"Ikutlah denganku, kalau masih ingin merubah nasibmu" kata Zen tegas.
'Hais. Kalian ini bukan Tuhan, yang bisa semaunya saja dengan nasib orang lain. Menghukumku selama tiga tahun dipengasingan. Ini bukan zaman penjajahan tapi kalian berhasil melakukannya. Kegillaan apalagi sekarang?'
"Tolong lepaskan aku. Jangan lakukan apapun lagi padaku. Aku sudah cukup sengsara di kota itu."
"Tapi sepertinya kau baik-baik saja." Zen menelisik penampilan Zola yang terlihat biasa saja.
'Baik-baik saja kepalamu!'
"Ah, ini karena aku ada di sini sekarang. Ibuku sakit parah, jadi aku terpaksa pulang. Aku akan kembali nanti. Aku tidak ingin menjadi orang yang durhaka pada ibuku, dan aku tidak ingin menyesal seumur hidup jika ibuku tiada."
"Baiklah, alasanmu bisa dimengerti. Ayo." kata Zen, kini ia melangkah mendekati mobil hitam itu dan membukakan pintu mobil untuk Zola.
Zola dengan terpaksa mengikuti kemauan Zen, ia duduk dikursi penumpang di samping kemudi. Zen duduk dibelakang kemudi dan mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Kemacetan sudah berhasil mereka hindari.
'Ya, ya. Seharusnya aku tidak perlu terkejut kalau sudah pasti ada tuan Rega di sini. Mereka selalu bersama hampir setiap hari.'
Zola menoleh ke kursi belakang dimana Alrega duduk dengan menyandarkan tubuh, membuka kedua pahanya lebar dan pandangan wajah ke samping jendela. Suasana berubah seketika, menjadi beku seolah angin musim dingin bertiup di sana.
"Tuan, presdir..." sapa Zola sambil membungkukkan badannya sedikit ke belakang. Ia tetap harus melakukannya, kan? Karena ia adalah karyawannya dulu.
"Kau, pulang?" tanya Alrega dengan kesal.
Ia tidak mendapatkan laporan apapun tentang ini, kemungkinan orang yang ditugaskan mengawasinya lengah. Alrega dan Zen selalu teliti dalam melakukan apapun, termasuk saat ia mengusir Zola keluar negeri, mereka sudah menempatkan orang untuk mengawasi. Tapi sekarang, bahkan gadis ini berkeliaran di sini.
"Maafkan saya, Presdir. Ibu saya sakit. Saya terpaksa pulang. Jangan khawatir. Saya akan kembali besok." jawab Zola terbata.
"Apa sekarang ibumu baik-baik saja?" setidaknya Alrega masih punya nurani, dan bertanya tentang keadaan ibunya.
"Belum, besok baru mulai operasinya." jawab Zola lirih.
"Kau ingin aku menambah hukuman karena kau kabur? Apa hukuman pengasingan selama tiga tahun tidak cukup?" tanya Alrega mulai memasuki inti pembicaraan.
"Sudah cukup, tuan. Terimakasih, tuan tidak memasukkan saya ke penjara. Maafkan saya. Saya janji akan kembali ke Sunifyle besok. Jangan tambah hukuman saya." kata Zola memohon, mengatubkan kedua tangan sambil menangis.
"Kau seharusnya kasihan pada ibumu." kata Alrega sambil menarik nafas dalam.
'Apa maksudnya? Tentu aku kasihan.'
"Bagaimana kalau ibumu tahu perbuatan mu, rusaknya hubungan dipernikahanku. Kau dalangnya!" kata Alrega, seakan menaburkan kengerian.
'Mati aku. Kenpa mereka selalu mengancamku dengan itu, atau memasukkan aku kedalam penjara.'
"Saya akui saya salah, tuan. Maafkan saya dan jangan tambah hikuman saya." kata Zola masih dalam.posisi memohon.
Alrega diam sejenak, menautkan kedua alisnya dan menemukan sebuah ide dikepalanya, ia akan menggunakan gadis itu untuk membantunya kali ini.
