Di setiap perjalananku, aku memilih tinggal di tempat kost yang bisa disewa bulanan dengan tarif yang relatif murah, karena aku tidak pernah menetap di satu tempat lebih dari satu bulan. Dalam pengembaraan kali ini aku berada di kota Surabaya, Jawa Timur. Aku memutuskan untuk kost di daerah Kenjeran, tempat kost terbaik di sepanjang masa pengembaraanku. Selain harganya terjangkau, pemiliknya juga membebaskan anak kost dalam menerima tamu, baik dari segi gender ataupun jam bertamu, asal sopan dan tidak mengganggu kamar tetangga. Selain itu, fasilitasnya pun sangat memadai, dengan kamar ukuran tiga kali tiga meter, dilengkapi kasur busa, lemari, kipas angin, air, juga listrik. Yang paling nyaman itu karena lingkungannya yang asri, aman, tidak banjir, dan jam bebas, kau bisa pulang sesukamu tanpa takut pagar sudah terkunci sebelum kaupulang.
Biasanya, aku tidak akan pergi ke mana-mana pada hari pertama saat aku berada di kota baru. Aku butuh istirahat, dan, mulai berkelana pada sore hari di hari kedua. Itu semacam resfreshing otak bagiku setelah aku menghabiskan waktu berjam-jam untuk menulis, beristirahat saat malam mulai larut, lalu bangun pagi, melakukan aktivitas bersih-bersih, dan kembali menulis hingga matahari mulai mengurangi intensitas cahayanya. Begitulah siklus hidupku sehari-hari.
Pada senja hari itu, aku menunggu sunset di pesisir pantai. Duduk menyendiri di atas hamparan pasir yang membentang luas, hanya berteman dengan telepon genggamku yang melantunkan lirik merdu lagu Kesepian milik Dygta via earphone di telinga -- sambil mengunggah sebuah video baru yang baru saja kurekam. Sebuah video yang berisi pesan tersirat "I am here" dengan tag location -- untuk siapa saja yang sekiranya peduli kepadaku. Tentunya selain ibuku, karena ibuku itu akan cerewet jika sehari saja aku tidak memberikan kabar kepadanya.
Sekitar setengah jam kemudian, ada seseorang yang tiba-tiba duduk di sampingku. Aku pun melepas sebelah earphone yang ada di telingaku.
"Hai," sapanya sembari tersenyum. Senyum yang sudah terekam dengan baik di otakku.
Dahiku mengernyit. "Reza? Kok kamu ada di sini?"
"Sengaja, mau menemuimu. Aku tahu dari instagrammu kalau kamu ada di sini."
Sejak kapan dia follow akun instagramku?
"Aku ada pekerjaan di sini. Kebetulan, aku melihat postingan di instagrammu kalau kamu ada di sini. Beruntung kamu belum pergi, jadinya kita bisa bertemu."
Oh, niat sekali....
"Aku boleh di sini?"
"Boleh. Ini kan tempat umum."
"Well, boleh ikut dengar musiknya?"
"Hm, tentu."
Sebagai teman, aku pun memberikannya izin untuk mendengarkan lagu dari earphone-ku. Saat itu lagu dengan judul Ya Sudahlah milik Bondan Prakoso feat Fade2Black baru diputar. Beberapa detik setelah itu, aku memerhatikan wajahnya, dia seperti sedang memikirkan sesuatu dalam diamnya.
"Kamu lagi memikirkan sesuatu?" tanyaku. Tetapi, dia malah menempelkan jari telunjuknya di bibirku, mengisyaratkan aku untuk diam. Lagi-lagi ada getaran saat tangannya menyentuhku. Aku pun menurutinya, membiarkan dia mendengarkan lagu itu sambil memikirkan sesuatu yang ada dalam pikirannya, sampai lagu berikutnya pun berakhir, lagu dengan judul Tuhan Beri Aku Cinta milik Ayushita Nugraha.
Reza melepas earphone itu dari telinganya setelah mendengar dua lagu itu selesai diputar. Dia menoleh kepadaku dan menatapku cukup lama. Aku menaikkan kedua alisku, dan dia mengerti maksudku yang seolah bertanya ada apa atau kenapa.
"Aku mencoba memahamimu lewat lagu."
"Well, apa yang sudah kamu pahami?"
"Kamu lagi galau? Baru putus cinta, ya?"
