Kejahilan Dari yang tak terlihat

Aku kembali dalam, langsung menuju dapur. Entah mengapa, selain lemari di belakang dekat dapur tadi, aku juga tertarik dengan jam pendulum yang berdiri gagah ini. Mengapa diletakkan di sini? Lemarinya, diletakkan tepat di depan pintu dapur. Anggaplah pintu. Meski sebenarnya tidak ada pintu. Yang aku maksud itu, ujung dapur sebelum lorong. Nah, jam ini diletakkan di sebelah pintu dapur. Tepat sebelum memasuki dapur, kalau dari depan, pasti akan melewati jam pendulum ini. Apa istimewanya dapur ini?

Ya sudahlah, aku harus segera sarapan. Aku tidak mau, virus lemah dalam tubuhku ini bertahan lama karena imunku lemah. Sesegera mungkin virus - virus ini harus hilang dari tubuhku.

"Hmm, boleh juga masakannya" komentarku.

Oseng - oseng kangkung, dan ayam fillet goreng tepung. Sederhana, tapi cocok di lidah. Ingat makan, jadi teringat dewi. Lagi apa ya dia? Tapi ponselku ada di kamar. Tanggung lah, mending nanti saja sehabis makan, aku telepon dia.

"Seeerrr"

Tak perlu dua puluh menit untuk menghabiskan sarapanku. Cukup sepuluh menit saja. Itu juga aku sudah menyalakan air untuk mencuci peralatan makanku. Khusus kali ini, aku memisahkan piring, sendok, garpu, bahkan pisau yang pernah aku pakai. Sehingga tidak dipakai orang lain.

Sejenak aku duduk lagi di kursi makan. Kutebar ke seluruh dapur. Apa yang bisa aku kerjakan di sini?

"Itu" tunjukku.

Sekilas, memang dapur ini sudah bersih. Tapi belum cukup bersih sampai ke atas - atasnya. Aku tidak yakin, bagian atas floating raknya sudah dibersihkan. Kuambil sapu dan pengki.

"Graaaaak"

Kutarik meja makan ke dekat meja kompor. Dan aku letakkan satu kursi di atasnya. Sepertinya satu kursi sudah cukup.

"Bismillah"

Aku mulai naik ke atas meja, lanjut ke atas kursi. Benar saja, bagian atasnya benar - benar masih kotor. Tampaknya lima belas tahun lamanya, tidak ada yang peduli dengan bagian ini.

"Yowes ra popo... Na naaa, na na na na"

Jangan bingung, aku memang suka begini. Sok - sokan nyanyi jawa, tapi hanya hafal satu kalimat, itu juga tidak utuh. Ya, tapi itu sering berhasil mengatasi rasa bosan, penat, sepi, ataupun takut.

"DAARR"

"AAAAAWW"

Untuk kedua kalinya aku terkejut pagi ini. Entah apa yang terjatuh, dan bagaimana bisa terjatuh. Aku bahkan belum mulai bebersih.

"Centong?"

Dari atas sini aku bisa mengenali, benda apa itu. Itu centong dari kayu. Bentuknya cenderung kotak panjang, jika dibanding centong masa kini. Dari tingkat kotornya, seharusnya centong itu jatuh dari atas floating rak ini. Tapi bagaimana bisa jatuh ya? Dan siapa juga yang meletakkan centong di sana?

Masa bodohh lah, yang penting aku bersihkan dulu area ini. Debunya tebal sekali, kalau debu - debu ini benda berharga, lumayan juga uangnya. Sapu dan pengki kuarahkan dengan kompak. Membuat debunya tidak terlalu beterbangan.

"Sapu sapu, pengki pengki. Sikat debu, kasih pewangi"

Malah jadi lagu. Apa sebenarnya aku punya bakat ya? Baru juga mulai, dapat satu kalimat. Kalau serumah sudah aku bersihkan, bisa satu album mungkin.

"HEEEEEMMM"

"Haa"

Aku kaget oleh suara mendehem di pojokan. Tapi aku tak menemukan siapapun. Kutebar pandangan, bahkan ke seluruh dapur, tapi tak ada siapapun.

"HEEEEEMM"

Suara itu muncul lagi. Suara berat, khas laki - laki. Kali ini terdengar di belakangku persis. Kutolehkan kepalaku ke belakang, masih tak ada siapapun.

