Kaki Langit adalah nama tempat, sebuah kampung yang hanya ditempati oleh keluarga Nigiro Leosan. Dalam kawasan itu ada bangunan villa yang besar kolam renang, kebun bunga, kebun tanaman herbal juga tanaman hias, yang beraneka ragam dan tak terhitung jumlahnya. Ada juga beberapa binatang peliharaan yang mirip kebun binatang kecil melengkapi hunian mewah keluarga Leosan.
Beberapa pekerja yang terdiri dari penduduk lokal telah mengurus semua keperluan, semua sudah ada yang mengatur hingga Kaki Langit tetap tampak bersih, indah dan menyenangkan.
'Apa tuan besar akan memarahinya kali ini.'
"Baik, tuan" jawab Zen, sambil melirik Alrega, wajahnya berubah masam.
***
Setelah selesai dengan segala urusan di perusahaan mereka, dihari itu, Alrega menuju Kaki langit, sementara hari sudah merambati malam.
Mobilpun melaju, dengan kecepatan tinggi, Kaki Langit cukup jauh dari perusahaan mereka berada. Hingga beberapa menit berlalu, akhirnya mereka sampai di depan halaman sebuah bangunan yang bergaya eropa, dengan hiasan mewah, dekorasi eksterior yang menawan mengelilingi rumah bercat putih itu.
Seorang penjaga keamanan membukakan pintu gerbang yang cukup tinggi untuk mereka. Jarak gerbang dan bangunan villa cukup jauh, butuh waktu hingga sepuluh menit untuk sampai di sana dengan berjalan kaki.
Rumah-rumah besar lebih banyak dicat dengan warna putih karena warna cat putih pada sebuah bangunan menampilkan kesan elegan dan anggun. Sedang kayu pada pintu, jendela serta besi pada pintu gerbang lebih bagus dengan cat warna gelap karena menunjukkan karakter kokoh pada baangunan lebih menonjol.
Demikian juga dengan bentuk dari eksterior sebuah bangunan yang biasanya disesuaikan pada selera dan keinginan pemiliknya. Semakin tinggi strata sosial dan kekayaan seseorang, biasanya akan berpengaruh pula dengan gaya tempat tinggal dan kehidupannya.
Zen memarkirkan mobilnya didekat sebuah kolam dengan air mancur berbentuk bulat yang ada dihalaman. Kaki jenjangnya melangkah masuk, ketika kepala pelayan membukakan pitunya.
"Dimana ayah?" tanya Alrega yang masih berdiri di dekat sofa di beranda rumah mereka.
"Di ruang kerja. Tuan besar sudah menunggu anda." jawab lelaki paruh baya yang rambutnya sudah hampir memutih sebagian.
Pelayan itu, pak Sim, usianya sudah memasuki usia senja, tapi ia tetap mengabdi pada keluarga Leosan yang sudah banyak membantunya. Sudah puluhan tahun ia bekerja, jadi ia sangat hafal kebiasaan Alrega. Laki-laki itu melihat bagaimana tuan mudanya tumbuh menjadi dewasa.
Walau pak Sim berpakaian pelayan dan Zen berdasi, tapi kedudukan mereka bisa dibilang sederajat di sini. Mereka sama-sama seorang asistant dari para tuan pemilik Kaki Langit.
Mereka bertiga berjalan beriringan memasuki ruang kerja dimana Rehandy berada. Mereka sama-sama tidak tahu apa yang terjadi. Tidak biasanya Rehandy memanggil anak sulungnya itu malam-malam begini. Ini diluar kebiasaan.
Alrega hanya akan mengunjungi villa sepekan sekali, karena ia lebih senang tinggal di apartemennya. Selain dekat dengan kantor, tinggal di apartemen membuatnya lebih leluasa dengan dirinya sendiri. Sebab lainnya adalah karena ibunya, Zania.
Alrega mengetuk pintu dan membukanya tanpa menunggu jawaban dari ayahnya, yang berada di dalam. Lalu ia duduk di salah satu sofa yang tersusun rapi di depan meja kerja.
Rehandy berada dibalik meja itu sekarang, meja yang sering mereka gunakan bersama. Ia memasang wajah keruh, menunjukkan kalau ia masih memiliki kuasa, yang cukup besar pada anaknya.
Pak Sim keluar dari ruangan setelah menutup pintunya secara perlahan, seolah enggan menimbulkan suara. Sementara Zen berdiri di belakang Alrega seperti biasanya.
"Ini sudah malam. Kenapa ayah belum tidur." kata Alrega lembut. Ia menatap wajah ayahnya penuh penghormatan.
"Kau pikir aku anak kecil?" sahut Rehandi ketus. Ia terlihat kesal pada anak laki-lakinya itu.
"Ingat kesehatan ayah." kata Alrega masih menatap ayahnya.
"Aku bukan anak kecil. Jadi berhenti menghkawatirkanku."
