...“Hah! Rupanya Bola Hitam ada padanya!” seru Cucum Mili sambil menunjuk Alma....
Terkejutlah Slamet Lara, Kepala Desa dan yang lainnya, terutama Alma. Dengan ditunjuknya dia, berarti ia akan menjadi sasaran dari para bajak laut.
“Bola Hitam pasti ada di balik pakaian anak perempuan itu, telanjangi dia!” perintah Cucum Mili.
“Hah!” pekik Alma terkejut. Yang terbayang di dalam benaknya adalah ia akan dibugili dan ditertawakan oleh banyak orang yang menontonnya, seperti ayam perempuan yang berlari tanpa selembar bulu pun di tubuhnya.
“Tangkaaap!” teriak para anggota bajak laut ramai-ramai bergerak hendak menangkap Alma Fatara.
“Jiaaa!” teriak Alma sambil berlari sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri. Ini bukan lagi masalah punya Bola Hitam atau tidak, bakal dibunuh atau tidak, tetapi ini masalah dipermalukan di tengah umat.
“Jangan tangkap anakku!” teriak Slamet Lara sambil melompat menerkam seorang bajak laut lelaki. Slamet Lara benar-benar nekat.
Slamet Lara berhasil menangkap kaki seorang bajak laut yang sedang berlari untuk mengejar Alma. Bajak laut bertubuh kurus itu jatuh tersungkur di tanah berpasir, sampai-sampai wajahnya berbedak pasir.
Buk!
Saking kesalnya, si bajak laut itu menendang wajah Slamet Lara dengan keras, membuat nelayan itu tersentak dan terguling kesakitan. Slamet Lara membekap wajahnya yang berdarah pada bagian hidung.
“Jangan tangkap adikkuuu!” teriak Anjengan yang nekat berlari dengan membungkuk, mengumpamakan dirinya adalah seekor banteng. Ia berlari tepat ke depan belasan orang yang mengejar Alma.
Bruk!
Namun, dengan begitu saja tubuh gemuk Anjengan diterabas dan ditabrak, membuatnya jatuh terjengkang lalu terinjak-injak.
Separuh tubuh Anjengan melesak masuk ke dalam tanah berpasir dengan tubuh bergaya tangan merentang seperti gaya ikonik pemeran wanita film Titanic, sementara satu kaki bengkok ke samping. Mulutnya ternganga dengan lidah menjulur berdarah dan mata mendelik. Wajahnya yang sudah bengkak semakin bengkak dengan sedo warna ungu gelap alias memar. Anjengan tidak bisa bangkit lagi.
Bukan hanya ayah dan kakaknya yang nekat, ibunya Alma juga ternyata bisa nekat.
“Jangan tangkap anakkuuu! Hiaaat!” teriak Muniwengi sambil berlari dengan kedua tangan memegang golok. Wanita kurus itu mencoba menghadang para pengejar Alma.
Bak!
Namun, hanya dengan satu terjangan keras dari seorang lelaki bajak laut, Muniwengi langsung terjengkang agak jauh di tanah berpasir, lalu diam tidak bergerak. Entah mati atau pingsan, atau main patung-patungan.
“Emaaak!” teriak Alma yang melihat nasib ibunya. Namun, ia tetap berlari kencang karena tidak mau tertangkap.
“Lempar aku, Paus Ijo!” teriak seorang bajak laut bertubuh kecil dan pendek tapi tua, alias mini.
Lelaki gendut tinggi besar seperti anak raksasa, berhenti berlari mengejar. Lelaki bernama Paus Ijo itu cepat berbalik sambil mempertemukan kedua tangannya di depan perut gendutnya.
Dari arah depan, bajak laut bertubuh mini berlari cepat dan melompat menginjak kedua telapak tangan Paus Ijo yang menyatu. Paus Ijo lalu mendorong kaki si mini yang bernama Gede Gaya, lalu melemparkannya dengan kuat ke belakang.
Tubuh Gede Gaya terlontar kencang jauh ke belakang Paus Ijo. Tubuh Gede Gaya melesat cepat di udara melewati rekan-rekannya yang berlari. Hebatnya, lesatan tubuh Gede Gaya tepat mengarah kepada Alma.