"HEEEMMM"

Kali ini terdengar seperti di bawahku. Dengan agak gemetar, aku mencoba memberanikan diri melihat ke bawah.

"SREETTT"

"WAAAAAA"

"KRAAAAK"

"BRUUK"

Ada yang menarik kaki kiriku ke depan. Keseimbanganku menjadi hilang. Kursi pijakanku berderak saat aku melayang di udara. Dan akhirnya aku jatuh terduduk di kursi.

"IBUUUUUUU"

Aku berteriak sekencangnya, seperti semalam. Rasa takut ini seketika menyelimuti sepenuh ruang hatiku.

"Krotek krotek krotek"

"Cring cring cring cring cring"

"Tang dong dang praanng"

Semua peralatan dapur ini bergerak dengan sendirinya. Bergetar kencang seperti ada gempa. Sebagian bahkan jatuh ke lantai.

"Dang dong tang tang praang prok"

Belum cukup dijatuhkan ke lantai, peralatan dapur itu seperti di tendang ke sana - kemari.

"Alloooohuakbaar, "

"IBUUUUUUUUUU"

Aku teriak lagi, jauh lebih kencang dari sebelumnya. Kusebut nama Tuhanku, berharap makluk - makluk itu takut mendengar nama Tuhannya disebut.

"BRAAAAAAANG"

Barang - barang tadi jatuh lagi bersamaan. Selepas itu, tak ada lagi yang menendang. Suasana hening seketika. Untuk beberapa saat lamanya, aku belum berani mengangkat wajahku. Masih kusembunyikan di balik pangkuanku. Setelah kutunggu lebih lama tidak ada suara lagi, barulah aku memberanikan diri untuk mengangkat wajahku, dan membuka mataku.

"Loh?"

Apa yang aku lihat ini tak kalah mengejutkannya. Bagaimana tidak, yang sebelumnya, aku melihat sendiri bagaimana peralatan dapur itu berantakan di lantai. Setelah keributan tadi, bagaimana bisa semuanya rapi begini. Seperti tidak terjadi sesuatu.

"Allohu lailaha illa huwal khayyul qoyum..... "

Aku mencoba untuk berdoa, melafadzkan ayat kursi lagi. Setelah sukses turun dari meja, aku langsung berlari keluar rumah. Aku menuju halaman depan, dimana ada kursi taman di sana.

"Astaghfirulloh.... Astaghfirulloh... "

Aku terus mengucap istighfar sambil mencoba duduk. Nafas ini terasa tersengal. Haruskah aku empat belas hari merasakan gangguan semacam ini? Yang benar saja.

"Huuuuuppppp"

"Fuuuuuuuhhhh"

Kucoba untuk menarik nafas panjang. Menahannya beberapa saat, lalu menghembuskannya perlahan. Menenangkan hati, mengatasi ketakutan ini.

"Ya Alloh, ampuni hambamu ini, ya Alloh. Aku masih takut dengan makluk - maklukmu yang tak terlihat itu. Harusnya hanya engkau yang aku takuti. Ini justru kebalik"

"Huuuupp"

"Fuuuuuuhhhh"

"Ya, aku harus berani. Aku nggak boleh takut. Latihan berani, lis. Jangan jadi penakut"

Aku mencoba mensugesti diriku sendiri. Karena memang tidak mungkin aku akan ketakutan terus. Masih panjang perjalananku di rumah ini.

"Hei rumah, dan siapapun kalian yang di dalam, Tuhanku telah mengirimku ke sini. Berarti aku kholifah atas rumah ini. Kalian harus hormat sama aku!"

Aku katakan begitu seolah penghuninya adalah manusia. Tak lain untuk memunculkan rasa marah dan percaya diriku.

"Bismillahilladzi La Yadhurru Ma’asmihi Syai’un fil Ardhi wa Laa fis Sama’i wa Huwas Sami’ul ‘Alim”

Kubaca doa penolak bala, kupusatkan perhatian dan pengharapanku hanya kepada Tuhanku semata.

Dengan senyum percaya diri, aku kembali memasuki rumah. Sapu dan pengki kuraih kembali. Sudah kuniatkan dalam hati, kalaupun ada yang usil lagi, aku tak akan lari.

"GRAAAAKKK"

"WAAAAAAAAA"

Baru juga aku menaiki meja, seseuatu telah mendorong meja ini ke sudut seberang. Sontak aku berteriak kencang saking kagetnya.

