sejarah, berlanjut

"Bentar" jawab rere. Dia beranjak ke ruang kerja.

"Ini dia" kata rere menunjukkan album itu.

"Wah" komentar ibu. Ibu mendekatkan di samping rere.

"Ini beneran ayah ya, bu?" Tanya rere.

"Eh, iya, bener. Ini ayah waktu masih sembilan belas tahun. Jawab ibu.

"Nah, kalo ini, ibu waktu umur berapa?"

"Eh, ini ibu baru tujuh belas tahun" jawab ibu.

"Tujuh belas tahun, mbak. Cantik banget ya" komentar rere, sambil memperlihatkan foto itu padaku.

"Terus, kenapa ibu deketnya sama juragan prapto? Hayo, ada apa, ada apa?" Goda rere.

"Waduh, kok ada foto momen ini sih" komentar ibu malu.

"Emang dulu ibu pacaran sama juragan prapto ya?" Tanya rere.

"Eemm" ibu tersipu malu.

"Sempet sih" jawab ibu.

"Kok mau sih bu? Kan juragan prapto gitu, semaunya sendiri"

"Dulu sih, sebelum deket sama mbah karjo, juragan prapto itu orangnya baik. Belum kenal sama dunia mafia. Polos lah. Waktu itu, dia masih mau sholat, suka ngaji. Ikut risma segala lagi"

Ibu bilang mbah karjo, berarti suami dari wanita tadi. Apa profesinya, dan seberapa berpengaruh dia? Sampai bisa merubah orang baik, menjadi jahat.

"Oh ya? Masa sih bu?"

"Beneran. Makanya ibu suka. Udah orangnya ganteng, kaya, tapi baik lho"

"Cie... Kasihan dong ayah, dulu. Jadi obat nyamuk doang"

"Ha? Hahaha... Iya, emang. Dulu begitu" jawab ibu.

"Mbah karjo itu siapa?" Potongku. Ibu dan rere terkesiap

"Oh, dia dukun. Dulu tinggalnya di donorojo. Rujukannya mbah Dipo suryo, bapaknya juragan prapto" jawab ibu.

"Segitu saktinya kah, sampe bisa ngerubah sifat orang?" Tanyaku lagi.

"Nggak perlu kesaktian kalo mau ngerubah sifat orang, mbak. Dengan kata - kata, perlakuan, degan intrik juga bisa" jawab ibu.

"Wow" komentarku.

"Kenapa, mbak?" Tanya rere.

"Megawati kalah nih, sama ibu" jawabku masih dengan terpukau.

"Hahaha" ibu tertawa memdengar jawabanku.

"Terus, kalo ini, maksudnya apa bu?" Tanya rere lagi. Dia menunjukkan foto yang ada ayah membawa pistol.

"Oh, iya itu. Justru ayah, yang sebenarnya lebih dulu masuk dunia hitam, dunia mafia" jawab ibu.

"Apa?" Tanyaku dan rere serempak.

"Iya, dulu ayah adalah orang terbaiknya mbah dipo suryo. Ibarat prajurit, ayah adalah panglimanya"

"Kok bisa?" Tanya rere.

"Kan mbah zaid kerja di mbah dipo suryo. Beliau salah satu orang kepercayaannya mbah dipo suryo. Ayah, udah dianggep sodara sendiri sama mbah dipo. Kemana juragan prapto pergi, pasti ayah diajakin. Sekalian jagain. Secara, ayah kan pinter silat. Ayah diajarin banyak hal mengenai operasinya mbah dipo suryo. Ayah dididik untuk menjadi kombatan. Setahu ibu, yang nggembleng juga purnawiraran kopassus. Buat ayah sendiri, bisa membantu kesulitan bapaknya adalah hal yang membanggakan. Lebih dari itu, Sekolahnya ayah, mbah dipo yang nanggung. Jadi, bisa dibilang win - win solution." jawab ibu.

"Oh gitu"

"Tunggu, tunggu. Di kota kecil ini, ada mafia? Narkotika, gitu?" Tanyaku bingung.

"Bukan" jawab ibu sambil tergelak.

