Alrega mendekati Sella dengan langkah tenang, lalu berdiri di hadapan Sella. Ia melepas kaca mata hitamnya, dan merapikan jasnya. Pria itu seperti sedang beraksi di hadapan Sellla, gadis itu sempat terlihat takjub memandang Alrega.
'Apa hp--ku terlalu menjijikkan bagimu?'
"Sebenarnya apa yang anda inginkan. Ponsel saya baik-baik saja. Ini masih berfungsi dengan sangat baik..." kata Sella dengan tatapan tidak mengerti.
"Aku hanya memastikan kau masih hidup saja." kata Alrega tenang.
'Sialan! Aku tidak akan mati hanya karena dirimu. Aku akan mencekikmu suatu hari nanti'
"Seperti yang anda lihat, tuan. Saya baik-baik saja. Kalau tidak ada keperluan lagi, saya harap anda bisa segera pergi. Mobil anda menghalangi pelanggan yang mau belanja di toko saya."
Alrega menyeringai sinis, melihat sebentar pada Sella. Lalu memberi isyarat pada Zen.
"Apa aku sudah memberi pertunjukan yang bagus?" tanyanya sambil menyimpan kedua telapak tangan dalam saku celana.
"Sudah, tuan." jawab Zen tenang.
"Ayo pergi." kata Alrega lagi, ia melirik pada Sella sekilas, lalu memasuki mobil yang sudah dibukakan pintunya oleh Zen.
Mobil itu melaju meninggalkan Sella yang masih diam mencerna kejadian yang baru saja ia alami. Tak percaya rasanya, bagaimana laki-laki itu bisa datang dengan cara seperti itu ke rumahnya, seolah-olah hendak memcabut nyawanya.
'Apakah jangan-jamgan mereka sudah tahu semua tentang diriku. Tidak mungkin.'
Sementara hari sudah merambat sore. Matahari meredupkan sinarnya, seolah lelah sudah menyinari dunia sepanjang siang, dan ia akan datang lagi esok pagi setelah beriatirahat.
"Kakak!" tiba-tiba suara Rejan terdengar cukup keras dari luar toko begitu mobil Alrega berlalu menjauh.
"Ada apa? Tidak usah berteriak," kata Sella, ia memukul pelan lengan Rejan.
'Siapa dia, kak?" tanya Rejan menahan langkah Sella dengan merentangkan kedua tangannya.
"Dia siapa, maksudmu? Tidak ada siapapun disini." jawab Sella.
"Maksudku, laki-laki yang tadi berdiri di depan toko, yang pakai jas hitam dan mobil mewah,"
"Tidak ada laki-laki seperti itu."
"Ada!" kata Rika dan Flinna secara bersamaan, mereka tampak hendak menginterogasi Sella.
Kini mereka bertiga, Flinna, Rejan dan Rika, menatap Sella seolah mencari jawaban atas apa yang sudah mereka lihat barusan.
"Itu orang yang menanyakan alamat." jawab Sella asal.
"Bohong," jawab Rejan, sedang Rika si asistant dan Flinna mengangguk, membenarkan ucapan Rejan.
Sebenarnya Rejan melihat kalau kakak perempuannya itu berbicara cukup akrab dengan dua pria yang bertubuh tegap dan tampan.
Sella mencoba merahasiakan hal ini selama mungkin, bahkan kalau bisa, ia menikah secara sembunyi-sembunyi saja. Ia malu dan enggan menikah dengan alasan yang tabu apalagi berpasangan dengan orang yang derajatnya tidak sepadan dengan dirinya, akan banyak masalah yang kemungkinan bisa terjadi.
Sella membayangkan orang yang dimaksud oleh Rejan, adiknya. Pria yang tadi datang mengunjunginya. Ia pria berkulit putih, rambut yang diatur rapi menghiasi wajah terkesan tegas dan dingin walau tanpa kumis atau cambang di dagunya. Wajah itu begitu bersih dan enak dilihat berlama-lama. Wajah yang tidak membosankan untuk dilamunkan.