"Hhhhfffff.... Hhhffffffttt..... Hhhhfffffttt"

Kulihat sekeliling, tak ada siapapun. Tidak ada manuasia lain, binatang pun tak ada. Sepertinya tidak aman kalau aku berada di ketinggian. Akan lebih aman kalau aku membersihkan bagian bawah saja. Kalaupun ada yang usil, aku tidak perlu jatuh.

"KRAAAAAAKK"

Kali ini aku yang mendorong mejanya. Kuposisikan lagi meja itu di tempatnya. Kuperbaiki pula posisi kursinya. Kuputuskan untuk menyapu lantainya saja. Termasuk tumpahan debu akibat hampir jatuh tadi.

"Lir ilir, lir ilir... "

"Hapeku bunyi"

Setengah berlari aku berjalan menuju kamar. Masih dengan sapu dan pengki di tanganku.

"Ibu" gumamku

"Assalamualaikum" sapaku.

"Waalaikum salam" jawab ibu dari seberang sana.

"Gimana kondisinya, mbak?" Lanjut ibu.

"Alhamdulillah, seger, bu"

"Udah sarapan kan?"

"Udah, enak masakan adek, bu" pujiku

"Ya dong, siapa dulu, gurunya. Hahaha" jawab ibu

"Iya deh"

"Hahaha... Aduh. Eh, iya. Udah nggak takut lagi, kan? Kata adek, udah jalan - jalan ke kuburan segala, tadi"

"Oh, iya. Alhamdulillah, udah nggak takut. Kan masih pagi, bu" jawabku berbohong. Aku tidak mau membuat ibu kepikiran.

"Syukurlah. Jangan lupa, vitaminnya diminum. Biar cepet ilang, virusnya"

"Udah kok bu"

"Good. Sekarang embak lagi ngapain?"

"Ini, mau beberes kamar. Lumayan buat olahraga"

"Bagus itu. Anggep aja rumah sendiri"

"Yah, mana bisa bu?"

"Hahaha. Ya abisnya, orang lain aja nggak ada yang mau tinggal di situ. Ini anak ibu disuruh karantina di situ. Ya udah, anggep aja itu rumah embak sendiri. Atur aja senyamannya embak. Toh nggak ada yang peduli. Ya nggak?" Jawab ibu. Masih bisa kurasakan kekesalan di hati ibu.

"Wah, mantap itu. Hahaha"

"Iya. Ya udah, ibu harus lanjut dulu nih, mbak. Nggak papa ya?" Pamit ibu.

"Oh, monggo, silakan" jawabku.

"Assalamualaikum"

"Waalaikum salam"

"Tuuut"

Sambungan telepon pun terputus. Aku tergelak, rumah segede ini disuruh atur senyamannya aku. Bisa dibilang, sebagian kecil dari doanya rere sudah dikabulkan oleh Alloh.

"SRAAAAAKK"

"Astaghfirullohal'adzim"

Pengki di depanku tiba - tiba bergeser sendiri. Jantungku berdetak cepat. Tapi hanya itu, tidak ada gangguan lagi.

"La khaula wa laa kuwwata illa billah" gumamku.

Kupegang gagang sapunya. Tidak ada yang usil. Kuambil pengkinya, aman. Entahlah, apakah tadi ada yang tersandung atau bagaimana. Syukur lah, kalau hanya tersandung.

Kumulai menyapu lantai. Beberapa sarang laba - laba di tembok, yang kemarin terlewat dari pembersihan warga, aku bersihkan. Untung masih bisa dijangkau dengan sapu.

"Lir ilir, lir ilir..."

Ponselku berbunyi lagi. Kuhampiri ponsel itu. Ada nama dewi tertera pada layar.

"Assalamualaikum" sapaku.

"Waalaikum salam. Liliiis"

"Astaghfirulloh... Ini gua pake headset, dewi. Pake teriak segala. Lu kenapa sih?" Gerutuku.

Aku kantongi ponselku, lalu aku meneruskan menyapu lantaiku.

"Hahahaha, iya maaf. Abisnya gua seneng banget tahu"

"Seneng kenapa nona, pak sultan ngelamar lu?" Tebakku.

"Eh, kok tahu sih? Tahu dari siapa? Perasaan gua belum cerita ke siapa - siapa deh"

"Ha, lu serius, dew? Itu juragan mobil sport ngelamar lu?"

