semua, ini aku hanya tinggal merapikannya sedikit. "

" Aku sudah ditunggu di depan, mau pulang bareng?? " tawar temannya.

Mar menggelengkan kepala, " Terima kasih, aku akan pulang setelah menyelesaikan ini " tolaknya halus.

" Baiklah, hati-hati dijalan ya. "

" Kamu juga " ucapnya. Setelah kepergian temannya, suasana di kafe menjadi sangat sunyi. Tidak ada siapapun selain dirinya. Mar bergegas mengambil tas dan jaketnya di gantungan.

" Kriiit.. "

Mar memutar tubuhnya, " Maaf, tapi kami sedang tidak melayani pembeli. "

Awalnya suara ketukan sepatu itu terdengar samar-samar lalu lama kelamaan menjadi jelas dan semakin dekat. Mar terus melangkah mundur sampai punggungnya menabrak dinding. Mar dengan awas mencari benda keras di samping, jika terdesak ia akan melakukan perlawanan.

" Ohh maaf aku mengganggumu, " ucapnya.

Mar berlari ke pintu tapi sosok itu menghadangnya.

" Tolong tetaplah disini, aku butuh seseorang yang tepat sekarang dan aku hampir lupa siapa namamu? "

Perlahan tangan Mar masuk ke dalam kantung jaket, lalu mengeluarkan tongkatnya. Mar selalu diingatkan oleh Andrew, jika suatu saat bertemu dengan orang asing ia harus membawa alat perlindungan. Selain tongkat, tak lupa Mar membawa spray cabai. Orang dihadapannya tiba-tiba tertawa, Mar mencium aroma alkohol, " Tidak salah lagi orang ini pasti mabuk " pikirnya. Mar mundur selangkah kebelakang tapi tangan orang itu meraih tangannya.

" Aku Hagar, dan aku tinggal di samping rumahmu jadi kamu tau maksudku, kita bertetangga. Aku pikir kita harus saling mengenal karena rumah kita bersebelahan, " orang itu berbisik. Mar mencoba tenang dan berpikir. Tangannya kembali masuk ke dalam kantung jaket.

" Mar! "

Mar merasa tidak asing dengan suara barusan, ia bertanya dengan ragu " Fera? apa itu kamu?? "

" Ya! aku Fera, oh ya Mar bukannya kamu berdua. Kemana rekan kerjamu? "

" Ah dia baru saja pulang, sekitar 5 menit yang lalu " jawabnya.

" Maaf, pasti dia membuatmu takut ya?? " Fera duduk di kursi " dia mabuk berat karena itu aku membawanya kesini. Biar saja dia tidur disini semalaman, lagipula aku juga malas mengantarnya pulang ke rumah, " ucapnya.

Mar terkekeh.

Andrew berpapasan dengan Mar, dia melihat Mar berjalan lebih cepat dari biasanya dan wajahnya terlihat gusar. Dia merasa sesuatu telah terjadi padanya lantas Andrew menghampirinya " Apakah terjadi sesuatu? "

Meski masih merasa tidak nyaman, Mar membalasnya dengan ramah "Tidak, tidak terjadi apa-apa. Aku hanya haus jadi aku ingin cepat-cepat minum" Andrew masih terasa ada yang janggal, dia akan memastikan ini "Baiklah, masuklah ada coklat hangat disana" ucapnya.

Mar terkekeh "Oke, sepertinya aku harus cepat sebelum ada yang meminumnya"

"Hati-hati, perhatikan langkahmu"

Andrew mengintip dari balik pohon, disana terlihat ada sosok yang sepertinya dia telah mengenalnya. Dia mendekatinya kemudian memberinya peringatan "Jangan ganggu adikku, atau kau akan merasakan akibatnya"

"Adikmu? oh jadi dia adalah adikmu" Hagar menghadap kepadanya, dia baru menyadari bahwa pemberi peringatan ini adalah temannya Fera.