"Sumber daya di kota ini masih melimpah. Pembangunan masih terus berjalan, daya tariknya masih sangat seksi. Banyak pengusaha dari luar daerah masuk, ingin berkuasa di kota ini. Sedangkan di dalam saja, sudah ada pemain lama yang juga berlomba menjadi yang terkuat. Perebutan komoditi, proyek, membuat persaingan melebar ke ranah politik. Ada yang terang - terangan terjun ke dunia politik, ada juga yang main bayangan"

"Shadow government?" Potongku

"Right, shadow government. Siapa yang memegang kekuasaan, siapa yang memegang parlemen, menentukan siapa yang akan memonopoli sumber daya dan proyek"

"Hmm, tugas ayah, mengeliminasi setiap ancaman terhadap monopoli itu?" Potongku lagi.

"Ya, begitulah" jawab ibu.

"Kok ibu bisa suka? Kan ibu tahu ayah begitu" tanya rere.

"Dulunya juga, ibu nggak ada rasa sama ayah"

"Apa karena ini?" Potong rere. Dia menunjukkan foto ibu yang tertidur dengan pakaian tersingkap. Ibu terkesiap.

"Iya, karena itu" jawab ibu.

"Hmm?" Aku penasaran.

"Iya, dulu ibu udah biasa main ke rumah juragan prapto. Udah akrab sama bapak - ibunya. Bukan hal aneh kalo ibu sekedar mampir buat minum jus" jawab ibu. Aku masih diam menunggu kelanjutannya.

"Tapi semenjak mbah dipo meninggal, juragan prapto jadi berubah. Jarang ikut risma, jarang keliatan di mushola, puncaknya, setelah akrab sama mbah karjo"

"Kenapa bu?" Tanya rere.

"Ya, jadi nggak mau sholat, senengnya plesiran mulu. Diingetin sholat, marah. Makin hari, makin parah. Mesum aja ya ada di pikirannya"

"O o" komentarku.

"Jangan mikir gitu dulu, mbak. Belum kelar ceritanya" tukas ibu.

"Hahahaha" aku dan rere tertawa melihat ibu salah tingkah.

"Yang otaknya mesum kan dia. Ibu sih, Alhamdulillah, nggak pernah mau diajakin mesum"

"Oh, gitu. Terus, hubungannya dengan foto itu?" Tanyaku penasaran.

"Ya, seperti biasa. Ibu minum jus yang dibawain pembantunya mbah dipo. Tapi kali ini, ternyata beda. Tahu - tahu, ibu ngantuk berat. Bangun - bangun udah di rumah"

"Jadi ibu nggak tahu sama sekali kejadian di sana?" Tanya rere.

"Enggak. Cuman cerita ayah, sama beberapa anak buahnya"

"Ayah bilang apa, bu?"

"Kata ayah, juragan prapto emang sengaja bikin ibu tidur, karena pengen merawanin ibu"

"Wah, terus?"

"Untung ayah liat, diingetin lah sama ayah"

"Juragan praptonya gimana bu?" Tanyaku.

"Kata ayah, juragan praptonya marah. Ngomong sama ayah kaya bukan sama keluarga sendiri. Padahal, udah nggak keitung berapa kali dia diselametin sama ayah"

"Wah, nggak tahu balas budi tuh" komentar rere.

"Sampai situ ayah masih kalem. Ayah masih tetep ngingetin. Eh malah diungkit - ungkit mengenai hubungan darah antara ibu sama ayah. Tentang ayah yang suka sama ibu"

"Oh, masih sodaraan ya, sama ayah?"

"Masih, tapi agak jauh"

"Terus bu?"

"Ya gitu, ayah dimaki - maki sama juragan prapto. Tapi kata anak buahnya, ayah masih kalem tuh, masih ngingetin. Kata ayah, sekalipun ayah suka sama ibu, ayah nggak berani ganggu. Tapi karena ibu masih sepupunya ayah, ayah minta supaya juragan prapto ngambil keperawanan ibu secara sah, nikahin dulu. Eh, malah makin jadi, maki - makinya. Segala mbah zaid ikutan dikata - katain. Ya marah lah, ayah"

"Berantem bu?" Tanyaku.

