*Petaka Telaga Emas (Pete Emas)*
“Kenapa Paman dan warga desa benci orang asing?” tanya Alma Fatara yang duduk bersama Gagap Ayu di balai desa.
Sementara Iwak Ngasin dan Juling Jitu membantu warga mengubur tiga Siluman Ikan, meski membantunya sekedar menonton. Demikian pula dengan Anjengan, dia turut menonton. Ia paling suka perkara ramai-ramai karena ia bisa terlihat lebih menonjol dibanding yang lain.
“Kami pernah menerima dua kali orang asing dalam waktu yang berjauhan. Namun, ternyata kami ditipu. Orang-orang asing itu ternyata Siluman Ikan yang menyamar menjadi manusia. Kemudian mereka menculik beberapa anak perempuan kami. Dan bodohnya kami, kami bisa dikelabui sampai dua kali,” kisah Ki Jolos.
“Mereka bisa menyamar menjadi manusia?” tanya Alma, seolah tidak percaya.
“Eeeh, aku juga tidak terlalu tahu pasti. Namun, pada penculikan yang kedua, kami melihat orang asing yang menculik dua anak perempuan kami masuk ke dalam telaga,” jelas Ki Jolos.
“Ke-ke-ke ….”
“Kentut?” terka Alma memotong perkataan Gagap Ayu, membuat Ki Jolos tersenyum.
“Ke-ke-kenapa tidak pi-pindah desa?” tanya Gagap Ayu.
“Kami sudah turun-temurun tinggal di desa ini. Sebelumnya tidak pernah ada apa-apa. Semua aman-aman saja. Ini sudah berlaku sekitar lima tahun. Awalnya Siluman Ikan hanya meminta tumbal setiap enam purnama sekali. Namun, sejak setahun lalu, mereka meminta setiap tiga purnama. Itupun ditambah dengan menculik saat menyamar menjadi orang asing,” jelas Ki Jolos. “Entahlah, dari mana datangnya Siluman Ikan? Kenapa mereka tiba-tiba muncul sebagai penghuni Telaga Emas?”
“Timbul pertanyaan. Siapa yang lebih dulu tinggal di Telaga Emas ini? Orangtua warga desa ini atau Siluman Ikan?” tutur Alma.
“Ki-ki-kita tanya saja ke-ke-kepada Si-si-siluman Ikan,” usul Gagap Ayu.
“Sana kau pergi tanya!” suruh Alma.
“Ma-ma-mana bi-bi-bisaaa!” teriak Gagap Ayu sewot.
“Hahaha! Kalau tidak bisa, kenapa kau usulkan?” tanya Alma yang didahului dengan tawanya.
“Hihihi!” tawa Gagap Ayu pada akhirnya.
“Aku perjelas saja, Paman. Kami benar-benar ingin membantu warga desa ini. Sedikit pun kami tidak mengharapkan bayaran, jadi Paman dan warga tidak perlu pusing memikirkan bayaran untuk kami. Kami ini anak-anak yang tinggal di pinggir laut, jadi cukup diberi ikan setiap hari, pasti sudah senang. Maklum, sahabat-sahabatku baru keluar dari kandang perguruan, jadi tingkahnya selangit. Hahaha!” ujar Alma lalu tertawa.
“Aaah da-da-dasar kelomang!” maki Gagap Ayu. “Me-me-memangnya ti-ti-tingkahmu ti-ti-tidak selangit?”
“Hahaha!” Alma hanya tertawa.
“Tapi … apakah kalian yakin bisa menghadapi Siluman Ikan?” tanya Ki Jolos.
“Bukankah Ki Jolos dan warga sudah melihat sendiri? Teman-temanku ini hebat-hebat,” tandas Alma.
“Be-be-be ….”
“Belut?” terka Alma memotong kata-kata Gagap Ayu.
“Bu-bu-bukaaan! Be-be-beluuut!” teriak Gagap Ayu, lalu terkejut sendiri, “Eh, kok be-be-belut? Hihihi!”
