HARI 1 >TEROR PERTAMA<

"Du du du du"

Lagi - lagi aku menyanyi tak jelas lagu apa. Masa bodoh, yang penting aku tak terlalu kedinginan selama bersentuhan dengan air.

Selesai merapikan peralatan masak, aku mengambil apel dari keranjang buah. Bekal pemberian dari ibu.

"Kruk"

"Krees krees"

Kumakan apel itu sambil berlalu. Sambil bermain ponsel, aku berjalan ke ruang depan. Semua barangku ada di sana.

"Pet"

Lampu tiba - tiba mati.

"Duk"

"AAAAAAAA"

"BRUUK"

"Aduuuh"

Karena Gelap, aku tidak bisa memperhatikan apa yang ada di bawahku. Dan aku terjatuh, karena tersandung sesuatu. Tapi apa ?

"Byar"

Tiba - tiba lampu menyala.

"Aduuuh, apa sih ini?" Gerutuku.

Kepalaku pusing terbentur lantai. Walau tidak keras, tapi tetap benjol.

"WAAAAA.... MAYAAAAAAATTT"

Tunggang langgang aku berusaha lari, setelah melihat apa yang menghalangi langkahku tadi.

"BRAAAKK... BRUUKKK"

Aku melompat ke depan, di balik tembok depan. Menyembunyikan sosokku dari sesuatu yang menakutkan tadi.

"Hffffttt, hhfffttt"

Matanya, bisa keluar begitu? Mukanya, kenapa ancur begitu? Kulit kepalanya, kenapa ngelupas begitu?

"Allohu la illaha ila huwal - khayyul - qoyyum..."

Dengan rasa takut yang teramat sangat, aku berdoa sebisaku. Berharap perlindungan dari Gusti Alloh.

"Wahuwal - 'aliyyul - 'adzim"

aku mencoba memberanikan diri untuk mengintip ke arah dapur.

"Hhhfffffttt, hhhhffffttt, hhhffffftttt"

"Loh, ilang?"

"Hhhffffttttt, hhhfffttt, hhhhffttt"

"Loh, kok?"

"Hhhffffftttt, hhhhfffftttt"

"LIR IL...."

"AAAAAAWWWW"

Aku terkejut bukan kepalang. Ternyata suara ponselku.

"Hhhhfffttt, hhhhfffftttt"

"Ibu?" Gumamku.

"Halo bu" sapaku.

"Halo, lis"

"Bu, ibu kesini pliiiss"

"Kamu kenapa mbak? Kamu ngerasain apa? Bukan sesak kan?" Tanya ibu terdengar panik.

"Enggak bu, bukan. Bukan soal itu"

"Hhhhfffftttt, hhhhfffftttt"

"Tapi napas kamu kok ngos - ngosan gitu?"

"Mayat, " jawabku

"Apa?"

"Mayat, bu. Lilis kesandung mayat. Ada mayat di deket dapur, bu. Cepet kesini, bu. Lilis takut" Jawabku berakhir menangis.

"Mbak, lilis, lilis. Tenang dulu, nduk. Ambil napas panjang!" Pinta ibu.

"Hhhhfffftttt, hhhhhfffft, hhhfffttt"

"Ambil napas panjang, mbak" ulang ibu.

"Hhhhuuuuufffffttttt" kucoba mengikuti perintah ibu.

"Buang perlahan dari hidung, nduk" pintanya lagi.

"Ffuuuuhhhh"

Perlahan, rasa takut dalam dadaku mereda. Aku jadi bisa sedikit tenang, sekarang.

"Kamu tenang dulu ya, mbak. Ibu ambil mantel dulu. Bentar lagi ibu sampe. Kamu yang tenang ya"

"Buruan bu, lilis masih takut"

"Iya sayang, ini ibu jalan ke situ. Senter mana senter? Itu"

"Tuuut"

Sambungan telepon dimatikan dari seberang sana.

"Peett"

Lampu mati lagi

"IBUUUUUUU"

Aku berteriak sekencangnya. Toh, tak ada orang lain di sini. Aku menangis sejadi - jadinya.

"DUAAAAARRR"

Suara petir menggelegar, bagaikan menyambar atap di atas kepalaku.

