sekelumit sejarah

"Ya, kamu harus kembali, lis. Kabur bukanlah jawaban. Tak peduli seberapa sering kamu lari keluar, kembalilah! Kataku pada diriku sendiri.

"Bismillah"

Aku keluar dari persembunyianku. Berdiri tegak, dan kembali lagi ke dalam rumah. Sapu yang tadi aku pakai untuk mengganjal pintu, masih tergeletak di sana. Aku posisikan lagi sebagai pengganjal. Mengantisipasi ada yang jahil lagi.

Kuteruskan membenahi bed cover yang tertunda tadi. Hingga rapi dan enak untuk dilihat. Selebihnya, kamar ini sudah terlihat bersih. Kalau bagian atas lemari, aku tidak mau tahu. Terlalu berbahaya untuk aku naik - naik seperti tadi.

Kuganti ganjal pintu itu dengan gagang pengki. Dan mulai aku sapu lantai kamar itu. Sampai selesai menyapu, tak ada yang jahil. Syukurlah.

Tak ada yang istimewa dari kamar sebelahnya. Nyaris sama persis. Hanya saja, tidak ada yang berantakan di sini. Semua masih rapi. Kusapu saja lantainya.

"Eeekkk... Aaahhh.... Alhamdulillah"

Aku meregangkan badan sambil mengucap syukur. Selesai sudah dua kamar aku bersihkan. Sejenak aku duduk di sofa ruang tamu. Sambil memeriksa ponsel. Barangkali ada pesan masuk.

"Masih nggak ada sinyal" keluhku.

Aku kantongi lagi ponselku. Ruang kerja adalah tujuanku selanjutnya. Aku tak ingat, apakah kemarin kamar ini termasuk yang dibersihkan atau tidak.

"Ceklek"

"Krieeeett"

"Berrrr"

"AAAAWW"

Sekelompok kelelawar terbang tak beraturan. Mereka berebut keluar melewati celah pintu yang aku buka. Sejak kapan mereka ada di sini? Bagaimana mereka masuk? Seingatku kemarin tidak ada yang heboh dengan kelelawar. Lima ekor juga banyak.

Kelelawar - kelelawar itu terbang tak tentu arah. Berputar - putar di ketinggian. Aku berinisiatif membuka pintu depan. Dengan harapan mereka bisa keluar dari rumah ini. Tapi, ketika aku sudah membuka pintu depan, kelelawar itu malah tidak ada. Padahal tadi berputar - putar di atasku. Di lantai dua juga tertutup semua pintunya. Apa mereka bersembunyi di dapur?

Dengan tetap membiarkan pintu depan terbuka, aku berjalan ke dapur. Tapi di dapur tidak ada. Aku ketuk ketuk juga, floating rak nya, tidak ada reaksi.

"Masa ngilang gitu aja?"

Bingung aku dibuatnya. Aku hanya bisa geleng - geleng kepala. Kutinggalkan dapur.

"Paling juga ngumpet" gumamku lagi.

Kututup pintu depan, dan aku bersiap membersihkan ruang kerja. Benar saja, debunya luar biasa tebal. Sampai bingung aku, harus mulai dari mana. Ya sudah, aku mulai dengan menyapu debu - debu di tembok. Tidak seberapa tebal memang, cukup meringankan pekerjaan.

Lanjut membersihkan lemari besi di pojokan. Setahuku, lemari seperti ini, cocoknya untuk menyimpan file dalam map.

Meja kerja adalah yang paling tebal debunya. Tak tahan aku berlama - lama dalam udara berdebu begini. Aku kumpulkan dulu sebisaku. Kusapukan ke pengki, lalu aku buang ke luar.

"Nah, kalo begini kan enak diliatnya" komentarku.

Setelah lima kali bolak - balik, akhirnya bersih juga ruangan ini. Apalagi setelah aku lap meja dan kursinya.

"Uuh, masih bagus hidroliknya" pujiku.

Memang, saat aku duduk di kursi hitam ini, dan aku tarik tuasnya ke atas, perlahan kursi ini merendah. Aku penasaran dengan isi dari lemari besi.

"Wow"

Saat aku tarik rak paling atas, dalamnya penuh dengan file - file yang aku tak paham, apa itu. Tulisannya banyak yang disandikan, sehingga dibaca bagaimanapun, kalau tak tahu cara bacanya, ya tidak akan paham.