Alma yang masih sempat menengok ke belakang dalam larinya di tanah berpasir, terkejut melihat datangnya tubuh Gede Gaya di udara. Sudah jelas Gede Gaya akan menangkap peluk dirinya.
Wuut! Prak!
Tiba-tiba dari arah samping melesat cepat sebuah gentong tanah liat. Gentong yang melesat di udara itu menghantam tubuh kecil Gede Gaya hingga hancur. Maksudnya, gentongnya yang hancur bersama air di dalamnya.
Gede Gaya terlempar dari trek luncurnya dan jatuh dalam kondisi sudah tidak bergerak dengan tubuh yang basah kuyup.
Semua terkejut melihat kejadian itu. Para pengejar Alma kompak berhenti massal, bahkan ada yang jatuh tergelincir karena rem depannya terlalu pakem. Hal itu juga mengejutkan Cucum Mili, termasuk Kepala Desa Jaring Wulung dan Pendekar Desa Debur Angkara.
Mereka juga kompak mengalihkan perhatian kepada seseorang yang diduga sebagai pelaku pelemparan gentong berisi air. Itu menunjukkan bahwa orang itu bukan orang biasa.
Sosok orang itu adalah pemuda tampan berpakaian biru bagus. Di dahi kanannya ada tambalan kain yang ada tali kecilnya melingkar di kepala. Kain itu menutupi luka yang tercipta satu jam lalu akibat lemparan batu Alma. Pemuda itu adalah Sugang Laksama.
Sementara itu Alma berdiri di balik pohon kelapa. Ia ingin melihat perkembangan apa yang akan terjadi.
“Pendekar Pedang Dedemit! Jangan ganggu Bajak Laut Kepiting Batu!” hardik Cucum Mili dari tempatnya berdiri.
“Jangankan hanya seorang Ratu Kepiting, Ratu Gurita pun akan aku ganggu jika dia berusaha merebut Bola Hitam!” teriak Sugang Laksama.
“Aaah! Tidak enak bicara jauh-jauhan dengan orang ganteng!” dumel Cucum Mili. Ia lalu melompat bersalto jauh ke depan, kemudian turun mendarat dua tombak di depan Sugang Laksama. Ia kembali membentak pemuda tampan itu, “Hei, Sugang!”
“Hei, Sugang!” bentak para anak buah Cucum Mili serentak, membuat Sugang Laksama agak terkejut.
“Bola Hitam kini tidak berpemilik, jangan campuri urusan kami jika kami sedang berusaha mendapatkannya!” kata Cucum Mili.
“Itu adalah hak aku, karena aku masih memiliki garis kerabat dengan Raja Tanpa Tahta, pemilik awal benda pusaka itu!” tandas Sugang Laksama.
“Hihihi!” tawa Cucum Mili keras, seolah menertawakan klaim dari Sugang Laksama. “Jika bicara hubungan darah dengan Raja Tanpa Tahta, aku adalah orang yang paling dekat. Orang-orang tidak pernah tahu, bahkan kau pun tidak tahu bahwa aku adalah adik ipar dari Raja Tanpa Tahta.”
“Hahaha…!” Sugang Laksama balas tertawa kencang dan panjang pula. “Bagaimana orang bisa tahu dan percaya, karena kau memang hanya mengaku-ngaku. Sejak kapan Raja Tanpa Tahta memiliki kerabat seorang bajak laut!”
“Tidak sopan!” bentak Cucum Mili.
“Tidak sopan!” bentak para anak buah Cucum Mili pula.
“Hahahak…!”
Tiba-tiba terdengar suara terbahak-bahak Alma yang seperti tawa bapak-bapak. Ia merasa lucu dengan gaya para bajak laut itu saat menirukan bentakan ketuanya.
“Tidak sopan!” bentak Cucum Mili kepada Alma yang ada agak jauh di sana.
“Tidak sopan!” bentak para bajak laut itu juga kepada Alma.
“Hahahak…!” tawa Alma semakin menjadi. Ia benar-benar tertawa sampai berjongkok di tempatnya.
“Anak kecil tidak sopan menertawai orang tua!” bentak Cucum Mili.
