intimidasi dari kamar mandi

"Misteri itu, bagi rere ada dua. Tentang hal - hal gaib, dan teknologi tersembunyi"

"Teknologi tersembunyi?"

"Ya. Bukan cuman di film - film. Tapi rere pernah bikin, yang sederhana"

"Apa tuh?"

"Laci meja. Rere bikin double bottom. Threeple bottom sih, benernya. Bisa buat ngumpetin sesuatu. Ya, meskipun cuman setebel buku tulis. Tapi sempet bikin geger"

"Geger?"

"Ya, rere nyimpen video mesumnya temen rere. Orang yang seneng banget jahilin rere"

"Terus?"

"Ya, dia kelimpungan. Mau ngintimidasi rere, nggak berani. Nyari sendiri, nggak ketemu"

"Nyari dimana?"

"Satu sekolah digeledah sama dia, sama temen - temen segengnya. Sampe kerumah juga"

"Rumah?"

"Ya, dia ngirim orang buat nyari. Geger kan, rumah kaya abis dirampok. Tapi nggak ada yang ilang"

"Terus?" Tanyaku tetarik.

"Ada yang ember, pengkhianat"

"Ketemu dong?"

"Iya sih. Tapi nggak sempet ngambil"

"Kok bisa?"

"Karena rere pasang jebakan di laci itu. Rere pasangin sirkuit elektronik sederhana. Pake batre kotak lima biji, sama sekantong pertamak plus"

"Whow, kebakaran dong?"

"Ya, begitulah"

"Ilang dong barbuk nya?"

"Enggak. Rere udah lindungi pake casing metal"

"Terus, dia gimana?"

"Ya, karena para guru sudah tahu bagaimana reputasi dia, dan bagaimana hubungan dia dengan rere, justru dia dituduh anarkis. Bakar meja rere demi sesuatu yang dia nggak mau bilang apa"

"Dan casing metalnya dikembaliin ke adek beserta isinya?"

"Ya, begitulah"

"Tapi sirkuitnya?"

"Alhamdulillah, nggak ketahuan. Kan threeple bottom. Jadi sirkuitnya tersembunyi, sekalipun penutup paling atas terbuka. Masih ada satu penutup lagi yang belum mereka buka. Karena mereka menganggap itu adalah real bottomnya" jawab rere.

Aku tak percaya rere punya ide seperti itu dan bisa mewujudkannya. Kalau cerita itu benar, seharusnya dia bisa membantuku menganalisa lemari dan jam pendulum itu.

"Tapi kalo lemari, rere belum pernah liat. Coba nanti rere cari di youtube. Kali ada" lanjut dia.

"Mbak tahu kok. Pulang yuk" ajakku.

"Hahaha... Ya ini juga jalan pulang kan, mbak" jawab rere sambil tertawa.

Sesampainya di rumah, aku langsung ijin untuk mandi. Rere mengiyakan. Tak perlu mrnunda waktu, aku langsung menuju kamar, lanjut mandi. Rere ke depan, aku yakin dia mau menonton gosip kesukaannya.

"Hmm tinggal separo aja, pasta gigi" komentarku.

Aku menggosok gigi sebagaimana biasanya. Tak lupa aku berkumur dengan cairan pembersih mulut. Memastikan tidak ada bakteri, kuman, maupun virus tertinggal.

"Tes... Tes"

Ada yanga menetes dari atas. Aku mendongak untuk melihat sumber tetesan.

"HWAAAAAA"

Terlihat di mataku, banyak sekali pocong tergantung di langit - langit kamar mandi. Semua dengan keadaan yang hampir sama, perut terburai keluar. Sungguh aku tak menduga. Untuk kedua kalinya, di pagi hari, mereka datang menghantuiku.

"Kenapa mbak?"

Kudengar suara rere mendekat. Aku masih jongkok di bawah washtafel. Menyembunyikan wajahku karena takut melihat rupa mereka.

"Mbak, tenang dulu, mbak. Ada apa?"

Suara ibu juga terdengar di telingaku. Perlahan aku singkirkan kedua tanganku dari wajahku. Kulihat mereka berjongkok di sebelahku. Aku mengdongak ke atas. Mereka mengikuti.

"Loh, kok nggak ada?" Tanyaku bingung.

"Memang embak liat apa?" Tanya ibu penuh perhatian.

"Pocong" Jawabku. Mataku masih kuperintahkan untuk memindai seluruh area ini.

"Kita keluar dulu yuk, mbak. Kita berdoa dulu" ajak ibu.

Aku menuruti ajakan ibu.

Ibu lalu mengajak kami duduk di lantai. Ibu membacakan doa, kami mengamini. Pak mukti juga datang ikut mengaminkan doa yang ibu lafadzkan. Perlahan ketakutanku mulai berkurang. Tergantikan oleh ketenangan.

"Monggo, embak terusin mandinya" saran ibu.

"Iya, mbak. Kita temenin di sini" tambah rere.

Aku mengangguk setuju. Mengetahui mereka masih menungguku di kamar, memberiku keberanian lebih. Kumasuki lagi kamar mandi setelah membaca doa. Kuperhatikan seluruh ruangan. Tak ada apapun yang menakutkan. Seperti kemarin, aku mandi sekedarnya. Yang penting bersih.