"Kata anak buah ayah, begitu. Mereka duel. Tapi ya, memang beda kelas. Juragan prapto baru belajar sedikit. Sedangkan ayah, ibu sendiri pernah lihat bagimana ayah tarung di kancah sesungguhnya. Udah bisa ditebak gimana endingnya"

"Abis juragan prapto kalah, terus ibu dibawa pulang sama ayah?" Tanya rere.

"Iya. Dari situlah, ibu benci sama juragan prapto"

"Terus, seketika juga, jatuh cinta sama ayah, bu?"

"Ya enggak juga. Butuh proses lah. Ayah baru dapat cinta ibu, setelah melewati sekian banyak pertarungan dari orang suruhannya juragan prapto"

"Loh, jadi, ayah dibuang gitu aja, bu?"

"Ya, begitulah"

"Wah, berani banget dia" komentar rere.

"Nggak gitu juga sih. Dia beraninya main proksi, bukan langsung"

"Hmm, manfaatin orang lain, yang dendam sama ayah" celetukku.

"Begitulah. Hampir semua rival mbah dipo suryo, pernah mau nyelakain ibu"

"Oh ya?"

"Ya, dan ayah lah, yang bekerja keras, bertarung hidup dan mati demi ibu"

"Oh, so sweet. Ada lagi nggak sih, cowok kaya ayah. Jadi pengen, adek" komentar rere.

"Ya, begitulah. Akhirnya, ibu benar - benar luluh. Kesungguhan ayah, jauh lebih berharga, dari apapun juga. Sekali dikasih cincin, nggak nunggu besok, ibu langsung jawab, iya" lanjut ibu.

"Woooow" seruku sama rere bersamaan. Riuh jadinya ruang tamu ini. Untuk beberapa saat, kita saling melempar candaan.

"Terus bu," celetuk rere.

Pernyataannya terpotong. Ibu tampak menunggu kelanjutannya. Tapi rere tampak agak takut untuk melanjutkan kalimatnya.

"Enggak, nggak jadi" tukasnya sendiri.

Matanya berkaca - kaca, lalu memeluk ibu sambil menangis. Sepertinya aku bisa menebak apa yang ingin dia tanyakan.

"Ibu, pisah sama ayah, karena jebakan juragan prapto" kata ibu.

Rere terkesiap. Seketika dia melepas pelukannya dan duduk menghadap ibu. Dia tampak terkejut mendengar kalimat ibu. Seperti tersampaikan apa yang ingin dia tanyakan walau tanpa berbicara.

"Waktu itu, ayah sedang nganter ikan ke madiun. Emang udah pamit, pulangnya bakal dini hari. Nah, malamnya, jam sebelasan, adek mendadak panas"

"Adek?" Tanya rere.

"Ya, adek. Panasnya tinggi banget. Udah ibu kompres, udah ibu kasih sirup, masih aja belum turun. Mau ibu bawa ke dokter, pas banget ujan gede banget. Becak motor nggak ada yang mau nganterin" jawab ibu.

"Terus?"

"Waktu ibu mau minta tolong tetangga, kebetulan ada juragan prapto lagi maen di rumah haji sahri"

"Di depan rumah, dong?"

"Ya, depan rumah"

"Terus, ibu minta tolong juragan prapto?"

"Enggak, ibu nyari bantuan ke tetangga dulu. Tapi emang ujan lagi gede banget, pak dahlan juga nggak berani jalan"

"Pak rinto? Kan punya mobil bu, dari dulu"

"Ya, tapi lagi nggak dirumah"

"Terus?"

"Juragan prapto nawarin bantuan" jawab ibu.

Ruang tamu hening untuk beberapa lama. Aku maupun rere, hanya berani menunggu kelanjutan cerita ibu.

"Awalnya ibu nolak, secara, ibu benci sama dia. Tapi, emang dia jago bersilat lidah. Dia meminta ibu untuk tidak melihat dia, tapi anaknya. Dia bilang tidak berharap aku baik sama dia, dia cuman mau nolong adek" lanjut ibu.

Kita berdua masih tidak merespon. Aku pribadi tahu, ibu sedang mengambil nafas untuk melanjutkan ceritanya.

"Demi anak, ibu udah nggak mikirin harga diri lagi. Tapi ibu nggak kepikiran kalo, itu semua sudah diatur"

"Diatur?"