"Sebenarnya, ada apa denganmu?" tanya Sella, bertanya pada dirinya sendiri juga untuk adik laki-lakinya.
Sella sambil duduk di kursi kayu yang berada didekat meja tulisnya di samping etalase toko, ada beberapa barang ada diatasnya, yaitu barang yang sedang ia diskon agar segera terjual.
"Seharusnya aku yang tanya, ada apa dengan kak Sese? Kakak tidak tahu siapa pria itu. Kenapa tidak menyuruhnya masuk?"
"Apa itu bagus?" tanya Sella.
Ia malas meladeni Rejan, Rika dan ibunya. Mereka semangat mendengar berita baru dari Sella. Biasanya gadis itu enggan berinteraksi terlalu lama dengan laki-laki, tapi yang tadi mereka lihat adalah sebuah perbedaan.
"Kakak, apa benar-benar tidak tahu kalau laki-laki yang bicara di depanmu adalah CEO ADG yang terknal? Ia adalah salah satu CEO yang mendapat kompensasi fiskal tertinggi di negara kita, karena keberhasilannya dalam terobosan baru di dunia bisnis? Kak, aku ingin seperti dia!"
Alrega memimpin perusahaan keluarganya itu setelah ayahnya memintanya. Ayahnya ingin agar Alrega meneruskan kepemmpinan sejak dia sudah menikah dua tahun yang lalu, walau pernikahan mereka gagal, tapi Tidak dengan kepiawaian Alrega dalam memimpin.
Ia menjadi salah satu pengusaha muda yang gemilang yang banyak dikenal bahkan di manca negara. Kegagalan dalam rumah tangganya itu memang sempat memicu kekacauan dalam beberapa bidang, mengingat anak cabang perusahaan atau pabrik yang ia tangani cukup banyak.
Masa sulit menenangkan perasaan dan mengembalikan nama baik perusahaan tidak lah mudah. Tapi Alrega berhasil melaluinya dengan baik. Biar bagaimanapun juga, nama baik bagi seorang pebisnis adalah segalanya. Sebuah nama baik akan sangat berpengaruh dalam sebuah kerjasama. Sangat penting.
"Kalau begitu, belajarlah yang rajin dan kalau sudah lulus nanti lanjutkan kuliah di manapun, akan aku biayai. Oke?" kata Sella.
"Apa kakak tidak penasaran dengan berapa bayarannya, atau setidaknya berkenalan dengannya, kak? Dia punya universitas juga. Biar aku mendapatkan rekomendasinya."
"Berusahalah secara mandiri, jangan mengharapkan rekomendasi seseorang. Jangan remehkan dirimu sendiri. Karena kamu anak yang pintar." kata Sella lembut.
"Apa kakak menyukainya, dia tampan kan? Ibu.. Bagamana kalau ibu punya menantu tampan dan kaya seperti tuan Rega?" tanya Rejan sambil menoleh pada ibunya.
"Rejan..! Cepat bersihkan dirimu dan makan. Jangan campuri urusan pribadiku!" bentak Sella.
"Ayo, turuti kakamu. Cuci tanganmu dan makanlah." kata Flinna, menenangkan anaknya.
Walau Rejan masih sangat penasaran dengan laki-laki yang ia lihat sedang mengobrol dengan Sella, ia tetap menurut pada kakaknya, karena ia tahu Sella sudah banyak berkorban untuk keluarga.
Sella merasa sangat kesal pada adiknya yang menggodanya. Ia tak menyangka kalau Rejan mengenal Alrega. Padahal Sell sendiri tidak tahu siapa Alrega sebenarnya.
'Seandainya Rejan tahu masalah yang sedang aku hadapi, mungkin ia tidak akan berani meminta referensi untuk kuliahnya'
Sebab akan sangat buruk bila meminta sesuatu pada orang yang telah dirugikan. Sangat tidak pantas.