"Loh, udah, mbak?" Tanya ibu. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

"Ya sudah, kita keluar, dek. Kita siapkan sarapan" ajak ibu pada rere.

"Monggo" jawab rere.

Mereka meninggalkan kamar ini dengan senyuman. Aku yang masih agak syok, tak memberi respon yang semestinya. Tapi aku bersyukur, mereka mau mengerti. Kukenakan pakaianku. Tidak pakai dandan, apalagi bersolek. Aku sedang tidak bergairah untuk bersolek diri.

Aku tak melihat mereka saat keluar dari kamar. Tapi dari suaranya, aku bisa menebak, kalau mereka sudah siap di meja makan.

"Eh, mbak, yuk sarapan"

Suara ibu menyambutku. Agak janggal kurasakan, mereka semua berkumpul di dapur, dan mengajakku turut serta. Meja makannya tidak cukup panjang untuk jaga jarak. Apalagi ventilasi ruang dapur tidak sebagus ruang depan. Sudah begitu, mereka sudah siap makan. Apakah mereka takut aku tersinggung, atau memang alaminya mereka begitu menghormati aku, sehingga memaksakan diri berdekatan?

"Mbak, kalo kurang bilang ya. Entar rere ambilin lagi" kata rere. Dia memposisikan piring makanku di ujung kanan.

"Iya, makasih dek" jawabku.

Setelah berdoa bersama, aku mulai melepas maskerku. Dan makan dengan tanpa bicara sedikitpun. Bahkan aku agak mempercepat makanku, agar tidak terlalu lama aku dalam keadaan tanpa masker. Selesai makan, aku langsung mencuci alat masakku sendiri. Agar rere atau ibu, tidak terkontaminasi virus yang mungkin menempel di peralatan makanku.

"Mbak, ibu pamit dulu ya"

Aku terkesiap mendengar ibu minta ijin. Entah mengapa, aku jadi merasa sedikit takut.

"Yaa, pada mau balik ya?" Keluhku.

Untuk pertama kalinya aku merasa sedih ditinggal mereka. Untuk beberapa saat, tidak ada yang bisa menjawab. Aku tahu, didalam hati mereka ingin menemaniku. Tapi tugas harus dijalankan. Dan mungkin pak mukti sudah ada janji yang tidak bisa diubah. Rere juga tidak mungkin berami bolos sekolah online.

"Pak, tolong mintakan ijin ibu, sama pak kades, untuk ibu monitor dari rumah" pinta ibu pada pak mukti setengah berbisik.

"Jangan, jangan" cegahku saat pak mukti akan menelepon seseorang.

"Maafin embak, bu. embak terlalu nuntut. Jangan ijin bu. Nanti, nenek lampir sama kembarannya bikin ulah lagi" lanjutku.

"Hihihi... Sejak kapan mak lampir punya kembaran?" Tanya rere sambil tertawa geli.

"Hahahahaha" Ibu dan pak mukti juga ikut tertawa.

"Mbak, kok malah mikirin ibu? Mereka sih, emang udah sifatnya gitu. Baik juga salah dimata mereka. Tenang aja ya" kata ibu.

"Jangan, bu. Ibu mungkin udah biasa ngadepin dia, tapi mbak, mungkin nggak sesabar ibu" jawabku.

"Jadinya, gimana nih?" Tanya pak mukti.

"Anak buah bapak cowok semua, sih. Udah di sini banyak demit, ketambahan mereka, waduh. Sama - sama serem. Hahahaha" lanjut pak mukti.

"Waduh, jangan pak. Demit sini dibacain ayat kursi ilang. Anak buah bapak malah ngebacain yasin"

"Hahahaha.... Parah kamu, dek" tak sadar aku ikut tertawa.

"Embak nggak papa ditinggal?"

"Iya, nggak papa kok, bu. InsyaAlloh, embak berani kok" jawabku.

Ibu masih ragu dengan jawabanku. Mungkin apa yang tersirat di wajah dan mataku telihat berbeda oleh ibu. Memang, kalau boleh jujur, aku masih punya sedikit ketakutan. Tapi kalau ingat dua nenek lampir kemarin, lebih baik ibu menunaikan tugasnya.

"Pak, pasangin modem dong, yang sinyalnya kuat, di sini. Jadi adek bisa sekolah onlinenya di sini" pinta rere.

"Bapak juga udah nyari, dek. Tapi dasar sinyalnya nggak ada yang nyampe sini. Bapak juga heran" jawab pak mukti.

"Ya udah dek, pulang dulu aja. Toh, sinyal telepon juga udah kenceng kok. Kalo ada apa - apa, tinggal telepon"

"Bener ya mbak, kalo ada apa - apa telepon rere aja. Kalo urgent, rere pasti datang" jewab rere.

"Iya" jawabku sambil tergelak.

"Top emergency is exeption" celetuk rere lirih. Tapi ibu mendengar. beliau langsung menatap serius ke arah rere.

