Bel pulang sekolah telah berbunyi. Zia yang telah kembali ke kelas saat mata pelajaran terakhirpun bersiap untuk pulang.
Saat sampai di parkiran ia bingung, sepertinya ada yang aneh. Setelah menyadari bahwa hari ini tidak membawa mobil ia langsung menepuk keningnya sendiri.
"Astaga..gue kan nggak bawa mobil. Ngapain coba ke sini, bego bego..", gerutunya sendiri.
Zia memilih menunggu taksi di depan sekolah karena mau memesan ojek online ponselnya malah mati.
Tiba-tiba saja Zia dikejutkan dengan suara klakson mobil yang berhenti tepat di depannya.
tiiin tiiin tiiin
Zia mengernyitkan keningnya sedikit, merasa mengenal mobil yang ada di hadapannya itu.
"Lah mobil gue", gumamnya.
Saat kaca mobil dibuka, muncul sesosok wajah yang sudah selama sebulan lebih ini ia anggap melupakannya. Ya, maminya yang membawa mobil Zia itu untuk menjemput putrinya.
Zia segera masuk ke dalam mobil dan mendusukkan diri di samping maminya. Sepertinya ia enggan untuk berbasa-basi.
Sampai akhirnya Zia menghembuskan napas panjang dan mencoba membuka suara. Biar bagaimanapun, orang yang ada di sampingnya ini adalah maminya. Semarah apapun, ia harus tetap menghormatinya.
"Mami kapan pulang?", tanya Zia basa-basi.
"Baru tadi pagi sayang. Papi juga pulang, tapi sekarang masih ada di kantor. Mami jemput kamu, karena papi mengajak kita makan bareng. Ada sesuatu yang harus disampaikan katanya", jawab mami Zia panjang lebar namun tetap fokus pada kemudinya.
Zia tak mengucapkan apapun untuk menanggapi ucapan maminya. Sesuatu apa, paling juga masalah bisnis kan, pikir Zia.
Dua puluh menit kemudian, mobil sport warna merah milik Zia berhenti tepat di depan sebuah restoran mewah bernuansa chinese.
Mami Viola mengajak Zia masuk untuk mencari dimana papinya telah memesan tempat. Mereka memasuki ruang VIP.
Sambil menunggu papinya datang, Zia dan maminya meemesan minuman.
Beberapa menit menunggu, papi Samuel akhirnya datang.
Ia langsung duduk di hadapan anak dan juga istrinya.
"Hal apa pi yang mau papi sampaikan?", tanya Viola penasaran.
"Sebaiknya kita makan dulu, nanti selesai makan papi kasih tau deh mi", jawab Samuel.
Papi Samuel memanggil pelayan untuk memesan makanan. Zia pun memesan beberapa makanan yang sangat ia inginkan. Beberapa makanan bahkan ia pesan sekaligus.
Saat pesanan datang, mami dan juga papinya Zia sedikit bingung kenapa sangat banyak makanannya. Papi Sam melirik ke arah istrinya seakan bertanya apa kamu yang pesan, tapi dijawab dengan gelengan kepala.
Ia kemudian beralih kepada Zia, memandang anaknya itu sambil mengernyitkan dahi seolah bertanya. Kali ini Zia cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal
"Zia laper pi, pengen makan semua ini", jawab Zia yang tahu arti tatapan papinya itu.
"Yakin habis? Ini banyak banget Zi", tanya papinya meyakinkan kelakuan Zia.
Zia hanya menganggukkan kepala sebagai tanda jawaban. Kemudian ia langsung menyantap makanan yang ada di hadapannya.
Mami dan papinya pun turut makan, sesekali melirik Zia yang makan seperti orang yang seminggu nggak makan.
"Pelan-pelan Zi, mami sama papi nggak akan ambil makananmu", mami Viola memperingatkan.
"Iya, kamu makan kayak mamimu dulu pas hamil kamu. Rakus banget", ucap papi Samuel yang membuat Zia tersedak.
"Eh tuh kan pelan-pelan makanya, nggak usah buru-buru", kata mami Viola sambil menyerahkan minuman ke Zia.