"Ya. Mbah kakung yang tahu"

"Jadi, sakitnya adek waktu itu, dia yang buat, bu?" Tanyaku. Ibu terkejut mendengar pertanyaanku. Mungkin ibu mengira aku sudah lupa.

"Iya, mbak. Begitulah"

"Terus bu?" Tanya rere.

"Dia ngajak ibu mampir rumah makan, katanya mau bungkus. Dia nanya ke ibu, mau dibungkusin apa? Karena ibu nggak ngerasa lapar, ibu minta wedang jahe"

"YaAlloh bu, sama aja nyerahin diri dong? Kan dulu pernah digituin" komentar rere

"Maafin ibu, dek. Ibu lupa" jawab ibu. Rere terdiam. Dia merasa komentarnya telah menyinggung hati ibu. Dia langsung turun bersimpuh dilantai dan memeluk kaki ibu.

"Maafin adek, bu. Adek salah ngomong" pinta rere.

"Eh, kok adek pake bersimpuh segala? Enggak, ibu nggak marah kok. Ibu cuman suka sedih kalo inget kejadian itu" sahut ibu.

"Maafin adek bu" pinta rere lagi. Tangisnya pecah. Bahagianya aku punya adik yang sayang sekali dengan ibu.

"Iya, orang nggak salah kok minta maaf. Duduk atas dong. Mau dilanjut apa udahan?" Tanya ibu.

"Iya, lanjut bu" jawab rere.

Dia lalu beringsut dari bersimpuhnya. Ibu sempat mengusap air matanya. Sebuah kecupan hangat ibu daratkan di kening rere.

"Adek udah bisa tebak apa kelanjutannya" celetuk rere. Ibu terdiam.

"Ya, begitulah. Dalam keadaan tidak sadar, dia melecehkan ibu. Dan, lebih dari itu, dia pasang orang buat bilangin ayah, kalo ayah nanya, ibu kemana. Ya, jadilah. Sesuatu yang sudah sedari awal diingatkan"

"Sedari awal diingatkan?" Tanyaku.

"Ya, sedari awal, keluarga ibu dan keluarga ayah tidak merestui hubungan kami. Terutama mbah zaid. Kata beliau, kalau hubungan ini dilanjutin, pernikahan kami nggak akan berumur panjang"

"Tapi ayah nggak percaya?" Tanyaku.

"Ya, buat ayah, siapapun bisa dimanfaatin prapto buat ngancurin hubungan ayah sama ibu. Jadi, ayah nekat nikahin ibu"

"Dan prediksi itu, akhirnya terjadi" potong rere.

"Ya, begitulah" jawab ibu sambil menghela nafas berat.

"Ibuu"

Rere memeluk ibu. Tangisnya pecah lagi dipelukannya.

"Maafin adek ya, bu. Adek masih suka nakal, masih suka susah dibilangin" kata rere.

Ibu memeluk rere tak kalah eratnya. Tangisnya juga pecah. Aku jadi iri, ingin ikut meluk, tapi belum boleh.

"Nggak nyangka, perjuangan ibu teramat berat. Kalo adek yang harus ngerasain itu semua, adek nggak yakin adek bisa setegar ibu. Maafin adek ya bu"

"Huuu... Huhuhu"

Tangisnya rere semakin menjadi. Aku jadi semakin iri. Tujuanku ke sini kan memang untuk ketemu ibu, sungkem, meluk, mencurahkan rasa rindu. Ini malah rere yang setiap hari bertemu malah memeluknya sebegitunya.

"Hoe hoe hoe, jangan dimonopoli dong. Beneran jadi CCTV nih, kalo begini. Kethap - kethop sendiri, nggak ada temen" celetukku.

"Hmpff... Hahahaha"

Seketika tangisan itu berhenti dan berubah menjadi tawa ngakak. Rere bahkan sampai guling - guling di lantai, mendengar kelakarku. Kubiarkan mereka tertawa sampai puas. Itu lebih baik daripada melihat mereka sedih.

"Udah malem ternyata. Sholat dulu yuk terus istirahat" ajak ibu.

"Ibu nginep lagi kan?" Tanyaku.

"Ya mending nginep sih, kan bapak juga lagi pergi" sahut rere. Ibu hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Cocok deh"

"Tapi ibu tidur sama adek ya" goda rere. Aku hanya berkacak pinggang sambil memasang wajah sok tidak suka.