Begitupun dengan Andrew, dia sangat terkejut dan sekaligus malu "Hagar? sejak kapan kau.." Hagar terkekeh, dia melanjutkan perkataannya "Sejak kapan aku pindah kemari? belum lama ini, aku baru saja pindah sekitar 2 hari yang lalu"

"Oh senang bertemu denganmu, bagaimana kabarnya Fera?"

"Kakakku? dia selalu baik-baik saja, aku pikir sudah lama kita tak bertemu. Terakhir kali kapan tepatnya?"

"Saat aku berkunjung ke rumah kalian, sekitar 5 tahun yang lalu"

"Senang bertemu denganmu juga kakak" Hagar merangkul pundaknya, Andrew juga membalas hal yang sama.

Hagar mengambil beberapa gambar dari tasnya, dia menunjukkannya pada Andrew "Bagaimana menurutmu? bagus tidak?" Andrew melihat wajah para gadis yang berada di gambar itu, dia kembali melihat Hagar "Hagar kamu masih sama seperti dulu, selalu tertuju pada wanita. Aku yakin niatmu hanya ingin melihat wajah para gadis ini ketimbang pemandangannya"

"Tidak, aku telah berubah. Itu aku lakukan karena permintaan pasar"

"Ya aku mengerti, jadi mau minum bersama di rumahku?" tawarnya, Hagar menatapnya.

"Bagaimana dengan adikmu, aku tidak ingin mengganggunya lagi"

"Dia pasti telah pergi karena dia kembali bekerja hari ini"

Hagar penasaran lantas dia bertanya "Dimana?"

"Dia bekerja di kafenya Fera" ucapnya.

Setelah berbincang dengan Andrew, Hagar menuju ke dalam mobilnya. Dia berencana pergi ke kafenya Fera, entah mengapa dia merasa penasaran dengan adiknya Andrew. Sangat ingin tau apakah dia akan menjadi kejutan untuknya nanti.

Sesampai di depan kafe, dia melihat adiknya Andrew berdiri di depan kafe. Dia terlihat tertawa bersama dengan temannya, diam-diam Hagar mendekatinya dari belakang. Saat Hagar telah berada di dekatnya, Mar mengeluarkan tongkatnya lalu memukulnya berkali-kali.

Mar berteriak "Pergi dari sini orang jahat"

Hagar terdiam, dia mengumpat setelah merasakan pukulannya Mar semakin cepat.

Anna langsung menghentikan Mar, dia mencoba menenangkannya "Mar tenanglah, dia bukan orang jahat seperti yang kamu bayangkan," Anna berbisik "aku rasa dia adalah pelanggan kita yang baru, minta maaflah padanya"

"Baiklah, maafkan aku pak" Mar membungkukkan tubuhnya, Hagar bangun lalu dia berkata "Tidak masalah, lagipula aku baik-baik saja. Ah ya makanan apa yang disajikan hari ini?"

Anna melihatnya, dia menunggu responnya untungnya Mar sudah kembali tenang, Mar menanggapinya dengan sopan "Silahkan masuk, maafkan saya Tuan" dia membungkukkan badannya sebagai permintaan maaf, Hagar diam-diam tersenyum melihatnya.

"Ehm.. enaknya minum apa ya hari ini? apa ada sesuatu yang bisa dimakan?" Hagar berceloteh sendiri di depannya Mar, Mar memberi respon cepat "Disini ada kopi Espresso, teh hijau, milk shake, cappucino, cincau hitam"

"Dan apa minuman favoritmu?" Hagar menatap wajahnya intens.

"Teh hijau" jawabnya.

"Baiklah, aku pesan 3, teh hijau, milk shake dan makanannya?"

"Spaghetti" Mar semakin gugup, dia baru pertama kali merasa seperti ini padahal dia sering bertemu dengan pelanggan barunya.

Hagar tersenyum sedangkan Mar sebaliknya, dia takut jika pelanggannya marah karena dia telah melakukan sesuatu yang buruk kepadanya. Buruknya dia memukulnya berkali-kali, perasaannya sangat kacau. Kemungkinan besar dia akan di pecat.

"Dimana makanannya?"

"Oh tunggu sebentar" Mar semakin panik, Dia berteriak "An dimana makanannya?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!