"Lebih baik ayah istirahat dan tidak memikirkan urusan yang bukan urusan ayah."
"Apa maksudmu mendatangi wanita itu?" tanya Rehandy akhirnya membuka masalah yang akan ia bahas dengan Alrega, lalu berjalan mendekati anak sulungnya.
"Wanita siapa maksud ayah?"
"Kamu pikir aku tidak tahu? Jangan hancurkan hidupmu untuk kedua kalinya. Gunakan akal sehatmu kalau hanya ingin balas dendam!"
Tentu saja Rehandy tahu apa yang dilakukan anaknya, walau ia hanya bisa diam dirumah karena sebuah keharusan, tapi pengawasannya selalu rapi. Dan Alrega sadar akan hal ini. Itulah sebabnya ia tidak membicarakan soal keinginannya pada ayahnya, dan urusan pribadinya tidak akan ia diskusikan dengan orang lain.
Sudah sejak dua tahun yang lalu mereka sering bersitegang karena Alrega mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan keinginan Rehandy. Meskipun awalnya mereka tidak sepakat, namun akhirnya mereka bisa saling mengerti dan kembali saling mempercayai.
Hal yang tidak mereka sepakati adalah keinginan Alrega, untuk tetap membebaskan Delisa dari segala hukuman, karena ia sudah mempermalukan keluarga mereka. Saat itu Rehandy memaklumi Alrega yang mungkin masih mencintainya. Dan juga mereka tidak sepakat dengan keinginan Alrega untuk membebaskan Sella karena menurutnya Gadis itu tidak bersalah.
Kini Alrega berdiri sejajar dengan ayahnya sebagai sesama laki-laki dewasa yang memiliki kedudukan. Ia memasukkan kedua telapak tangan dalam saku celana.
"Ayah, jangan menduga-duga. Jangan campuri urusan pribadiku. Aku akan mengurus semua urusan ayah di perusahaan."
"Itu ucapan saat dulu kamu menikahi gadis brengsek itu. Dan sekarang kamu mengulang kata-kata yang sama, padaku? Kau pikir aku akan percaya?"
"Silahkan ayah akan percaya atau tidak. Tapi aku yakin aku tidak akan salah kali ini," kata Alrega. Mereka masih saling berhadapan.
"Apa yang kau lihat dari wanita itu? Apa kamu berkeinginan mempermainkannya?" Kata Rehandy.
'Aku tidak pernah mempermainkan wanita'
"Sebenarnya sejauh apa ayah tahu tentang gadis yang ayah maksud?" kata Alrega. Kedua tangannya masih betah berada di saku celananya.
"Apa kau masih berpikir aku buta? Dasar anak nakal. Namanya Sella, kan? aku tidak menginginkan keburukan padamu bila kau memang ingin menikahinya. Dia bukan gadis yang setara dengan kedudukan kita."
"Lalu, apa menurut ayah aku akan membiarkannya begitu saja setelah apa yang dia lakukan dulu padaku?"
"Dia gadis biasa yang seharusnya tidak berurusan dengan orang sepertimu, kalau kamu akan membalaskan dendammu. Aku khawatir kamu akan terlalu kejam padanya." kata Rehandy dengan mengalihkan pandangan.
"Apa aku harus mencintai kembali wanita yang sudah menghancurkan pernikahannya sendiri?"
"Kamu tahu siapa pelaku sebenarnya kenapa kamu tidak langsung melakukan sesuatu pada Deli?" kata Rehandi Sambil berjalan ke arah pintu.
'Ayah seharusnya tahu aku akan membalas keduanya dengan cara bersamaan.'
"Aku melihat sesuatu yang berbeda dari wanita itu tapi entah, aku hanya merasa sesuatu yang tidak jelas saja."
'Seandainya tuan besar tahu kalau tuan muda terlihat senang saat bersama wanita itu, pasti dia akan mendukung pernikahan ini.'
"Berhati-hatilah. Jangan melukai dirimu sendiri"
"Tidak. Sekarang aku menuruti kemauanku sendiri. Tidak ada campur tangan nenek lagi. Istirahatlah, ayah." kata Alrega sambil membukakan pintu untuk ayahnya.
"Tidurlah di sisni. Sekarang sudah malam."
'Nenek tidak tahu, kan. Kalau dia tahu. Akan sangat merepotkan untuk menjawabnya.'
"Baiklah. Demi ayah, aku menginap malam ini."
Kini mereka sudah sampai di depan kamar Rehandi. Zen membukakan pintu kamar untuk tuan-tuannya. Pak Sim hanya mendampingi di belakang mereka.
"Tidurlah ayah, aku janji tidak akan membuat kesalahan kali ini. Aku akan mengurus semua dengan baik," kata Alrega dan Rehandy mengangguk.
Baru saja Alrega menutup pintu kamar ayahnya ketika dilihatnya sang nenek berdiri di depan pintu kamarnya yang terletak berseberangan dengan kamar ayahnya.
