bab 2

"Pah." Suara Anitha menghentikan ucapan suaminya.

"Indah kenapa, Pah?" tanya Indah yang penasaran dengan kelanjutan ucapan Papanya.

"Tidak kenapa-napa sayang," sela Anitha cepat. Ia tak ingin Indah mengetahui kebenaran yang selama ini di sembunyikan oleh mereka.

"Beneran gak apa-apa, Pah?" tanya Indah menyelidik. Ia merasa ada yang di sembunyikan oleh ke dua orang tuanya.

"Bener sayang tidak ada apa-apa. Papa tadi hanya ingin bilang apa lagi Indah sekarang sudah dewasa. Yaa kan, Mah?" jawab Adnan melirik ke arah sang istri.

"Iya dong, Pah. Anak kita sudah dewasa dan tumbuh jadi gadis cantik," puji Anitha tersenyum cerah. Ia mengalihkan topik pembahasan agar Indah tidak terlalu banyak berfikir.

"Pah, Mah! Indah udah berusia dua puluh dua tahun. Bentar lagi lulus kuliah masa masih di anggap anak kecil, sih," protes Indah tak terima dianggap belum dewasa oleh ke dua orang tuanya.

"Walau kamu sudah berusia dua puluh dua tahun, tapi sikap kamu itu masih seperti a ...." Anitha menghentikan ucapannya karna Indah langsung memotong perkataannya.

"Akan aku buktikan jika sekarang aku sudah dewasa, Mah!" potong Indah penuh percaya diri.

"Benarkah?" Adnan tidak terlalu yakin dengan perkataan Indah karna Adnan tahu betul sifat Indah dari dahulu.

"Benar dong, Pah. Masa boong!" lantah Indah semangat.

"Mama jadi saksi yah atas apa yang diucapkan putri kita barusan," tegas Adnan kepada sang istri.

"Tentu, Pah! Mama dengar dengan baik ucapan Indah tadi. Mama sudah tidak sabar ingin melihat putri dewasa kita. Gimana jadinya yah, Pah? Apakah tambah tinggi atau tambah pendek?" goda Anitha dengan sengaja.

"Iiihhh, Mama apaan sih," protes Indah langsung menatap Mamanya dengan raut wajah cemberut.

Sejenak Indah menghirup nafas dalam-dalam dan perlahan mengembuskannya. "Baiklah, aku akan lanjut kuliah di Kota F seperti keinginan Mama dan Papa. Jangankan satu tahun, lima tahun juga aku siap. Aku akan membuktikan kepada Mama dan Papa jika aku bisa hidup mandiri di Kota itu."

"Kalau gitu kamu segera bersiap, gih! Mama dan Papa akan menunggumu di luar." Adnan dan Anitha meninggalkan kamar Indah. Setelah Mama dan Papanya berlalu, Indah kemudian bergegas menuju kamar mandi. Tak butuh waktu lama Indah sudah keluar dengan balutan gaun ala feminim yang super ketak, sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya yang ramping.

"Ganti pakaianmu itu, Ndah!" pinta Anitha setelah melihat pakaian yang di pakai putrinya terlalu ketak.

"Loh kenapa, Mah? Baju ini cocok dan sangat anggun di tubuhku." Indah memuji dirinya sendiri. Indah lalu berputar-putar di depan sang Mama, seolah-olah memperlihatkan persona dirinya yang anggun.

"Apa yang kamu lakukan, Ndah? Berhentilah bertingkah seperti itu! Sekarang kamu sudah tidak boleh memakai pakaian yang seperti ini lagi. Mama sudah menyiapkan beberapa pakaian di dalam kopermu. Masuk dan ganti baju kamu kembali!" Anitha memegang dahinya. Kepalanya terasa pusing melihat Indah menggunakan pakaian seperti itu.

Indah terpaku melihat Mamanya dengan raut wajah penuh tanda tanya. "Pakaian saja sekarang sudah mulai di atur. Gimana yang lainnya, tapi jika nggak nurut, nanti aku di bilang keras kepala dan Aku tidak bisa membuktikan kalau aku memang sudah dewasa," guman indah dalam hati.

"Ndah, kok diam! Sana cepat ganti bajumu!" pinta Anitha kembali saat melihat Indah masih mematung. "Apa perlu Mama bantu kamu untuk berganti pakaian," tambah Anitha karna Indah masih tak beranjak menganti pakaiannya.

"Tak perlu Indah bisa ganti baju sendiri." Indah lalu melangkahkan kakinya kembali ke dalam kamar, ia menghampiri koper warna hitam yang tadi di sebutkan oleh Mamanya. Indah lalu membuka koper itu dan melihat satu per satu pakaian yang sudah disiapkan sang Mama. "Baju yang dipilih Mama kok kek gini? Yang benar saja, masa aku harus pakai baju ini," batin Indah merasa sedikit kesal.

Dengan rasa terpaksa Indah memakai baju pilihan Mamanya. Walau ia agak risi dengan baju seperti itu, ia tetap memakainya. Indah tak ingin melukai hati Mamanya yang sudah memilihkan baju untuknya. "Tak apa pakai saja Ndah. Semua pilihan Mama, pastilah yang terbaik," gumannya pada diri sendiri. "Tapi baju ini benar-benar bukan styleku," gumannya mengeluh. Indah tidak pernah ketinggalan dalam urusan trend fashion. Apa lagi jika itu soal pakaian, Indah memiliki stylenya sendiri.

Lima menit telah berlalu, Indah pun sudah keluar dalam kamarnya. Dengan langkah kaki yang agak berat Indah menghampiri Mamanya.