Mereka masih melanjutkan makan, namun Zia sudah tampak tak serakus tadi. Mungkin sudah kenyang, pikir orang tua Zia. Tapi salah. Zia malah sedang memikirkan perkataan papinya tadi. Tentang maminya yang makan sangat rakus saat hamil Zia dulu.
Hamilll!!!
Itu yang terngiang di kepala Zia. Ia teringat tentang kejadian lebih dari sebulan yang lalu.
"Zia, kok malah nglamun sih. Ini udah makannya, nggak dihabisin?", suara maminya membuyarkan lamunan Zia.
"Eh udah mi, kenyang hehe", jawab Zia cengengesan.
Karena semua sudah selesai makan, papi Samuel segera memulai pembicaraan seriusnya.
"Mi, Zia, kita harus pindah ke Australia", ucap ppi Samuel tanpa basa basi.
"Pindah? Emang ada apa, kenapa harus pindah pi?", tanya mami Viola.
"Ada sesuatu hal yang papi nggak bisa sampaikan sekarang. Intinya ini untuk kita, keamanan kita", jawab papi Samuel.
"Zia nggak mau. Mami sama papi tau kan kalau dua bulan lagi Zia ujian kelulusan", Zia menolah pernyataan papinya.
"Sayang, kita harus nurut sama papi. Mami nggak mau sampai terjadi apa-apa sama keluarga kita", jelas mami Viola yang sedikit mengetahui alasan suaminya.
"Pokoknya nggak mau, paling nggak sampai aku lulus pi. Lagian apa peduli kalian tentang keselamatanku. Bukankah selama ini kalian juga selalu meninggalkan aku cuma sama bibi", protes Zia kembali.
"Ya udah ya udah, kalau kamu memang maunya seperti itu. Kamu boleh nggak ikut sekarang dan papi akan menyuruh orang kepercayaan papi buat jagain kamu", jelas papinya untuk mengalah pada ucapan Zia.
Selesai dengan makan yang dilanjutkan sedikit perdebatan, ketiga orang itu akhirnya pulang.
Zia bersama maminya dan papinya naik mobil sendiri.
Sesampai di rumah, mereka langsung masuk ke kamar masing-masing. Mami dan papi Zia yang langsung packing semua barang yang akan mereka bawa, sedangkan Zia memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Jika sesuai rencana, maka orangtua Zia akan langsung berangkat esok paginya. Bahkan papi Zia telah menyiapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari.
......*********......
Di lain tempat, Reynand yang sedari tadi hanya mengguling-gulingkan tubuhnya di atas kasur, merasa sangat ingin makan rujak mangga muda yang sangat pedas.
Ia segera mengambil kunci motornya lalu melajukan menyusuri jalanan untuk mencari penjual rujak.
Reynand sudah berjalan sangat jauh namun belum juga terlihat penjual rujak yang ia inginkan.
Sampai hampir sore, baru ia menemukan penjual rujak itu. Ketika turun dari motor, Rey baru sadar jika tempat itu sangat dekat dengan rumah Zia.
Segera ia memesan beberapa bungkus rujak. Rey mengeluarkan ponselnya berniat ingin menghubungi Zia. Namun belum juga ia memencet nama Zia, sudah ada telepon masuk dari orang yang ingin dihubungi.
"Halo Zi, baru aja gue mau hubungin lo eh lo nya udah nelpon duluan", jawab Rey langsung nyerocos.
"Eh tumben, kenapa emang lo mau nelpon gue?", tanya Zia kemudian.
"Ini gue lagi beli rujak, deket banget sama rumah lo. Lo mau nggak, sekalian gue gabut banget pengen main?", ucap Rey menawari Zia.
"Wah kebetukan apa gimana nih, gue nelpon lo ini juga pengen dibeliin rujak. Gak tau kenapa pengen banger makan rujak yang pedes", jawab Zia dengan wajah berbinar.
"Kok sama, gue juga ngiler banget ngebayangin makan rujak. Ya udah gue langsung ke rumah lo deh. Tapi lo jangan makan yang pedes banget, ntar sakit perut kayak tadi lagi", peringat Rey pada Zia.
"Iya terserah, udah buruan", sahut Zia.
"Iya, jalan nih gue", ucap Rey sambil memutuskan sambungan teleponnya.
Setelah rujak yang ia pesan jadi, Reynand langsung mengendarai motornya kembali menuju rumah Zia.