Idiiih... aku jadi tertawa, menggelengkan kepala dan berkata tidak. Dari pertanyaannya itu, aku yakin sepenuhnya kalau sepupu-sepupuku hanya menceritakan hal-hal positif tentangku kepadanya.
"Pahami lagi sampai kamu benar-benar paham, itu pun kalau kamu mau."
Aku langsung berdiri, niatku ingin pergi dari sana sebelum dia membuatku nervous lagi seperti pertemuan kami yang sebelumnya. Tapi, dengan cepat Reza meraih tanganku, membuatku berbalik, lalu dia pun berdiri tanpa melepas genggamannya dari tanganku. Aku sontak melihat tangannya yang menggenggam tanganku dengan erat. Lagi-lagi darahku mulai berdesir. Aneh.
"Kita foto dulu. Belum tentu, lo, kita akan ke sini lagi, ya kan?" katanya sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
Kata-katanya itu membuatku serasa terhipnotis, aku bahkan tidak mengatakan apa pun. Dengan santai dia mengangkat kamera sejajar bahunya. Mulanya aku menghadap ke kamera, tapi dia memanggil namaku, membuatku refleks memutar badan dan mendongakkan kepala melihat wajahnya. Saat kusadari, dia begitu dekat denganku, wajahnya persis hanya beberapa senti dari wajahku, hampir bersentuhan, dan tanpa permisi dia melepas jepit rambutku, membuat rambutku yang panjang itu tergerai. Aku merasa waktu seakan berhenti sesaat.
Ya ampun, jantungku berdebar.
Cekrek!
Aku kembali tersadar saat suara dari kamera ponselnya itu terdengar -- menepis keterpakuanku. Aku pun refleks melangkah mundur.
"Kamu mau melihat hasilnya? Nih," katanya sambil menyodorkan ponselnya ke hadapanku.
Hidungku mengerut. "Modus!" kataku sambil terus berjalan dan berusaha menahan senyum.
Dia tertawa senang. "Bagaimana rasanya foto bareng Reza Rahadian?" Reza Dinata bertanya iseng.
Aku mengangkat bahu. "Biasa saja," kataku. "Aku bukan seorang fans fanatik, Za. Aku tidak butuh foto bareng Reza Rahadian, kecuali kalau dia pacarku, pasti bakal beda ceritanya. Aku juga bukan penggemar yang tahu semua tentang seorang Reza Rahadian. Aku cuma kagum pada talentanya, aktingnya, dan tentu karena dia tampan."
"Sebatas itu?" tanyanya lagi.
Aku mengangguk. "Intinya aku suka setiap kali Reza Rahadian berperan sebagai pemeran utama yang tampan, keren, dan gentle. Saking sukanya dan saking seringnya aku nonton filmnya Reza Rahadian, aku malah pernah mimpi jadi pacarnya. Aneh, ya, kok sampai terbawa mimpi? Mungkin itu efek dari dunia khayalanku. Sebab, Reza Rahadian itu selalu menjadi inspirasi tokoh utama pria dalam setiap tulisanku," celotehku panjang.
"Kalau begitu... barangkali aku juga bisa jadi inspirasi tokoh utama tulisanmu. Hmm?"
Aku menghentikan langkahku, lalu kuperhatikan lelaki di sampingku itu dengan seksama, dari ujung kaki sampai ujung kepala, beserta ujung rambutnya yang agak gondrong itu. "Kalau dari tampang mah bisa, kamu sama tampannya dengan Reza Rahadian, dua belas-dua belas. Tapi... kamu harus jadi seseorang yang istimewa dan mengagumkan di mataku, baru bisa jadi sosok yang menginspirasiku."
"Mmm... begitu?" Reza mengangguk-anggukkan kepala.
Aku pun membalas anggukannya. "Tapi sudahlah, lupakan. Untuk apa jadi inspirasi tulisanku? Stay here. Tetap jadi temanku, itu sudah lebih dari cukup. Aku senang mengenalmu dan aku senang berteman denganmu. Cukup Reza Rahadian yang ada di dalam dunia khayalanku. Sedangkan kamu, tempatmu di sini, di dunia nyata. Tetap jadi temanku, teman baikku, ya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Deliana
sama2 menyimpan rasa...
2022-06-10
2
Hidayah Airiz
Semuga Mereka Berjodoh ya thor
2021-11-06
3