"Hahahaha"

Dia malah tertawa sambil berlari ke kamar tengah. Aku hanya bisa geleng - geleng kepala disambut senyum tergelak ibu. Meski tidak satu kamar, aku senang ada ibu dan rere di sini. Malam ini, aku tidak perlu ketakutan lagi.

Episodes
1 HARI 1
2 HARI 1 >TEROR PERTAMA<
3 HARI 2 Sholat bersama ibu
4 Adek yang kurindukan
5 Jalan -Jalan Ke Tanah Makam
6 Kejahilan Dari yang tak terlihat
7 sekelumit sejarah
8 suami baru ibu
9 sejarah, berlanjut
10 Hari 3 (kabar mengejutkan)
11 Mana bayiku?
12 empat pocong
13 HARI 4 Petunjuk dari yang tak terlihat
14 Aku Cemburu
15 nyata tapi tidak nyata
16 Ilusi atau teknologi?
17 intimidasi dari kamar mandi
18 prapto, ternyata
19 first sight of enemy
20 terkunci di gudang
21 mulai terlihat
22 jasad yang dibangkitkan
23 hampir tidak selamat
24 HARI 6 ( hampir tanpa jejak )
25 mata tak terlihat
26 di luar batas logika
27 firasat
28 kunci rahasia
29 kabar duka
30 kepergian mbak ida
31 malam satu suro?
32 no place to sad
33 satu melawan tak terhitung
34 lilis kesakitan
35 intrik prapto
36 jalan tembus, tapi buntu
37 kemarahan lembu bergola
38 HARI 9 - lilis tak sadarkan diri
39 lilis sadar
40 keajaiban
41 tetap ikuti prosedur
42 rahasia lantai gudang
43 puting beliung
44 hampir mati di tangan lembu bergola
45 alam para malaikat bergetar
46 hari 11 - boikot
47 boikot 2
48 selalu ada yang pertama
49 dukungan untuk lilis
50 dalam suasana boikot
51 tak boleh pulang, gudang sayur dipindah
52 mbok karsinah?
53 ritual akan segera dimulai
54 Hari 13
55 pembantaian
56 (lilis) tumbal terakhir
57 eksekusi
58 Akhirnya
59 happy ending
Episodes

Updated 59 Episodes

1
HARI 1
2
HARI 1 >TEROR PERTAMA<
3
HARI 2 Sholat bersama ibu
4
Adek yang kurindukan
5
Jalan -Jalan Ke Tanah Makam
6
Kejahilan Dari yang tak terlihat
7
sekelumit sejarah
8
suami baru ibu
9
sejarah, berlanjut
10
Hari 3 (kabar mengejutkan)
11
Mana bayiku?
12
empat pocong
13
HARI 4 Petunjuk dari yang tak terlihat
14
Aku Cemburu
15
nyata tapi tidak nyata
16
Ilusi atau teknologi?
17
intimidasi dari kamar mandi
18
prapto, ternyata
19
first sight of enemy
20
terkunci di gudang
21
mulai terlihat
22
jasad yang dibangkitkan
23
hampir tidak selamat
24
HARI 6 ( hampir tanpa jejak )
25
mata tak terlihat
26
di luar batas logika
27
firasat
28
kunci rahasia
29
kabar duka
30
kepergian mbak ida
31
malam satu suro?
32
no place to sad
33
satu melawan tak terhitung
34
lilis kesakitan
35
intrik prapto
36
jalan tembus, tapi buntu
37
kemarahan lembu bergola
38
HARI 9 - lilis tak sadarkan diri
39
lilis sadar
40
keajaiban
41
tetap ikuti prosedur
42
rahasia lantai gudang
43
puting beliung
44
hampir mati di tangan lembu bergola
45
alam para malaikat bergetar
46
hari 11 - boikot
47
boikot 2
48
selalu ada yang pertama
49
dukungan untuk lilis
50
dalam suasana boikot
51
tak boleh pulang, gudang sayur dipindah
52
mbok karsinah?
53
ritual akan segera dimulai
54
Hari 13
55
pembantaian
56
(lilis) tumbal terakhir
57
eksekusi
58
Akhirnya
59
happy ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!