"Apa ini?"

Tiba di rak paling bawah, aku menemukan sesuatu yang lain. Bukan file seperti tiga rak di atasnya.

"Album foto?"

Didalam tiap - tiap map itu, ternyata isinya adalah kumpulan foto. Pastinya aku tidak kenal dengan orang - orang yang difoto itu. Secara, yang mengambil gambar, pasti sudah seusia simbah.

"Ayah?"

Aku tertegun melihat sebuah foto dengan sosok yang aku kenal. Meski cukup berbeda, tapi aku masih bisa mengenalinya. Ya, itu ayah.

"Eh, ini ibu"

Aku menjadi penasaran dengan koleksi foto ini. Kuambil saja semua foto - foto itu. Barangkali aku bisa menemukan foto - foto ayah dan ibu yang lain.

"Sambil berjemur, enak nih" gumamku.

Ya, sudah aku putuskan. Aku bawa satu map dulu dari foto - foto itu ke depan rumah. Tujuanku, bukan meja taman yang tadi, melainkan dipan malas dari bambu.

"Yang mana dulu ya? Ah, yang ini aja deh"

Aku membuka map bertuliskan 'anak - anak'. Awal membuka, aku langsung menemukan foto masa muda ayahku. Tapi yang mengelilinginya, aku tidak ada yang kenal.

"Eh, kok kaya aku jaman smp sih. Ini ibu kan ya?" Tanyaku pada diriku sendiri.

Aku tersenyum sendiri. Harus aku akui, ibu cantik sekali di foto ini. Tapi mungkin ini ibu semasa sma.

"Tapi ini sama siapa ya? Kok ayah malah di belakang? Haduh, kasihan ayah. Jaman itu jadi obat nyamuk. Hahaha"

Selembar demi selembar aku buka. Banyak foto ibu, tapi aku tak tahu dengan siapa, lagi apa, dan dalam momen apa.

"Hoaaaaammmm"

Makin lama mata ini jadi berat. Gambar di foto ini semakin pudar, pudar, dan hilang.

***

"Mbak, mbak"

Lamat - lamat aku seperti mendengar Suara orang memanggil. Suaranya seperti jauh, tapi masih terdengar di telingaku.

"Mbak, mbak lilis"

Dalam pandangan mataku, ada sesosok wanita yang berpakaian serba putih. Rambutnya putih, matanya putih, kukunya putih, semua serba putih. Tapi tubuhnya banyak goresan merah, dengan darah masih mengalir di tiap lukanya. Dia memanggilku dan berjalan menghampiriku. Tangannya berusaha menggapaiku. Seperti hendak mencengkeram leherku. Aku ingin lari, tapi aku tak bisa bergerak.

"Mbak, mbak lilis"

Aku seperti tergerak untuk membuka mata.

"WHAAAAA"

Aku berteriak kencang karena kaget. Di depan wajahku muncul wajah dengan rambut hitam panjang terurai. Dengan mata hitam besar dan mulut serba putih.

"Mbak lilis, ini rere"

"Whaaa... Rere?" Tanyaku.

"Hhffffftttt"

Aku menghela nafas lega. Ternyata tadi aku hanya bermimpi. Entah berapa lama aku tertidur di sini. Tapi matahari sudah terasa menyengat kulit.

"Mbak lilis kenapa sih? Liat rere kaya liat demit aja" gerutu rere.

"Hhhhuuuffftttt" kuhela nafas sekali lagi.

"Iya, mbak mimpi buruk tadi. Maaf ya" jawabku.

"Embak, embak. Siang - siang udah mimpi buruk aja. Maem dulu gih! Nih, rere bawain rames" kata rere.

"Rames? Siapa yang nikahan?"

"Ye, emang rames cuman ada di nikahan?"

"Lah, biasanya begitu kan?"

"Ya nggak mesti juga. Di catering juga ada. Ini ibu yang bawain. Tadi dapet di pos PPKM"

"Ibu? Terus, ibu makan apa dong?"

"lMakan nasi lah, di rumah"

"Oh, kirain"

"Liat apa sih? Sampe ketiduran gitu?" Tanya rere.

Dia mengambil album yang aku pegang. Aku biarkan saja. Aku sibuk mencuci tanganku. Kebetulan ada kran air di dekat pagar depan.

"Ini siapa?" Tanya dia bingung.