"Apa kau ada urusan dengan ayahmu? Kenapa malam-malam mendatangi kamarnya. Apa dia baik-baik saja?" Kata wanita tua yang sepertinya belum mengantuk. Ia memiliki ensomnia. Ensomnia, adalah penyakit susah tidur yang biasa diderita para lansia. Nenek mendekati Alrega dengan kursi rodanya.
"Apa nenek belum tidur?" Tanya Alrega datar.
"Aku terbangun karena suara ributmu itu!" kata nenek ketus.
'Apa nenek mendengar sesuatu?'
"Apa yang nenek dengar? Apa aku terlalu berisik atau ensomnia nenek kambuh?" Kata Alrega sambil memasukkan telapak tangan dalam saku celana.
"Apa ada yang tidak boleh kudengar? Aku tidak mendengar apa-apa. Ceritakan padaku, apa masalahmu?" Kata nenek mencoba mengorek sesuatu dari cucunya. Ia tahu kalau sesuatu yang penting sudah dibahas oleh anak dan cucunya itu, karena tidak biaaanya Alrega datang dimalam hari seperti ini.
"Tidak ada, nenek. Tidak ada yang harus dibicarakan, aku hanya ingin menginap saja."
"Apakah kamu akan menikah? Jujurlah padaku. Apa kamu sudah menemukan gadis yang lebih baik dari Deli?" kata nenek membuat Alrega mengernyitkan keningnya.
"Nenek, apa nenek masih berharap aku kembali bersama Deli?"
"Tentu saja. Deli adalah wanita yang terbaik untukmu." kata nenek yakin.
Wanita tua berambut putih itu melihat Alrega lekat. Cucu laki-laki satu-satunya yang menjadi tumpuan harapannya. Telah membencinya karena ulah Delisa. Nenek yang dulu telah mengenalkan wanita itu pada Alrega. Meski demikian, rasa benci sudah sedikit mencair karena waktu yang membantu melupakan. Semua orang pernah berbuat salah bukan?
Selama hampir lima tahun yang lalu nenek membawa Delisa kerumah, mengenalkannya pada Alrega dan berusaha mendekatkan hubungan kedua anak manusia berbeda jenis itu hingga akhirnya sampai di pelaminan.
Dimata Alrega, dulu Delisa adalah seorang wanita yang berbeda dari wanita lain yang dikenalkan oleh nenek dan juga ibunya. Delisa terlihat pendiam dan pemalu, tidak agresif seperti wanita lainnya yang memperlihatkan dengan jelas keinginan mereka agar disukai Alrega.
Hal inilah yang membuat Alrega akhirnya jatuh cinta padanya. Tentu saja hal ini sudah direncanakan oleh nenek yang berharap Alrega menerima Delisa dengan penuh cinta. Dan rencana nenek itu berhasil.
Nenek kalau sedang sehat, maka ia akan jadi wanita yang aktif dan cerewet. Tapi tetap saja ia seorang lansia yang tidak bisa lama dalam kondisi sehat. Usianya sudah lebih dari delapan puluh tahun. Lebih tua dari pak Sim.
"Sudahkah, nek. Akan lebih baik kalau nenek istirahat sekarang."
"Ck. Apa kamu begitu membenci nenekmu? Sampai aku tak berhak mendengar keperluanmu?"
"Bukan. Jangan asal menduga. Aku tidak membenci nenek."
"Apa kamu baru saja membicarakan soal wanita?" Nenek terus saja mencoba membuat Alrega bicara.
"Bisa jadi. Bukankah nenek senang kalau aku menikah dan mempunyai pasangan?"
"Tergantung siapa yang kau nikahi." Tandas Nenek.
"Kali ini aku akan menikahi gadis baik-baik."
"Apa kau pikir dulu Delia tidak baik? Dia pergi meninggalkanmu karena kau menghianatinya! Ingat itu, Rega!"
"Jadi nenek masih berpikir aku yang salah di sini?" kata Alrega, ia beranjak pergi.
"Semua orang yang hadir di pesta itu menjadi saksinya. Sebesar apa kesalahanmu. Jadi untuk apa kau bertanya?"
'Sampai kapanpun dia tidak akan percaya dengan apa yang aku katakan. Dimatanya Deli adalah yang terbaik'
Mendengar perkataan nenek, Alrega meninggalkannya dengan perasaan kesal. Tapi meski demikian ia tetap tenang seperti biasanya. Mengistirahatkan diri di kamarnya, menikmati malam dengan mimpi yang mungkin hadir menghiasi tidur nyenyaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
𓂸ᶦᶰᵈ᭄🇪🇱❃ꨄ𝓪𝓢𝓲𝓪𝓱࿐
20 buah like sudah mendarat di novel kk author jgan lupa like balik di novel punya el ya jgan lupa mampir
2022-02-25
8
bunda f2
gas terus Thor....
2022-01-26
5
DN96 (Aries)
semangat
"little princess and childish mafia"
2022-01-16
5