Di depan sebuah restoran terlihat dua orang wanita yang tengah menunggu temannya. Ia sudah menunggu selama hampir satu jam, tetapi orang yang ditunggu belum juga datang. Tak berapa lama sebuah mobil warna merah berhenti di depan wanita tersebut. Si pemilik mobil menurunkan kaca spionnya dan melihat wajah kesal ke dua sahabatnya.
"Kok, Lama banget sampainya. Seolah jarak rumahmu ke restoran ini seperti jarak untuk ke planet mars. Tahu, nggak! Kita nunggu kamu udah hampir satu jam," protes Mia salah satu dari wanita tersebut.
"Maaf, yah. Tadi ... aku kejebak macet jadi kalian nunggu lama." Indah berusaha menjelaskan mengapa dirinya datang terlambat.
"Aku kira kamu nggak jadi datang!" sindir Sisi yang masih sedikit kesal pada Indah.
"Jadi, dong. Seperti biasa aku tak ingin ketinggalan. Ayo buruan naik!" pinta Indah menyuruh teman-temannya bergegas masuk ke dalam mobil.
Sebenarnya Sisi dan Mia masih kesal dengan Indah, tetapi mereka tidak punya pilihan lain selain masuk kedalam mobil. "Udah-udah jangan bete gitu. Seperti biasa karna Indah telat, Ia harus dihukum. Kali ini Indah harus nurutin semua permintaan kita!" seru Mia setelah mereka berada di dalam mobil.
"Harus, dong!" tegas Sisi cepat.
"Baiklah, tapi perintahnya jangan yang aneh-aneh," lirih Indah mencoba mengingatkan teman-temannya. Ia tahu betul sikap teman-temannya itu, jika mereka sudah kesal pasti akan memberikan hukuman yang di luar dugaannya.
"Gak aneh kok, Ndah! Lakukan seperti biasa," tegas Sisi sedikit menggoda Indah.
"Yah udah sekarang kita mau ke mana, nih? Ke klub atau ke tempat karaoke?" tanya Indah masih terus fokus mengemudikan mobilnya.
"Bagaimana jika kita ke klub?" jawab sisi memberikan usulan.
"Ide bagus tuh, udah lama kita nggak nongkrong di klub," sambung Mia setuju.
"Gimana, Ndah?" tanya Sisi menoleh ke arah Indah.
"Baiklah, aku setuju," jawab Indah datar. Indah kini mengarahkan mobilnya menuju sebuah klub. Tak butuh waktu lama mobil yang mereka gunakan kini terparkir di depan klub tersebut.
Indah dan teman-temannya bergegas turun dari mobil, lalu mereka berjalan memasuki klub tersebut. Mereka terus melangkah menuju sebuah ruangan VIP. Sebuah ruangan yang sejak dahulu menjadi tempat untuk mereka kumpul. Di ruangan itu juga mereka akan menghabiskan waktu mereka dengan santai.
Pelayan yang melihat Indah dan teman-temannya datang berkunjung di klub langsung mengantarkan soju ke ruangan VIP tersebut. Ia mengetuk pintu ruangan VIP tempat Indah dan teman-temannya nongkong.
"Masuk," pinta Sisi dari dalam ruangan.
Pelayan itu lalu membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangan. Ia perlahan meletakkan botol soju di atas meja. Setelah ia meletakkan semua botol soju ia membungkukkan kepalanya. "Selamat menikmati!" Pelayan klub berlalu meninggalkan ruangan VIP tersebut.
Indah dan sahabatnya pun menghabiskan waktu berjam-jam di dalam ruangan VIP itu. Tak terasa waktu sudah berlalu dengan cepat. Indah melirik jam tangannya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 20,00 malam. Indah lalu mengalihkan pandangannya dan sejenak ia memperhatikan kedua sahabatnya yang masih menikmati soju mereka dengan santai.
"Indah pulang duluan yah!" tutur Indah seketika memecah kesenangan sahabatnya.
"Mengapa cepat banget mau pulang Ndah? Tunggu bentar lagi dong! Kita datang barengan jadi pulang bareng juga. Masa kamu tega ninggalin kita sih," protes Sisi sambil memegang tangan Indah.