Tiba di depan pagar, ia memencet bel. Lalu kemudian muncul bi Surti membukakan pagar.
Setelah mengutarakan niatnya ingin bertemu Zia, bi Surti segera mempersilakan Rey masuk.
"Den, tunggu sebentar biar saya panggilkan non Zia dulu", ucap bi Surti pada Rey saat sampai di ruang tamu.
"Iya bi, makasih", jawab Rey sopan.
Bi Surti berjalan menaiki tangga menuju kamar Zia. Dalam hati bi Surti bertanya-tanya, apa benar itu orang yang sudah ia jebak waktu itu. Karena sejujurnya ia tidak begitu mengingat wajah pemuda tersebut, maklumlah faktor usia dan juga ia sangat kesulitan untuk menghafal wajah seseorang.
Sesampai di depan kamar Zia, bi Surti segera mengetuk pintu.
*tok tok tok
tok tok tok*
ceklek
Pintu dibuka Zia dari dalam.
"Ada apa bi?", tanya Zia dengan sedikit malas.
"Itu non, ada temannya non Zia", jawab bi Surti.
"Temen aku udah dateng?", tanya Zia lagi dengan antusias.
Tanpa menunggu jawaban bi Surti pun, ia langsung turun ke ruang tamu. Bi Surti hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Rey...akhirnya datang juga", teriak Zia saat sudah sampai di dekat Reynand. "Wah ini rujaknya ya, hem kayaknya enak banget", ucapnya lagi sambil mengambil bungkusan rujak yang dibawa oleh Rey tadi.
"Segitu pengennya ya lo makan rujak. Udah buka, yuk makan bareng, gue juga pengen banget tau", sahut Rey memgambil sebungkus rujak dari tangan Zia.
Mereka segera melahap rujak itu dengan rakus. Sebenarnya rujak itu sangat pedas dan juga rasanya pasti asam karena Rey meminta rujak isi mangga muda yang banyak. Tapi mereka seolah tak merasa pedas atau pun asam.
"Eh ada temannya Zia, makan apa sih sampai nggak nengok gitu?", ucap seorang wanita yang tak lain adalah maminy Zia.
"Ta..tante, hehe maaf abis enak ini. Oh iya kenalin saya Reynand teman sekelasnya Zia", ucap Rey memperkenalkan diri sambil menyalami tangan Viola.
"Saya Viola, maminya Zia. Ya udah lanjutin, tante mau keluar dulu ya. Zi, nanti kalau papi tanya bilang mami tunggu depan", sahut Viola yang dijawab Zia dengan mengacungkan jempolnya.
Zia dan Rey melanjutkan acara makan rujak. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara bariton papi Zia.
"Ya ampun, kalian makan kok kayak orang ngidam aja sih. Persis sama mami sama papi dulu pas hamilnya kamu Zi".
uhuk uhuk uhuk
Zia langsung tersedak mendengar penuturan papinya. Rey segera memberinya minum.
"Kan, pelan-pelan makanya", ucap Rey sambil mengusap punggung Zia.
"Papi apaan sih, masak kita kayak orang ngidam", elak Zia.
"Om kenalin saya Reynand, teman Zia", cicit Rey mengalihkan pembicaraan.
"Iya saya Samuel, panggil aja Sam papinya Zia. Om pamit ya, lanjutin kalian ngobrolnya. Ingat jangan macam-macam", ucap papi Samuel mengingatkan.
"I iya om", jawab Rey gugup.
"Mami udah nunggu di mobil pi", ucap Zia menyampaikan pesan maminya.
Setelah Samuel memghilang di balik pintu, Rey dan Zia saling pandang. Mereka sama-sama mengeluarkan kata yang terngiang di ingatan tentang perkataan Samuel.
"Ngidam????"
...**Yuk guys tambah dukungannya ya...
...Kasih like atau komentarnya ya setelah membaca...
...Kasih vote juga boleh kalau masih ada, apalagi dikasih hadiah, wah tambah semangat niu authornya😚...
...Makasih semua😘**...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Sri Lestari E
zia...🙁🙁 kau anak pintar
2021-11-16
0
Dwi Cimut
tambah up nya kak.....
2021-10-13
1