“Hahahak!” Alma dan Ki Jolos jadi tertawa.
“Be-be-betuuul!” teriak Gagap Ayu meralat. “Aaah, aku ti-ti-tinju juga, nih!”
“Berani adu tinju denganku, Ayu?” tanya Alma.
“Si-si-siapa be-be-berani?” jawab Gagap Ayu yang lagi-lagi membuat Alma dan Ki Jolos kembali tertawa.
“Bisa jadi Raja Siluman Ikan hanya punya prajurit sedikit, yang penting cukup untuk menakut-nakuti. Paman tidak perlu khawatir,” kata Alma.
“Na-na-nanti kalau ra-ra-rajanya keluar, Alma yang akan mengha-ha-ha ….”
“Menghamili?” terka Alma memotong kata-kata Gagap Ayu.
“Hihihi! Kau yang diha-ha-hamilinya!” sentak Gagap Ayu sambil tertawa. “Mengha-ha-hajarnya!”
“Hahaha! Aku kira menghamilinya,” kata Alma sambil tertawa.
Sementara itu di pinggiran desa.
“Kira-kira silumannya nanti jadi hantu gentayangan atau tidak, ya?” tanya Aji Tungka dengan wajah mengerenyit. Ia berdiri di antara warga lain yang mengerumuni liang lahat untuk ketiga Siluman Ikan.
“Jangan bicara yang macam-macam, Aji Tungka!” hardik Gendoro yang berada di dalam liang, merapikan posisi jenazah tiga Siluman Ikan yang dikubur dalam satu liang. Ia menutupi hidungnya dengan lilitan kain pada wajahnya.
“Matanya terbuka!” teriak Iwak Ngasin tiba-tiba sambil menunjuk ke dalam liang lahat.
Terkejutlah semuanya, terlebih-lebih Gendoro yang berada sendirian di dalam liang lahat. Sontak mereka fokuskan pandangannya ke wajah-wajah mayat Siluman Ikan. Namun, mereka tidak melihat mata-mata Siluman Ikan terbuka.
“Mana? Mana?” tanya Anjengan sambil bergegas datang dari belakang.
Bduk!
Anjengan yang juga penasaran cepat mendesak para lelaki yang berdiri di pinggiran liang lahat.
“Aaa!” pekik tiga orang lelaki saat tubuhnya terdorong oleh Anjengan masuk ke dalam liang lahat, menimpa Gendoro dan mayat-mayat yang berbau amis menusuk.
“Et et et!” pekik Anjengan pula, karena ia oleng di pinggir liang lahat dan hendak terjatuh.
Sinjor yang berdiri tidak jauh dari Anjengan, cepat menyambar tangan gemuk Anjengan. Namun nahas, Anjengan sudah terlanjur jatuh dan tangannya justru menarik serta Sinjor untuk jatuh bersama.
“Aaak!” pekik mereka yang hidup di dalam lubang saat tubuh berat Anjengan menimpa.
Bluk!
“Hahaha!” tawa terbahak Anjengan saat Sinjor menimpa tubuhnya dengan posisi yang bagus. Anjengan langsung memeluk erat Sinjor sambil tertawa-tawa.
“Hahaha …!” tawa para lelaki di atas liang.
“Iwak Ngasin, jangan berbohong!” tukas Juling Jitu. “Tidak ada mata Siluman Ikan yang terbuka!”
“Aku menunjuk mata Gendoro yang terbuka, bukan mata Siluman Ikan. Hahaha!” bantah Iwak Ngasin mengelak lalu tertawa karena berhasil mengerjai mereka.
“Celakaaa! Celakaaa!” teriak seorang warga lelaki dari pantai telaga.
Suara teriakannya yang sampai kepada mereka membuat semuanya segera menoleh ke arah pantai. Namun, pandangan mereka terhalang pohon-pohon. Mereka segera pergi ke tempat yang membuat mereka bisa melihat ke pantai.