"Maaf, Si! aku harus segera pulang. Ini udah jam delapan malam. Nanti Mama aku khawatir jika aku pulang telat seperti kemarin."
"Nggak setia kawan banget, Ndah!" sela Mia sedikit kecewa.
"Maaf banget, Mi ... aku benar-benar harus pulang."
Indah melepaskan pegangan tangan Sisi, lalu berdiri dan meraih tas kecil berwarna hitam di sampingnya. Ia juga merasa bersalah jika harus meninggalkan teman-temannya tetapi ia juga tak ingin membuat orang tuanya khawatir.
"Yah udah, jika begitu kamu boleh pulang tapi beri kita ongkos taksi. Kita ke sini nebeng ma kamu masa pulang jalan kaki?" celetuk Sisi melebarkan senyumnya.
"Baiklah. Aku tak akan membiarkan sahabatku yang manja ini berjalan kaki." Indah mencubit pipi Sisi dengan keras. Ia lalu membuka tas miliknya dan mengeluarkan sebuah dompet. Kemudian ia mengambil beberapa lembar uang kertas dan memberikan kepada Sisi.
"Lalu tagihannya siapa yang bayar? Aku ngak bawah kartu," kilah Mia menarik nafas pelan.
"Aku yang bayar," balas Sisi mengkedipkan sebelah matanya kepada Mia.
"Ih, genit," tegas Mia terkekeh.
Indah tersenyum melihat tingkah sahabatnya. "Di situ udah sama tagihannya," terang Indah menunjuk uang yang diberikan kepada Sisi. "Aku duluan. Sampai jumpa di kampus." Indah berjalan keluar meninggalkan Sisi dan Mia yang masih duduk di ruang VIP itu. Indah terus berjalan menuju tempat parkiran.
Kini Indah sudah meninggalkan area klub tersebut. Ia membawa mobilnya melaju di kegelapan malam. Sesekali ia membunyikan klakson mobilnya. Tak terasa mobil Indah kini telah berada di depan sebuah rumah yang seperti istana. Bangunan rumah itu sangat besar dan berbentuk unik, serta di lengkapi fasilitas yang mewah.
Indah turun dari mobilnya lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Indah sedikit terkejut melihat Papa dan Mamanya tengah duduk di ruang tamu.
"Mengapa Mama dan Papa belum tidur? Ini kan udah hampir jam 21,00. Apa jangan-jangan Mama dan Papa segaja menungguku, tapi nggak mungkin, deh!" batin Indah heran.
Indah pura-pura tidak memperhatikan Mama dan Papanya. Ia dengan pelan berjalan menuju keruang kamarnya.
"Sayang, ada yang ingin Papa dan Mama bicara kan!" ucap Anitha saat melihat Indah berjalan ke kamarnya.
Indah menghentikan langkah kakinya, ia membalikkan badannya dan menoleh ke arah Mamanya. "Apa, mah?" tanyanya datar.
"Sini duduk dulu sayang!" pinta Anitha menepuk-nepuk sofa di sampingnya, ia mengisyaratkan agar Indah duduk di dekatnya.
Indah pun melangkah pelan dan duduk di samping kedua orang tuanya.
>>>> pagi harinya.
Alarm dalam ruangan kamar Indah terus berdering. Jam sudah menunjukkan pukul 07,00 pagi. Namun, Indah masih tertidur dalam balutan selimut tebalnya. Ia tidak memperdulikan suara berisik dari kotak yang berada di dekat tempat tidurnya. Meskipun benda itu terus berbunyi nyaring, tapi suaranya tidak mengusik Indah sedikitpun. Bahkan, Indah semakin malas untuk membuka ke dua bola matanya.
"Sayang bangun! ini sudah jam tujuh. Kamu harus siap-siap! Nanti kamu ketinggalan pesawat, loh!" Anitha mencoba untuk membangunkan Indah. Ia menarik selimut yang membalut tubuh sang anak gadisnya itu.
"Mah, Indah tak ingin pergi!" lirih Indah manja.