"Kenapa Mama memilihkan aku pakaian yang ketinggalan model. Ini benar-benar bukan gayaku. Apa kata orang nanti jika melihatku. Masa putri dari Anitha Desainer Coleksi terbaik di Negara ini memakai pakaian yang ketinggalan model, kuno dan nggak trend. Apa Mama tidak merasa khawatir citra aku akan menurun," batin indah penuh dengan pertanyaan.

"Mah! Aku agak risi dan nggak nyaman dengan baju yang Mama pilihkan," ucap Indah setelah berdiri di samping Mamanya.

Indah mencoba jujur dengan perasaannya, walau ia juga sedikit gugup, karna tak ingin menyinggung perasaan Mamanya yang sudah memilihkan pakaian untuknya, tapi mau bagaimana lagi model baju yang di pilihkan sang Mama bukan seleranya.

"Mama tahu baju itu bukan style kamu, tapi lama-lama kamu akan terbiasa. Baju itu udah yang terbaik yang Mama pilihkan."

"Tapi, Mah!" Indah merajuk

"Tidak ada kata tapi, Ndah," tangkas Anitha tegas.

"Kali ini sepertinya Mama bersungguh-sungguh. Dari nada bicaranya aja udah nggak bisa di ajak tawar menawar. Apa Mama benar-benar akan mengubah styleku," batin Indah.

Adnan yang melihat istri dan anaknya dari tadi berdebat tentang style pakaian pun angkat bicara. "Udah-udah jangan bahas pakaian lagi ini udah hampir jam sepuluh, ntar Indah ketinggalan pesawat, Mah," protes adnan melerai perdebatan anak dan istrinya.

Mereka pun akhirnya bergegas menuju ke bandara.

>>>> area bandara kota L.

Anitha dan Adnan kini memeluk Indah. Raut wajah mereka terlihat sangat cemas untuk melepaskan anaknya pergi ke Kota F. Memang ini pertama kalinya mereka akan berpisah dengan Indah. Walau usia Indah sudah terbilang dewasa namun Indah tidak terbiasa melakukan banyak hal. Mereka khawatir Indah tidak bisa melewati hari-harinya dengan baik di Kota F. Apalagi di sana Indah akan tinggal seorang diri. Namun mereka juga tidak punya pilihan lain karna ini demi kebaikan Indah sendiri.

"Hati-hati di jalan yah sayang, Papa dan Mama hanya bisa mengantar sampai di sini.” Adnan melepaskan pelukan pada Indah.

"Iya, pah," Indah menganguk kecil.

Adnan merogoh benda pipih dari saku celananya, lalu menyerahkan benda tersebut kepada Indah. "Ambil ini, pergunakan di sana sebaik mungkin dan ingat hubungi Mama atau Papa jika kamu sudah sampai di sana," pesan Adnan pada Indah.

"Makasih, Pah, Papa memang paling mengerti aku." Indah hendak mengambil benda yang di berikan oleh Papanya. Namun, tangannya terhenti karna Anitha sudah duluan mengambil benda yang di pegang sang suami.

"Tidak ada kartu kredit Diamon, Pah!" tegas Anitha menggelengkan kepalanya.

"Loh kenapa, Mah?" tanya adnan tidak mengerti.

"Karna mulai saat ini, Mama yang akan mengatur uang bulanan Indah. Tiap bulan Mama akan mengirimkan uang kepada Indah, dengan jumblah yang Mama tentukan sendiri. Di sana Indah harus pandai mengelolah uang yang Mama kirim. Pergunakan sebaik mungkin dan berusahalah untuk hemat. Karna Mama tidak akan mengirimkan kamu uang dua kali dalam sebulan."

"Tidak boleh gitu mah! Gimana kalau Indah butuh uang untuk keperluan penting atau mendesak," protes Adnan tidak setuju pendapat dari sang istri.

"Harus gitu, Pah!" tegas Anitha tak ingin di bantah. "Kalau memang ada hal penting, Mama yang akan mengurus semuanya. Jika keuangan Indah tidak di batasi, tidak akan ada bedanya kita mengirim ia kuliah di sana. Indah tetap akan menjadi seperti dulu, ia tidak akan bisa mandiri."

"Terserah Mama aja, Pah!" Indah setuju, ia tak ingin Mama, Papanya berdebat, apa lagi mereka kini jadi pusat perhatian di area tersebut.

"Beneran tidak apa-apa sayang?" Tanya Adnan sedikit khawatir.

"Iya, Pah, aku tidak masalah.” Indah meyakinkan papanya jika ia baik-baik saja dengan keputusan Mamanya.

"Baiklah jika kamu sudah bilang begitu, memang putri Papa sudah bersikap dewasa," puji Adnan sambil mengusap kepala Indah.

"Iya, Ndah cepat hubungi Papa atau Mama jika terjadi sesuatu di sana," tegas Adnan kembali mengingatkan indah.

"Tentu, Pah."

Ke duanya kini mencium putri ke sayangannya itu. Diiringin dengan lambaian tangan Indah berjalan perlahan-lahan menaiki pesawat yang akan membawanya ke kota F.

Terpopuler

Comments

Annisa Nurshabrina

Annisa Nurshabrina

hm..Semoga bener-bener bisa mandiri ya Ndah..

2022-01-20

1

Sarianti

Sarianti

lanjutttt, semangat dan jaga kesehatan...

2021-12-31

0

Nyonya B

Nyonya B

Sabila mampir

2021-12-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!