***
Alrega memandang keluar jendela mobilnya saat kemacetan menjebak perjalanan mereka. Ia terlihat menarik nafas dalam berulang kali, perjalanan menjadi lambat. Walau sudah biasa, ia tetap saja tak biasa. Sebuah kemacetan, ibarat hantu bagi semua pengendara.
"Apa yang akan terjadi kalau rapat kali ini dibatalkan?" Tanya Alrega pada Zen yang mengemudikan mobil mewahnya.
Mereka mulai membicarakan bisnis untuk mengurangi kejenuhan, sementara kemacetan mulai sedikit terurai. Mobil yang mereka naiki sudah melaju secara perlahan.
"Tidak ada kerugian bagi perusahaan kita. Tapi kita tidak akan mendapatkan keuntungan dari pabrik baja, untuk konstruksi awal."
"Hmm.. apa mereka tidak membeli semen dari lable kita?"
"Tidak, tuan. Mereka hanya menyewa beberapa alat berat dari gudang sewa Wearaktor kita."
"Hmm..." Alrega berdehem mengomentari penjelasan Zen. Baru sebentar ia diam, matanya menangkap sebuah bayangan seseorang yang menarik minatnya,
"Berhenti." kata Alrega tiba-tiba. Zen memarkirkan mobil secara perlahan ke sisi trotoar. Mobil itu sempat menjadi pusat perhatian beberapa orang yang lewat.
"Ada apa, tuan?" tanya Zen sambil mengitari keadaan sekitar guna memastikan semua baik-baik saja.
Pandangan mata Zen menumpu pada sosok Zola yang berdiri tak jauh dari tempat mobil mereka berhenti.
'Zola? Apa dia juga kembali. Kebetulan atau takdir? Seolah semua yang berhubungan dengan masalalu tuan kembali'
"Apa kau lihat apa yang aku lihat? Bukankah dia Zola?" tanya Alrega manunjuk sosok gadis berambut pendek dan berkaca mata tebal dengan dagunya.
"Iya, tuan."
"Zen, sepertinya tahun ini adalah tahun pembalasan." kata Alrega sambil menarik nafas dan membenahi posisi duduknya.
"Iya, tuan." Zen mengerti maksud Alrega.
"Mereka semua yang jadi masalaluku, kembali." kata Alrega menahan geram.
'Anda sangat teliti, tuan. Apalagi setelah ini?'
"Apa yang harus saya lakukan, sekarang?" tanya Zen.
"Panggil dia kemari."
'Tapi untuk apa?'
Alrega menangkap keraguan pada raut wajah Zen, tapi pria yang tingginya melebihi dirinya itu tetap tenang menuruti perintahnya.
"Zen." panggil Alrega saat Zen hampir membuka pintunya, "Dia akan bermanfaat untuk urusan pernikahanku, agar Deli tidak menggangguku lagi."
"Baik, tuan." jawab Zen dan langsung keluar mobil guna menghampiri Zola yang terlihat hendak menyeberang jalan.
"Halo, Zola. Apa kabar?" kata Zen ketika sudah berdiri disamping Zola.
Melihat Zen ada di dekatnya, Zola hendak menghindar, gadis itu seperti bertemu monster saja. Dengan cekatan, Zen memegang tangannya.
'Siaal... kenapa bisa ketemu orang ini di sini?'
"Lepaskan aku!" kata gadis itu berusaha membebaskan diri dari cengkraman tangan Zen.
"Ayo, ikut aku."
"Tidak mau. Aku sudah tidak punya urusan lagi denganmu. Semua kesalahanku sudah aku tebus."
"Tapi, tuan Rega masih mau berurusan denganmu." kata Zen sambil menarik Zola menuju mobil yang yang terparkir di sana.
"Apa?!"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
El 1
❤️❤️❤️❤️
2022-03-10
7
La Vie Est Un Mystere
mampir lg thor..
2022-02-07
9
Aris Pujiono
zen makin lama makin nglunjak
2022-01-17
8