"IBUUUUUU"

Aku tak berani lagi untuk membuka mataku. Bayangan mayat tadi kembali menguasai hatiku. Sama sekali aku tidak berani beranjak. Apalagi dalam kegelapan yang pekat ini. Sekalipun aku ingat, aku bisa menggunakan flash ponselku, tapi rasa takut ini mengalahkan logikaku.

"LILIS"

Sebah suara memanggil namaku.

"Ahh"

Aku langsung mengangkat kepalaku. Seberkas sinar bergerak - gerak di luar rumah.

"IBUUU" teriakku.

Akhirnya, setelah entah berapa belas menit berlalu.

"LILIIS" panggilnya lagi.

"IBUU"

Aku menekan tombol di ponselku, dan aku kibas - kibaskan ponselku di udara.

"LILIS"

Syukurlah, ibu melihat sinar dari layar ponselku.

"Ceklek"

Ibu hendak membuka pintu

"Oglek oglek oglek"

Tapi usaha itu terhalang sesuatu. Aku baru ingat, kalau aku mengunci pintu itu.

"Lis" panggil ibu.

"Ibu" panggilku juga.

"Buka pintunya, nduk" pinta ibu.

"Tapi bu"

"Udah, jangan takut. Ada ibu di sini. Nggak papa sayang. Hayu" hibur ibu.

Perlahan aku bangkit, lalu berlari secepat yang aku bisa, menuju pintu depan.

"Braaakkk"

Sampai kutabrak pintu itu saking takutnya.

"Embak, kamu nggak papa?"

"Ceklek, ceklek"

"Greeekk"

"Ibuuuu"

"Embak"

Serta - merta aku peluk tubuh ibu. Tangisku membuncah saking takutnya diriku.

"Sudah, tenang mbak. Ada ibu di sini. Jangan takut ya" hibur ibu.

Ya Alloh, demi aku, ibu rela menerjang derasnya hujan. Tubuhnya sampai basah sekalipun sudah memakai mantel hujan. Inikah naluri seorang ibu?

"Mbak, kita masuk yuk. Terus terang, ibu merasa dingin" kata ibu.

"Astaghfirulloh, maaf bu, maaf" jawabku.

Aku langsung menjauh dari tubuh ibu, dan menggandeng beliau masuk.

"Ibu ganti baju ya bu. Pakai punya lilis, ya? Kayaknya kita seukuran" tawarku.

"Boleh" jawab ibu.

Senyum itu, menyejukkan hatiku. Rasa takutku sudah banyak memudar. Tertutupi oleh perasaan aman, dengan hadirnya ibuku.

"Astaga" celetukku.

"Kenapa, mbak?" Tanya ibu.

"Kan, lilis dalam masa karantina, bu. Harusnya lilis nggak boleh deket - deket ibu. Tapi tadi, "

"Nggak papa. Ibu mau kok kalo harus dikarantina juga. Lha wong sama anak ibu sendiri ini, nggak masalah"

"Tapi bu"

"Udah tenang, ibu sehat kok"

"Syukurlah. Ini bu"

Kuserahkan seperangkat pakaian pada ibu. Pastinya pakaian ibu basah luar dalam.

"Boleh ngadep sono dulu?" Pinta ibu.

"Ups, maaf" jawabku

Aku bisa tertawa kecil sekarang. Apakah ini yang dinamakan ikatan batin, antara ibu dengan anak?

"Dah"

Suara itu menjadi tanda berakhirnya proses ibu berganti pakaian. Saat aku membalikkan badan, ibu sedang ke depan. Beliau meletakkan pakaiannya di kursi teras, dibalut dengan jas hujannya. Beberapa saat kemudian, beliau kembali dan ikut duduk denganku di sofa panjang.

"Kamu kenapa, mbak?" Tanya ibu.

Beliau duduk di dekatku sambil membenahi posisi maskernya. Pertanyaan itu mengingatkanku kembali pada sesuatu yang mengerikan itu.

"Mbak?"

Ibu bingung melihatku ditanya malah berdiri. Hatiku kembali diselimuti perasaan was - was. Perhatianku tertuju pada lorong antara ruang depan dengan dapur. Kurasakan ibu ikut berdiri dan mengikuti langkahku.

"Mbak" tegur ibu lagi.

Lagi - lagi aku tidak merespon. Kunyalakan lampu flash ponselku. Kuarahkan ke arah dapur.

"Itu bu" celetukku.

"Apa?" Tanya ibu.