"Mama tidak ingin mendengar penolakan. Kali ini, kamu harus dengerin Mama. Gini nih kelakuanmu selama di manja oleh Papamu. Makin hari kamu makin susah di atur."
"Mah, aku janji akan berubah.Tetapi aku tak ingin pergi ke kota itu. Aku tak ingin pisah sama Mama dan Papa. Lagian di Kota itu Indah tidak kenal siapa-siapa, Mah!"
"Pokoknya ini demi kebaikanmu Ndah, Mama dan Papa sudah memutuskan. Kamu akan tetap pergi ke Kota L untuk melanjutkan kuliahmu. Segala keperluanmu di sana sudah di urus oleh asisten Papamu. Kamu hanya harus pergi," tegas Anitha tak mau mendengar alasan apapun dari Indah.
"Mah, yang benar saja, masa Indah mau di kirim kuliah di Kota itu? Di sana bukan Kampus ternama, juga bukan Kampus bergensi nggak cocok dengan Indah. Apalagi Indah dengar di kota itu belum ada klub dan Mall besar. Gimana aku bisa betah tinggal di sana? Mama tahu sendirikan Indah paling nggak bisa jika tidak ada tempat untuk shopping," protes Indah dengan semangat.
"Itulah alasan utama mengapa Mama dan Papa ingin mengirimmu untuk lanjut kuliah di Kota L. Kami ingin melihat kamu mulai bisa mandiri dan tidak keluyuran lagi di klub. Sekarang kamu harus fokus pada kuliahmu. Kamu harapan kami Ndah, hanya kamu putri kami satu-satunya."
"Mah, coba pikirkan lagi deh? Indah benar-benar tak ingin kuliah di Kota itu! Indah langsung kerja di perusahaan Papa. Indah udah siap kerja, kok! Gimana, mah?" Bujuk Indah dengan antusias.
"Kamu boleh kerja di perusahaan Papa jika sudah lulus kuliah. Lagian apa salahnya melanjutkan kuliahmu di Kota L. Kan, tinggal satu tahun selesai."
"Mah, kata Papa tanpa kuliah pun Indah sudah bisa jadi desainer terkenal, buktinya proyek yang menggunakan ide desain Indah selalu menjadi topik utama."
"Topik utama apanya? Itu karna pengaruh dari Papamu hingga desain yang kamu buat bisa di gunakan oleh perusahaan mereka. Papamu yang terlalu memanjakanmu." Anitha menghela nafas panjang.
"Tapi kan tetap saja itu ide desain Indah, Mah!" tutur Indah tak ingin mengalah.
"Tak ada kata tapi. Kamu harus bersiap-siap!"
Sementara Adnan yang sudah menunggu mereka di luar ruangan pun menyusul sang istri masuk ke dalam kamar Indah.
"Loh, kok. Belum siap-siap sayang?" tanya Adnan saat melihat Indah masih duduk di atas tempat tidur.
"Indah tak ingin pergi, Pah!" rengek Indah manja.
"Papa tahu Indah tak ingin pisah dengan Mama dan Papa. Begitu pun sebaliknya, kami sangat menyayangmu tapi percayalah semua ini kami lakukan demi kebaikanmu. Papa sadar selama ini Papa telah salah memanjakanmu dan kini saatnya kamu harus belajar mandiri. Kamu juga harus meninggalkan kebiasaan burukmu yang suka keluyuran di klub. Itu membuat Mama dan Papa malu sama rekan bisnis Papa."
"Pah, aku memang suka keluyuran di klub, tapi aku bisa jaga diri aku, Pah! Aku tetap pada prinsip aku menjaga kehormatanku. Di klub itu aku hanya nongkrong saja dan menghabiskan waktu dengan teman-temanku. Tidak seperti apa yang Papa pikirkan atau orang lain katakan," tegas Indah membela dirinya.
"Papa tau sayang, tapi tetap saja itu tidak baik Ndah. Apa lagi sekarang Indah ...."
"Pah." Suara Anitha menghentikan ucapan suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Annisa Nurshabrina
Indah..indah..yang sabar ya..
2022-01-20
0
Sarianti
semanagat 😘
2021-12-31
0
Sarianti
semanagat 😘
2021-12-31
0