"Kalau begitu, lakukan sesuatu untukku."
Mata gadis berpakaian santai itu terbelalak sempurna. Tak menyangka akan bertemu pria ini disisni, kedua pria yang dulu pernah mendepaknya dari karir yang sangat disukainya, dan sekarang sepertinya, kedua pria ini akan melibatkannya kembali kedalam ssbuah masalah.
Kenangan dua tahun yang lalu berputar diotaknya seperti slide sebuah film. Ia tak akan lupa hari dimana ia mendapatkan penghinaan yang memalukan dari laki-laki yang ada dihadapannya, ia diusir dihadapan semua orang dengan ancama penjara dan menyebarkan perbuatannya.
Gadis itu harus rela meninggalkan karirnya di kantor cabang Art Design Group, begitu dirinya diketahui sebagai dalang dari kospirasi yang ia lakukan bersama Delisa dan Sella untuk mengacaukan pesta pernikahan Alrega.
Zola sudah dibuang sebagai hukumannya, dan ia hidup di kota Sunifyle seperti gelandangan, dan harus bekerja serabutan untuk bertahan hidup. Sungguh itu lebih baik dari pada harus kehilangan muka, atau dipenjara, Ia harus berbohong pada keluarganya kalau ia ditugaskan di sana.
Sungguh kemalangan bertemu dengan mereka lagi kali ini setelah apa yang ia alami. Sesal hanyalah ilusi tak berguna yang menyesakkan dada, hingga sesal itu seperti ekor manusia yang sering datang mengikuti di belakangnya.
Dulu Zola diberi sebuah tawaran oleh Alrega. Tawaran yang bagai buah simalakama, kalau ia tak ingin dipenjara, ia harus pergi sejauh mungkin. Bahkan ia harus pergi leluar negeri demi menghindari hukuman penjara.
Tapi ia menerima kabar beberapa hari yang lalu kalau ibunya sakit keras, yang memaksanya pulang kembali. Tak disangka dalam perjalanan pulang dari rumah sakit tempat ibunya dirawat, ia bertemu dengan Zen.
Sungguh ia punya rencana akan kembali kenegara tetangga itu, beberapa hari lagi, ia harus kembali pada hukumannya ke kota pembuangan, sampai waktu yang ditentukan, walau hidupnya tidak lagi mudah di sana.
'Apa lagi sekarang?'
"Kau seorang konspirator. Bahkan kurasa pengasingan saja tidaklah cukup" kata Alrega.
"Maafkan saya, tuan."
"Ck. Ck. Tidak ada kebaikan yang gratis di dunia ini. Dan tidak ada kejahatan tanpa hukuman." kata Alrega sambil merubah gaya duduknya dengan menyilangkan kaki.
"Tolong maaf kan saya, tuan. Saya akan melakukan apapun, asal hukuman saya tetap seperti ini. Saya hanya sebentar di sini, ibu saya sakit. Saya tidak ingin menyesal tidak bisa melihatnya untuk terakhir kali."
Sejenak suasana hening, Zen yang mengemudikan mobil masih diam, ia fokus pada jalanan seolah tidak ada apapun yang ia dengar, hingga kemudian Alrega berkata.
"Kau dalang konspirasi. Tentu mudah bagimu untuk melakukan tugasmu kali ini."
"Apa yang harus Saya lakukan untuk tuan?" kata Zola sambil menyunggingkan senyum.
"Menjaga Delisa."
'Whatt? Apakah perempuan itu juga kembali? Siaal...!'
"Maksudnya? Menjaga seperti apa, tuan?"
"Aku akan menikah. Jangan sampai Delisa mengacaukannya"
'Apa Delisa bodoh! Pasti perempuan itu mencoba mendekati tuan Rega lagi. Kalau tidak, mana mungkin tuan Rega memintaku untuk menjaganya, mungkin tuan khawatir kalau akan terjadi hal seperti dua tahun yang lalu.'
"Baiklah, saya akan berusaha melakukan yang terbaik untuk tuan. Maaf tuan, boleh saya bertanya?"
"Hmm"
"Kapan tuan akan menikah?"