"Iya lis. Makanya gua lagi seneng banget. Bawaannya pengen teriak - teriak aja lis"

"Waah, selamat ya. Akhirnya. Btw lu dilamar dimana dew?"

"Di pinggir jalan" jawabnya.

"Pinggir jalan?"

"Panjang deh, ceritanya. Drama pokoknya"

"Busyet deh. Sepanjang apa sih? Waktu gua banyak nih"

"Tapi gua belum bisa cerita banyak, lis. Gua masih pengen jingkrak - jingkrak nih. Yeee... Yuhuuu... Yes yes huu"

"Dewi, dewi, denger! Sujud dew, jangan jingkrak - jingkrak, sujud. Biar kebahagiaan lu, abadi. Kalo lu jingkrak - jingkrak, kejedot, berabe" saranku.

"Astaga. Bener juga kata lu. Astaghfirulloh. Kenapa gua begini ya?" Jawab dewi.

"DAAAARRR"

"AAAWW"

Aku terkejut mendengar suara keras itu. Bahkan dewi yang di seberang sana juga terkejut, saking kerasnya suara itu.

"Apaan itu tadi, lis?" Tanya dewi

"Pintu kamar"

"Kena angin? Kenceng amat?"

"Hmm, bukan angin" jawabku singkat.

"Terus? Lu sama siapa di situ?"

"Sendiri"

"Lah, terus, yang banting pintu tadi, siapa?"

"Tahu, nggak keliatan. Dari kemarin, gua diusilin mulu" jawabku apa adanya.

Aku berjalan pelan ke kamar tamu. Kamar yang puntunya terbanting sendiri. Sudah lumayan bersih. Tapi bed covernya tidak beraturan.

"Ih, lis, jangan nakut - nakutin gua dong. Gua lagi sendirian nih"

"Kurang kerjaan, nakut - nakutin lu" jawabku asal. Aku palangkan gagang sapu yang aku pegang, melintang di dekat kusen pintu.

"Ya terus?"

"Ya beneran, kemarin aja tuh, abis kita ngobrol. Gua kan mau ke kamar, dari dapur. Pas jalan, tiba - tiba lampu mati"

Kubenahi bed cover yang tak karuan posisinya.

"Terus?"

"Gua kesandung, dew. Ada yang ngalangi jalan. Padahal sebelum mati lampu, nggak ada apa - apa. Sedetik padahal"

"Terus?"

"Ya gua jatuh. Jidat gua benjol tahu, kejedot lantai"

"YaAlloh, terus, lu kesandung apa?"

"Mayat" jawbku singkat

"Ha?"

"DAAAAARRR"

"KYAAAAAA"

Pintu kamar terbanting lagi dengan kerasnya. Sepertinya memang ada yang jahil. Mungkin niatnya mau mengurung aku di sini. Sayangnya, aku sudah ganjal duluan pintunya dengan gagang sapu. Mental daun pintunya.

Aku berlari lagi ke depan. Rasa takut ini masih belum bisa aku kuasai. Aku duduk di bawah meja taman dan meringkuk. Memeluk pahaku dan menyembunyikan wajahku di antaranya. Tubuhku bergetar saking kaget bercampur yakut.

"Dew" panggilku lirih. Setelah sekian menit berlalu.

"Dew" panggilku lagi. Tapi tak ada jawaban.

"Yah, nggak ada sinyal" keluhku.

Aku duduk di rerumputan, bersandar pada kaki meja. Jantungku masih berdegup kencang. Ingin rasanya aku menyusul rere. Bagaimana aku bisa tenang, kalau baru mau beberes saja sudah diganggu sebegitu rupa.

"Makasih deh bu, mending rumah gubuk, tapi damai" gumamku, mengingat saran ibu, yang menyuruhku menganggap rumah ini sebagai rumah sendiri.

Aku mulai bimbang, apakah aku akan terus di rumah ini, atau pulang ke jakarta. Minimal, sewa rumah lain. Ingin aku menelepon ibu, tapi saat aku melihat fotoku bersama ayah di screen, aku jadi bimbang lagi.

"Musuh terbesarmu, adalah dirimu sendiri. Kau taklukkan dirimu, dunia akan tunduk kepadamu"

Itu kata - kata mutiara dari ayah. Selalu aku ingat saat aku kepusingan mengerjakan tugas, hampir putus asa saat perlombaan, maupun ekstrakulikuler.