Nada suara ibu terdengar ikut tegang. Beliau berjongkok di sebelahku. Mengarahkan senternya ke lantai yang kutunjuk.

"Darah?" Tanya ibu

"Tu kan bu. Tadi, tadi, tadi ada mayat di sini bu" kataku.

Tak kuasa aku menahan air mataku. Rasa takut ini mendera lagi bagai air bah.

"Bu, lilis isoman aja di rumah ibu ya. Lilis takut bu" pintaku.

Aku ikut jongkok di sebelah ibu, dan kupeluk beliau dari samping.

"Halah, oli" celetuk ibu.

"Ha?" Tanyaku

"Oli, mbak. Bukan darah" jawab ibu.

"Tapi bu, tadi, tadi, "

"Iya. Udah, kita ke depan lagi, yuk" ajak ibu.

"Bu, lilis takut bu"

"Kok masih takut? Kan ada ibu" hibur ibu.

"Ibu temenin lilis ya, malam ini" pintaku.

"Iya, sayang" jawab ibu.

Sedikit lega hatiku mendengar jawaban itu. Paling tidak, aku tidak perlu pingsan ketakutan. Tidak terebayangkan kalau harus semalaman sendiri tanpa teman, dengan gangguan semacam tadi sepanjang malam.

"Mending kita ke kamar aja, mbak. Biar kamu bisa istirahat" saran ibu.

"Tapi bu"

"Tenang, kan ada ibu"

"Kita sekamar aja ya bu" pintaku.

Ibu tersenyum saat melihatku menggelayut takut di lengan kirinya.

"Cuman ini bawaanmu, mbak?"

"Iya bu" jawabku.

Aku memilih kamar di ujung. Kalau dari pintu depan, ya tinggal lurus saja.

"Ceklek"

"Wow"

Aku tertegun melihat isi di dalam kamar ini. Semua serba vintage. Ranjangnya, dari besi cor padat, dengan beberapa ukiran dari besi juga. Kasurnya sih sudah memakai springbed. Tapi sprei yang melapisinya, merah merona, dengan batikan berwarna putih. Khas sekali sprei jaman dulu. Sarung bantal dan gulingnya juga senada. Ada kelambu anti nyamuk mengelilingi ranjang. Membawaku bernostalgia ke masa lampau.

"WHAAAA"

Aku terkejut saat mengarahkan flash ponselku ke arah kanan.

"Kenapa mbak?" Tanya ibu kaget.

Aku belum bisa menjawab, hatiku masih diselimuti dengan rasa kaget. Hanya lampu flash ponselku yang berbicara.

"Cuman ukiran, mbak" kata ibu.

"Hhfffff... Fuuuhh"

Aku menghela nafas panjang. Sekalipun ukiran, tapi bentuk ukiran di pintu lemari itu, cukup menakutkan. Aku pikir, mungkin itu ukiran bali. Semacam yang suka keluar dalam pementasan tari kecak. Tapi ukiran ini lebih ekstrim. Kalau aku bilang, ini benar - benar merepresentasikan wujud dari sesosok iblis. Dengan pewarnaan yang dominan warna merah dan hitam. Dengan aksen putih di beberapa tempat.

"Kayaknya bakal lama deh, mati lampunya. Mending, kamu istirahat dulu. Pasti capek, abs perjalanan jauh" kata ibu.

"Eee, iya. Tapi ibu di sini aja ya, temenin lilis" pintaku.

"Iya. Ya udah, istirahat gih. Ibu mau naruh lampunya dulu" saran ibu.

Ibu melangkah ke pojok ruangan, dekat lemari besar itu. Beliau letakkan lampu senter yang beliau bawa itu di atas meja. Dengan mode lampu darurat. Sinarnya lebih lebar dan menyebar.

"Yuk" ajak ibu.

"Iya" jawabku.