Aku mengambil posisi di kursi taman, yang tadi aku pakai buat bersembunyi. Agar masih ada jarak dengan rere.

"Itu sih, pak joko. Beneran masih joko"

jawabku sambil mengunyah nasi rames.

"Ayah? Beneran, mbak?"

"Ya bener lah"

"Wuih, ganteng banget ya. Sekarang masih ganteng nggak mbak?"

"Masih lah"

"Liat dong fotonya!" Pintanya.

Aku jawab dengan senyuman dulu. Kan aku masih mengunyah nasi. Ya belum bisa menjawab.

"Ayo dong, mbak"

"Hahaha... Iya. Dompet mbak ada di kamar. Jawabku.

Rere membolak - balik halaman demi halaman album itu. Akupun asyik menikmati makanan khas jawa ini.

"Lah, ini ibu ya?" Tanyanya sambil

menghadapkan foto itu padaku.

"Ya, adeklah yang harusnya lebih tahu" jawabku

"Ya kan aku belum lahir, mbak"

"Hahahaha... Ya sama keles. Ibunya juga masih abg"

"Tapi fiks ini ibu, mbak. Yakin deh, rere"

Aku tak menjawab. Pernyataan yang entah butuh jawaban atau tidak. Mending kunikmati daging sapi ini. Tidak pakai bingung, tidak pakai mikir, tinggal lahap.

"Tapi kok malah mesranya sama juragan prapto? Kok bukan sama ayah ya, mbak?" Tanyanya lagi.

"Ya, namanya juga abg. Kaya adek pacarnya satu aja" jawabku asal.

"Loh, eh, kok mbak lilis tahu? Siapa yang kasih tahu?" Tanyanya pelan. Seperti maling tertangkap basah.

"Hahahaha... Hayo loh, padahal mbak cuman asal loh. Kok ngepas sih? Hahahaha"

"Huuu, kirain ada yang ember. Aman deh berarti"

"Songong. Ati - ati aja ketangkep basah"

"Hahaha... "

Dia tertawa mendengar saranku. Matanya masih tetap lekat melihat foto - foto itu. Tak ada satu lembarpun terlewat dari perhatiannya. Sekalipun aku yakin, dia juga tidak paham.

"Kasian banget ayah, jadi obat nyamuknya juragan prapto" komentarnya.

"Pemenang, kadang munculnya belakangan. Kaya rosi. Start nomer belasan, finish nomer satu"

"Tapi ini kenapa ayah bawa pistol ya?" Tanyanya dengan mimik serius.

"Mana?" Tanyaku penasaran.

"Nih" jawab rere.

Dia menyodorkan sebuah foto, dimana ayah sedang bersama beberapa orang, dan membawa pistol.

"Iya ih, tadi mbak belum sampe situ sih" komentarku.

Rere tak menyahut. Raut mukanya juga masih serius.

"Ini juga, ibu kenapa tidur di rumah juragan prapto, ya? Mana bajunya serampangan gini, lagi?" Tanyanya lagi.

"Hmm?"

Aku yang sedang mengunyah, terhenti seketika. Dia menunjukkan foto yang dia maksud. Benar, ibu tiduran di sofa ruang tamu. Hanya memakai tanktop, dan roknya tersingkap sampai atas.

"Nggak ada keterangan" kata rere.

"Entar kita tanya sama ibu"

"Emang mbak lilis dapet album ini dimana?"

"Di ruang kerja, samping dapur"

"Oh, berarti ini dokumennya pak umar. Ada lagi, mbak?"

"Banyak"

"Foto doang?"

"Arsip juga banyak. Tapi dienkripsi. Kalo nggak tahu kodenya, ya jadinya cuman tulisan tanpa arti. Kaya www dot wk wk wk rt rw gajebo" jawabku.

"Hahahaha.... Bisa ngelawak juga, ternyata"

"Bisa lah, emang adek doang yang bisa?"

"Hihihi canggih banget emang, cctv jakarta"

"Tabok nih" ancamku bercanda.

"Hahahaha...." Dia malah tertawa ngakak.

"Alhamdulillah" ucapku bersyukur.

"Udah sholat?" Tanyaku pada rere.

"Udah. Yuk masuk, mbak solat gih. Rere mau nonton tivi" jawab rere.

"Acara apa jam segini?"

"Gosip" jawabnya enteng.