Kali ini, yang menjadi masalah adalah rasa takut dalam hatiku. Sejauh apapun aku pergi, aku tetap akan merasa ketakutan. Yang harus aku lakukan adalah mengatasi rasa takutku. Minimal menguranginya. Seberapapun kadarnya.

Terpopuler

Comments

ryvii putriee

ryvii putriee

duh d karantina d rumah segede itu, udah d kosongkan 15thn lg,,,,, itu rumah kaya'y sebelumnya terjadi pembunuhan,,,, hantu'y keki banget,,,,

2022-03-12

3

lihat semua
Episodes
1 HARI 1
2 HARI 1 >TEROR PERTAMA<
3 HARI 2 Sholat bersama ibu
4 Adek yang kurindukan
5 Jalan -Jalan Ke Tanah Makam
6 Kejahilan Dari yang tak terlihat
7 sekelumit sejarah
8 suami baru ibu
9 sejarah, berlanjut
10 Hari 3 (kabar mengejutkan)
11 Mana bayiku?
12 empat pocong
13 HARI 4 Petunjuk dari yang tak terlihat
14 Aku Cemburu
15 nyata tapi tidak nyata
16 Ilusi atau teknologi?
17 intimidasi dari kamar mandi
18 prapto, ternyata
19 first sight of enemy
20 terkunci di gudang
21 mulai terlihat
22 jasad yang dibangkitkan
23 hampir tidak selamat
24 HARI 6 ( hampir tanpa jejak )
25 mata tak terlihat
26 di luar batas logika
27 firasat
28 kunci rahasia
29 kabar duka
30 kepergian mbak ida
31 malam satu suro?
32 no place to sad
33 satu melawan tak terhitung
34 lilis kesakitan
35 intrik prapto
36 jalan tembus, tapi buntu
37 kemarahan lembu bergola
38 HARI 9 - lilis tak sadarkan diri
39 lilis sadar
40 keajaiban
41 tetap ikuti prosedur
42 rahasia lantai gudang
43 puting beliung
44 hampir mati di tangan lembu bergola
45 alam para malaikat bergetar
46 hari 11 - boikot
47 boikot 2
48 selalu ada yang pertama
49 dukungan untuk lilis
50 dalam suasana boikot
51 tak boleh pulang, gudang sayur dipindah
52 mbok karsinah?
53 ritual akan segera dimulai
54 Hari 13
55 pembantaian
56 (lilis) tumbal terakhir
57 eksekusi
58 Akhirnya
59 happy ending
Episodes

Updated 59 Episodes

1
HARI 1
2
HARI 1 >TEROR PERTAMA<
3
HARI 2 Sholat bersama ibu
4
Adek yang kurindukan
5
Jalan -Jalan Ke Tanah Makam
6
Kejahilan Dari yang tak terlihat
7
sekelumit sejarah
8
suami baru ibu
9
sejarah, berlanjut
10
Hari 3 (kabar mengejutkan)
11
Mana bayiku?
12
empat pocong
13
HARI 4 Petunjuk dari yang tak terlihat
14
Aku Cemburu
15
nyata tapi tidak nyata
16
Ilusi atau teknologi?
17
intimidasi dari kamar mandi
18
prapto, ternyata
19
first sight of enemy
20
terkunci di gudang
21
mulai terlihat
22
jasad yang dibangkitkan
23
hampir tidak selamat
24
HARI 6 ( hampir tanpa jejak )
25
mata tak terlihat
26
di luar batas logika
27
firasat
28
kunci rahasia
29
kabar duka
30
kepergian mbak ida
31
malam satu suro?
32
no place to sad
33
satu melawan tak terhitung
34
lilis kesakitan
35
intrik prapto
36
jalan tembus, tapi buntu
37
kemarahan lembu bergola
38
HARI 9 - lilis tak sadarkan diri
39
lilis sadar
40
keajaiban
41
tetap ikuti prosedur
42
rahasia lantai gudang
43
puting beliung
44
hampir mati di tangan lembu bergola
45
alam para malaikat bergetar
46
hari 11 - boikot
47
boikot 2
48
selalu ada yang pertama
49
dukungan untuk lilis
50
dalam suasana boikot
51
tak boleh pulang, gudang sayur dipindah
52
mbok karsinah?
53
ritual akan segera dimulai
54
Hari 13
55
pembantaian
56
(lilis) tumbal terakhir
57
eksekusi
58
Akhirnya
59
happy ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!