“Celakaaa! Celakaaa!” teriak seorang pemuda di pasir pantai yang mereka kenal bernama Wuwul. Dia berteriak-teriak sambil jingkrak-jingkrak di tempatnya karena panik. Sementara tangannya melambai-lambai memanggil kepada Ki Jolos dan Alma di balai desa.
“Jangan-jangan Siluman Ikan datang lagi,” kata Iwak Ngasin.
“Ah, tidak ada apa-apa di tengah telaga,” bantah Jalu Segoro.
“Lalu kenapa dia?” tanya Juling Jitu.
Mereka melihat Ki Jolos, Alma dan Gagap Ayu sudah turun menuju pantai.
Para lelaki desa segera berlari menyusul ke arah pantai. Iwak Ngasin dan Juling Jitu memilih berjalan. Sebagai pendekar mereka harus tampil cool.
Sementara Anjengan baru keluar dari liang lahat bersama Sinjor yang terengah-engah karena dicekik oleh pelukan Anjengan.
Di sisi lain, kaum wanita hanya berani memantau dari jauh. Mereka selalu menyimpan rasa takut lebih besar daripada para lelaki.
“Ada apa, Wuwul?” tanya Ki Jolos dengan kening berkerut, karena mereka tidak melihat ada hal yang aneh di telaga.
“Celaka, Ki! Si-siluman Ikan dataaang!” jawab Wuwul sesperti mau menangis.
“Mana? Tidak ada Siluman Ikan. Kau jangan bergurau, Wuwul!” kata Ki Jolos agak membentak.
“Di telaga, Kiii!” Wuwul menunjuk ke tengah Telaga Emas sambil ingin benar-benar menangis.
“Wuwul!” bentak Jalu Segoro yang baru tiba. “Di telaga tidak ada Siluman Ikan. Kau jangan mengada-ada. Bikin merinding, kau tahu?!”
“Kok aku juga jadi merinding siang-siang seperti ini?” ucap Aji Tungka sambil memandangi bulu-bulu tangannya yang berdiri dengan pori-pori bertimbulan.
“Apakah kalian tidak melihat Siluman Ikan yang banyak itu?” tanya Wuwul, membuat mereka semakin heran dan memaksa bulu kuduk merinding.
Sementara Alma memandang serius kepada Wuwul. Ia kemudian memandang jauh ke tengah telaga. Ia juga tidak melihat ada Siluman Ikan yang berjalan di atas permukaan air atau ada riak-riak tanda awal akan munculnya Siluman Ikan. Namun demikian, Alma yang memiliki kesaktian tinggi bisa merasakan hawa dan aura ganjil yang bersumber dari telaga. Angin membawa keganjilan itu sehingga Alma bisa merasakan.
Alma lalu kembali memandang kepada Wuwul.
“Wuwul! Kau jangan menakut-nakuti kami!” hardik Sinjor pula yang baru tiba.
“Tidak. Pasukan Siluman Ikan itu sudah semakin dekat!” kata Wuwul bersikeras dengan apa yang dilihatnya. Sampai-sampai ia geregetan sendiri.
Tak!
Tiba-tiba secangkang kecil kulit kerang melesat mengenai dada Wuwul. Terdengar suara berdetak ketika kulit kerang itu mengenai dada Wuwul.
Seketika terkejut dan terdiam Wuwul mendapat lemparan ringan dari Alma.
“Dia Siluman Ikan!” tukas Alma Fatara.
“Hah!” Kompak semuanya terkejut lalu memandang serius kepada Wuwul yang kemudian jadi ketakutan. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 349 Episodes
Comments
Senajudifa
waktu nyamar jd manusia keliatan sisik ikanx ngga😂😂
2022-09-23
0
Kurniasari Kurniasari
dugaanku bener
2022-01-13
2
bosque
josss
2021-12-03
2