"Hmpf... " Aku tergelak.

"Kenapa?"

"Tak patut, tak patut. Hahaha" jawabku sambil berlari.

"Dih, udah gede tontonannya kartun"

Aku hanya tertawa menanggapi pernyataan itu. Aku langsung ke kamar. Ambil air wudhu, dan bersiap untuk sholat.

Terpopuler

Comments

ryvii putriee

ryvii putriee

ada misteri d album itu,,,,,

2022-03-12

3

lihat semua
Episodes
1 HARI 1
2 HARI 1 >TEROR PERTAMA<
3 HARI 2 Sholat bersama ibu
4 Adek yang kurindukan
5 Jalan -Jalan Ke Tanah Makam
6 Kejahilan Dari yang tak terlihat
7 sekelumit sejarah
8 suami baru ibu
9 sejarah, berlanjut
10 Hari 3 (kabar mengejutkan)
11 Mana bayiku?
12 empat pocong
13 HARI 4 Petunjuk dari yang tak terlihat
14 Aku Cemburu
15 nyata tapi tidak nyata
16 Ilusi atau teknologi?
17 intimidasi dari kamar mandi
18 prapto, ternyata
19 first sight of enemy
20 terkunci di gudang
21 mulai terlihat
22 jasad yang dibangkitkan
23 hampir tidak selamat
24 HARI 6 ( hampir tanpa jejak )
25 mata tak terlihat
26 di luar batas logika
27 firasat
28 kunci rahasia
29 kabar duka
30 kepergian mbak ida
31 malam satu suro?
32 no place to sad
33 satu melawan tak terhitung
34 lilis kesakitan
35 intrik prapto
36 jalan tembus, tapi buntu
37 kemarahan lembu bergola
38 HARI 9 - lilis tak sadarkan diri
39 lilis sadar
40 keajaiban
41 tetap ikuti prosedur
42 rahasia lantai gudang
43 puting beliung
44 hampir mati di tangan lembu bergola
45 alam para malaikat bergetar
46 hari 11 - boikot
47 boikot 2
48 selalu ada yang pertama
49 dukungan untuk lilis
50 dalam suasana boikot
51 tak boleh pulang, gudang sayur dipindah
52 mbok karsinah?
53 ritual akan segera dimulai
54 Hari 13
55 pembantaian
56 (lilis) tumbal terakhir
57 eksekusi
58 Akhirnya
59 happy ending
Episodes

Updated 59 Episodes

1
HARI 1
2
HARI 1 >TEROR PERTAMA<
3
HARI 2 Sholat bersama ibu
4
Adek yang kurindukan
5
Jalan -Jalan Ke Tanah Makam
6
Kejahilan Dari yang tak terlihat
7
sekelumit sejarah
8
suami baru ibu
9
sejarah, berlanjut
10
Hari 3 (kabar mengejutkan)
11
Mana bayiku?
12
empat pocong
13
HARI 4 Petunjuk dari yang tak terlihat
14
Aku Cemburu
15
nyata tapi tidak nyata
16
Ilusi atau teknologi?
17
intimidasi dari kamar mandi
18
prapto, ternyata
19
first sight of enemy
20
terkunci di gudang
21
mulai terlihat
22
jasad yang dibangkitkan
23
hampir tidak selamat
24
HARI 6 ( hampir tanpa jejak )
25
mata tak terlihat
26
di luar batas logika
27
firasat
28
kunci rahasia
29
kabar duka
30
kepergian mbak ida
31
malam satu suro?
32
no place to sad
33
satu melawan tak terhitung
34
lilis kesakitan
35
intrik prapto
36
jalan tembus, tapi buntu
37
kemarahan lembu bergola
38
HARI 9 - lilis tak sadarkan diri
39
lilis sadar
40
keajaiban
41
tetap ikuti prosedur
42
rahasia lantai gudang
43
puting beliung
44
hampir mati di tangan lembu bergola
45
alam para malaikat bergetar
46
hari 11 - boikot
47
boikot 2
48
selalu ada yang pertama
49
dukungan untuk lilis
50
dalam suasana boikot
51
tak boleh pulang, gudang sayur dipindah
52
mbok karsinah?
53
ritual akan segera dimulai
54
Hari 13
55
pembantaian
56
(lilis) tumbal terakhir
57
eksekusi
58
Akhirnya
59
happy ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!