Meski perasaanku masih belum sepenuhnya tenang, aku mengikuti ajakan ibu untuk istirahat. Tubuh ini sudah cukup penat setelah perjalanan jauh hari ini. Bahkan, baru sebentar saja aku memeluk tangan ibu, aku sudah tak ingat apa - apa lagi

Terpopuler

Comments

Yurnita Yurnita

Yurnita Yurnita

banyak krasak krusuk nya

2023-11-15

0

Hiatus

Hiatus

"Kruk"

"Kress kress"

ganti jadi

Kruk (italic atau huruf miring)

Kress ... Kress ... (italic)

krn mereka bukan dialog, melainkan onomatope (tiruan bunyi pada benda2).
krn dikomen ga bs di italic jd aku pk keterangan aja ya..

ada beberapa hal yg biasanya di italic selain onomatope, yaitu: bahasa asing dan jg dialog dalam hati.

semoga membantu. maaf klo penjelasannya belibet ya.
semangat trs 😁💪

2021-11-13

5

lihat semua
Episodes
1 HARI 1
2 HARI 1 >TEROR PERTAMA<
3 HARI 2 Sholat bersama ibu
4 Adek yang kurindukan
5 Jalan -Jalan Ke Tanah Makam
6 Kejahilan Dari yang tak terlihat
7 sekelumit sejarah
8 suami baru ibu
9 sejarah, berlanjut
10 Hari 3 (kabar mengejutkan)
11 Mana bayiku?
12 empat pocong
13 HARI 4 Petunjuk dari yang tak terlihat
14 Aku Cemburu
15 nyata tapi tidak nyata
16 Ilusi atau teknologi?
17 intimidasi dari kamar mandi
18 prapto, ternyata
19 first sight of enemy
20 terkunci di gudang
21 mulai terlihat
22 jasad yang dibangkitkan
23 hampir tidak selamat
24 HARI 6 ( hampir tanpa jejak )
25 mata tak terlihat
26 di luar batas logika
27 firasat
28 kunci rahasia
29 kabar duka
30 kepergian mbak ida
31 malam satu suro?
32 no place to sad
33 satu melawan tak terhitung
34 lilis kesakitan
35 intrik prapto
36 jalan tembus, tapi buntu
37 kemarahan lembu bergola
38 HARI 9 - lilis tak sadarkan diri
39 lilis sadar
40 keajaiban
41 tetap ikuti prosedur
42 rahasia lantai gudang
43 puting beliung
44 hampir mati di tangan lembu bergola
45 alam para malaikat bergetar
46 hari 11 - boikot
47 boikot 2
48 selalu ada yang pertama
49 dukungan untuk lilis
50 dalam suasana boikot
51 tak boleh pulang, gudang sayur dipindah
52 mbok karsinah?
53 ritual akan segera dimulai
54 Hari 13
55 pembantaian
56 (lilis) tumbal terakhir
57 eksekusi
58 Akhirnya
59 happy ending
Episodes

Updated 59 Episodes

1
HARI 1
2
HARI 1 >TEROR PERTAMA<
3
HARI 2 Sholat bersama ibu
4
Adek yang kurindukan
5
Jalan -Jalan Ke Tanah Makam
6
Kejahilan Dari yang tak terlihat
7
sekelumit sejarah
8
suami baru ibu
9
sejarah, berlanjut
10
Hari 3 (kabar mengejutkan)
11
Mana bayiku?
12
empat pocong
13
HARI 4 Petunjuk dari yang tak terlihat
14
Aku Cemburu
15
nyata tapi tidak nyata
16
Ilusi atau teknologi?
17
intimidasi dari kamar mandi
18
prapto, ternyata
19
first sight of enemy
20
terkunci di gudang
21
mulai terlihat
22
jasad yang dibangkitkan
23
hampir tidak selamat
24
HARI 6 ( hampir tanpa jejak )
25
mata tak terlihat
26
di luar batas logika
27
firasat
28
kunci rahasia
29
kabar duka
30
kepergian mbak ida
31
malam satu suro?
32
no place to sad
33
satu melawan tak terhitung
34
lilis kesakitan
35
intrik prapto
36
jalan tembus, tapi buntu
37
kemarahan lembu bergola
38
HARI 9 - lilis tak sadarkan diri
39
lilis sadar
40
keajaiban
41
tetap ikuti prosedur
42
rahasia lantai gudang
43
puting beliung
44
hampir mati di tangan lembu bergola
45
alam para malaikat bergetar
46
hari 11 - boikot
47
boikot 2
48
selalu ada yang pertama
49
dukungan untuk lilis
50
dalam suasana boikot
51
tak boleh pulang, gudang sayur dipindah
52
mbok karsinah?
53
ritual akan segera dimulai
54
Hari 13
55
pembantaian
56
(lilis) tumbal terakhir
57
eksekusi
58
Akhirnya
59
happy ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!