Set! Bluar!
“Akh!” jerit Alma terkejut saat sebutir benda kecil dilesatkan oleh jari Cucum Mili dan meledakkan batang bawah pohon kelapa itu.
“Almaaa!” teriak Slamet Lara panik saat melihat anaknya terpental dari jongkokannya.
Sang ayah yang wajahnya sudah terluka, cepat berlari mendapati tubuh putrinya.
Busrak!
Batang pohon kelapa ambruk berdebam. Beberapa anggota bajak laut harus berlompatan menghindari batang pohon kelapa itu.
“Almaaa, jangan mati, Nak! Huuu…!” teriak Slamet Lara lalu menangis. Ia meraih tubuh Alma yang terkapar di tanah berpasir dan memeluknya. “Almaaa! Kau adalah putriku yang paling cantiiik! Huuu…! Jangan tinggalkan ayahmu yang jelek iniii!”
“Ratu Kepiting! Betapa kejamnya dirimu, sampai seorang anak cantik seperti itu kau tega membunuhnya hanya karena menertawakanmu!” tuding Sugang Laksama.
“Heh, sembarangan menuduhku kejam! Salahnya sendiri mati, seharusnya ledakan itu tidak membunuhnya!” dengus Cucum Mili.
Sementara itu, tiba-tiba Slamet Lara merasakan ada yang aneh saat ia memeluk putri angkatnya itu. Ia merasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak pada perutnya. Ketika Slamet Lara mengintip ke dalam perutnya, ternyata benda yang bergerak-gerak itu adalah dua jari tangan Alma yang mencolek-coleknya.
Slamet Lara terkejut dan cepat melihat wajah putrinya. Satu mata anak nakal itu terbuka mengedip lalu tertutup lagi, pura-pura mati.
“Haaah! Anakku nakaaal, kenapa kau mempermainkan ayah, Almaaa! Ayah jadi jantungan, bagaimana kalau jantung Ayah copot, apakah harus pakai jantung pisang? Haaaah!” teriak Slamet Lara jadi pura-pura meratap karena tahu anaknya juga pura-pura mati.
Jleg!
Slamet Lara dan Alma Fatara dikejutkan oleh sepasang kaki yang mendarat tiba-tiba di dekat mereka berdua. Slamet Lara jadi berhenti meratap palsu dan cepat mendongak untuk melihat siapa adanya orang itu. Karena terkejut, sampai-sampai Alma pun tidak mampu mempertahankan aktingnya. Sepasang matanya membuka untuk melihat wajah orang itu juga.
Orang yang baru datang dan muncul itu adalah pemuda tampan berbaju hitam bagus. Ia tidak lain adalah Jura Paksa, teman Sugang Laksama.
Buk! Tuk tuk!
Dengan seenaknya dan tanpa permisi lagi, Jura Paksa menendang lengan Slamet Lara, memaksa lelaki berkulit hitam itu terjatuh ke samping dan terpisah dari tubuh putrinya.
Selanjutnya Jura Paksa menyarangkan dua totokan pada tubuh Alma Fatara. Gadis kecil itu hanya mendelik terkejut dan kemudian diam. Ia bahkan tidak bisa bersuara.
Jura Paksa lalu mengangkat tubuh Alma Fatara dan memanggulnya.
Melihat kejadian tersebut, Cucum Mili cepat berteriak.
“Jangan biarkan orang itu membawa anak itu!” teriak Cucum Mili kepada para anak buahnya.
“Kejaaar!” teriak para bajak laut beramai-ramai karena Jura Paksa sudah berkelebat pergi membawa tubuh Alma Fatara.
“Anakkuuu!” teriak Slamet Lara, kali ini ia benar-benar berteriak cemas.
Sementara itu, Sugang Laksama memilih berkelebat mundur di udara. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 349 Episodes
Comments
Author yang kece dong
aduh lanjut ...😢
2022-07-02
1
🦋⃟ℛ ᴬ∙ᴴᴀᷟ N⃟ʲᵃᵃ ᭙⃝ᵉˢᵗ
basah deh
hehehehe 😅
2022-05-28
2
IG: Riskaprakoso_
uuuuu....siapa tuh
2022-04-28
0