"Aku akan menghubingimu lagi, nanti." kata Zen bersuara, sebab kalau soal pekerjaan selanjutnya, maka itu akan jadi urusan Zen.
"Apakah itu saja?" Zola berkata sedikit ragu, sebab pekerjaan menjaga Delisa adalah hal mudah baginya, selama Delisa, mantan sahabatnya itu tidak tahu kapan pernikahan Alrega.
Ya, sejak Zola merasa kalau usaha yang ia lakukan tidak dihargai oleh Delisa, ia enggan menganggapnya sebagai sahabat. Delisa seperti tidak perduli dengan dirinya setelah semua rencana yang mereka lakukan sukses. Delisa justru pergi meninggalkannya, dan Zola menanggung semua akibatnya sendiri.
"Apa kau juga yang memaksa seorang gadis lemah agar mau bekerjasama dengan kalian?" tanya Alrega.
'Ha, apa maksunya gadis berambut keriting itu?'
"I iya, tuan. Maafkan saya, dia sebenarnya tidak bersalah, saya sudah mengakui semua itu dua tahun yang lalu saat Sekertaris Zen menginterogasi saya."
"Hmm. Jadi kau memaksanya?"
"Iya tuan. Maafkan saya."
"Minta maaf pada gadis itu, nanti. Kalau aku mengizinkanmu melakukannya."
".......??"
"Baik, tuan. Terimakasih, atas kesempatan yang anda berikan."
"Tuan, sudah sampai tujuan." kata Zen tiba-tiba memcah kesunyian yang tercipta selama beberapa detik.
'Sialan! Mereka membawaku kemana, ini?'
Tanpa diminta, Zola keluar mobil begitu pula dengan Zen. Merek berdiri di samping mobil saling berhadapan.
"Zolla, semua yang harus kamu lakukan sudah sangat jelas, kan? jadi kamu bisa tinggal di rumah selama beberapa hari lagi sampai pernikahan tuan Rega selesai."
"Ya. Aku tahu."
"Aku memberimu sedikit gambaran kalau tuan akan menikah sepekan sebelum hari ulang tahun Delisa. Jadi waspada saja dihari-hari itu."
'Oh, ini rencana balas dendam kah? Kukira tuan Rega akan susah move on. Nyatanya tidak.'
"Bolehkah aku tahu siapa yang akan tuan presdir nikahi kali ini?" tanya Zola.
"Kau yakin, wanita yang mengaku hamil itu hanya terpaksa waktu itu dan kau memanfaatkannya?" Zen balik bertanya.
'Apa? Apa jangan-jangan wanita itu yang akan tuan Rega nikahi?...ahk, tidak mungkin!'
"Iya. Aku yang memaksanya. Dia butuh uang karena ibunya masuk rumah sakit."
"Dia tidak benar-benar hamil?"
"Haha, tidak, dia hanya berakting!" jawab Zola dengan mengendikkan bahu.
"Pergilah, terimakasih sudah mau bekerja sama" kata Zen, lalu memasuki mobilnya kembali dan memarkirkannya tepat disebuah Hotel. Mereka akan meeting dengan beberaoa orang di sana.
'Haha sekarang dia bilang terimakasih. Dan aku terjebak di sini, aku harus kembali kerumah sakit. Tunggu, kalau tebakanku benar, dan Delisa tahu siapa yang akan menjadi istri tuan Rega, adalah wanita itu, pasti dia akan pinsan, ini drama yang bagus.'
Zola melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu, ia menghentikan taxi yang akan membawanya kembali ke tujuan sebelumnya. Rumah sakit. Biar bagaimanapun ia tidak bisa protes pada ulah kedua pria arogan yang sudah membawanya ke tempat sejauh ini tanpa permisi.
'Ahk, kenapa harus ada manusia seperti mereka di dunia ini?'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Hajime Nagumo
👍👍👍👍
2022-02-21
7
Aris Pujiono
yuk lanjut...
2022-01-17
8
DN96 (Aries)
lanjut next
baca perlahan 🤭
"little princess and childish mafia"
2022-01-13
8