"Sorak sorak bergembira.... "

Rere bernyanyi sambil berlalu, menghindari delikan mata ibu.

"Hahahaha"

Aku tertawa melihat perilaku adikku ini. Selalu dia bisa membuatku tertawa. Ibupun akhirnya ikut tertawa sambil geleng - geleng kepala. Hanya pak mukti yang masih berpikir keras, mencerna perilaku istri dan anak - anaknya.

"Ya sudah, kita pulang dulu, ya" pamit ibu.

"Kalo ada apa - apa, telepon adek aja. Entar biar adek telepon bapak sama ibu" pesan pak mukti.

"Hihihi... Paham juga akhirnya... Hahahaha" aku tak kuasa menahan tawa.

"Iya, bapak baru inget. Kasihan adek" jawab pak mukti.

"Emang bener sih, kata adek" lanjut pak mukti.

"Emang adek bilang apa?" Tanya ibu.

"Ibu cantik" jawab pak mukti sambil berlalu.

"Assalamualaikum" lanjutnya.

"Nggak mungkin" kilah ibu.

"Hahahahaha" pak mukti malah tertawa.

"Hadeh" ibu geleng - geleng kepala.

"Udah ya, assalamualaikum" pungkas ibu.

"Waalaikum salam" jawabku masih dengan tergelak.

Episodes
1 HARI 1
2 HARI 1 >TEROR PERTAMA<
3 HARI 2 Sholat bersama ibu
4 Adek yang kurindukan
5 Jalan -Jalan Ke Tanah Makam
6 Kejahilan Dari yang tak terlihat
7 sekelumit sejarah
8 suami baru ibu
9 sejarah, berlanjut
10 Hari 3 (kabar mengejutkan)
11 Mana bayiku?
12 empat pocong
13 HARI 4 Petunjuk dari yang tak terlihat
14 Aku Cemburu
15 nyata tapi tidak nyata
16 Ilusi atau teknologi?
17 intimidasi dari kamar mandi
18 prapto, ternyata
19 first sight of enemy
20 terkunci di gudang
21 mulai terlihat
22 jasad yang dibangkitkan
23 hampir tidak selamat
24 HARI 6 ( hampir tanpa jejak )
25 mata tak terlihat
26 di luar batas logika
27 firasat
28 kunci rahasia
29 kabar duka
30 kepergian mbak ida
31 malam satu suro?
32 no place to sad
33 satu melawan tak terhitung
34 lilis kesakitan
35 intrik prapto
36 jalan tembus, tapi buntu
37 kemarahan lembu bergola
38 HARI 9 - lilis tak sadarkan diri
39 lilis sadar
40 keajaiban
41 tetap ikuti prosedur
42 rahasia lantai gudang
43 puting beliung
44 hampir mati di tangan lembu bergola
45 alam para malaikat bergetar
46 hari 11 - boikot
47 boikot 2
48 selalu ada yang pertama
49 dukungan untuk lilis
50 dalam suasana boikot
51 tak boleh pulang, gudang sayur dipindah
52 mbok karsinah?
53 ritual akan segera dimulai
54 Hari 13
55 pembantaian
56 (lilis) tumbal terakhir
57 eksekusi
58 Akhirnya
59 happy ending
Episodes

Updated 59 Episodes

1
HARI 1
2
HARI 1 >TEROR PERTAMA<
3
HARI 2 Sholat bersama ibu
4
Adek yang kurindukan
5
Jalan -Jalan Ke Tanah Makam
6
Kejahilan Dari yang tak terlihat
7
sekelumit sejarah
8
suami baru ibu
9
sejarah, berlanjut
10
Hari 3 (kabar mengejutkan)
11
Mana bayiku?
12
empat pocong
13
HARI 4 Petunjuk dari yang tak terlihat
14
Aku Cemburu
15
nyata tapi tidak nyata
16
Ilusi atau teknologi?
17
intimidasi dari kamar mandi
18
prapto, ternyata
19
first sight of enemy
20
terkunci di gudang
21
mulai terlihat
22
jasad yang dibangkitkan
23
hampir tidak selamat
24
HARI 6 ( hampir tanpa jejak )
25
mata tak terlihat
26
di luar batas logika
27
firasat
28
kunci rahasia
29
kabar duka
30
kepergian mbak ida
31
malam satu suro?
32
no place to sad
33
satu melawan tak terhitung
34
lilis kesakitan
35
intrik prapto
36
jalan tembus, tapi buntu
37
kemarahan lembu bergola
38
HARI 9 - lilis tak sadarkan diri
39
lilis sadar
40
keajaiban
41
tetap ikuti prosedur
42
rahasia lantai gudang
43
puting beliung
44
hampir mati di tangan lembu bergola
45
alam para malaikat bergetar
46
hari 11 - boikot
47
boikot 2
48
selalu ada yang pertama
49
dukungan untuk lilis
50
dalam suasana boikot
51
tak boleh pulang, gudang sayur dipindah
52
mbok karsinah?
53
ritual akan segera dimulai
54
Hari 13
55
pembantaian
56
(lilis) tumbal terakhir
57
eksekusi
58
Akhirnya
59
happy ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!