*Novel ini sedang direvisi, mohon dimaklumi*
Alrega menarik sudut bibirnya, ada sesuatu dalam pikirannya, ia merasa harus menahlukkan gadis ini, dan benar-benar membuatnya berlutut memohon padanya. Tiba-tiba saja satu rasa yang dulu sempat hilang, seolah kembali mengetuk pintu hatinya dan memaksanya masuk.
"Memohonlah..." kata Alrega datar. Ia tidak menampakkan ekspresi yang berlebihan.
'Apa. Apa dia bilang, aku harus memohon padanya? Gila ya.'
Semua yang ada dalam hati Sella sungguh tidak sama dengan apa yang dilakukannya. Ia hanya berpikir demi kebaikan ibu, keluarganya, Rere dan tentu demi masa depannya. Ia masih harus melihat kedua adiknya tumbuh dewasa.
Tubuhnya yang sudah lemas seperti tak bertulang, kini meluruh. Bertumpu pada kedua lututnya. Ia menatap Alrega penuh kebencian sekligus rasa takut juga pengharapan. Tatapan yang susah diartikan oleh Alrega itu membuat laki-laki itu semakin dalam menatap Sella.
Mata indah bentuk bulan sabit gadis itu seperti menyedot minatnya, ingin rasanya ia tenggelam dalam telaga air mata yang diciptakannya.
"Saya mohon, tuan. Saya akan menikah dengan anda. Tapi tolong, jangan katakan apapun tentang kesalahan saya dimasa lalu pada siapapun. Berjanji lah. Kumohon."
Mendengar kalimat yang diucapkan Sella, membuat Alrega semakin ingin menggodanya. Sementara, Zen merekam dengan ponsel Alrega tanpa diketahui oleh mereka berdua.
"Kau belum menjadi istriku, tapi kau sudah berani memintaku berjanji?" tanya Alrega dengan nada tinggi.
"Iya. Berjanji lah untuk saya. Dan saya juga akan berjanji melakukan apapun yang tuan inginkan, saya akan menjadi seorang istri yang baik. Walau saya tidak mencintai tuan dan tuan juga tidak mencintai saya... Tapi saya akan bersikap baik pada anda."
Alrega benar-benar menahan tawa sekuat tenaga. Gadis ini mengatakan semua yang ingin ia minta sebagai hukuman, tanpa ia harus mengatakannya. Alrega melirik Zen dengan mengangkat kedua alisnya. Lalu kembali menatap Sella.
"Kau bilang tidak mencintaiku?" tanya Alrega ketus. Mendengar pertanyaan Alrega, Sella mengangguk.
'Mana mungkin aku berani mencintaimu, aku hanya seorang pesakitan dimatamu, kan? Aku seorang tawanan perang di sini.'
"Tapi tuan tidak perlu kuatir, saya akan bersikap seakan saya mencintai tuan."
"Kata-katamu akan menjadi kenyataan. Kau akan benar-benar mencintaiku suatu saat nanti." kata Alrega dengan senyum tipisnya.
"Tidak akan. Jangan mimpi, ada wanita yang mencintai orang pendendam seperti anda." kata Sella ketus. Ia memancarkan rasa permusuhan sepekat mendung dalam tatapannya.
"Apa kau bilang, aku pendendam?" tanya Alrega.
'Iya, kamu pendendam, kan?'
"Bukan, bukan ... Maaf kan saya. Anda orang yang baik."
'Bolehkah aku dikubur saja disini? bahkan aku mual sekali. Tolong, aku ingin muntah'
Alrega menangkap ekspresi wajah Sella yang berubah. Ia berkata,
"Kau kira memaafkanmu itu mudah, setelah semua akibat yang harus aku rasakan dari perbuatanmu?" tanya Alrega.
'Akibat apa, aku hanya merusak pesta, tidak lebih. Atau aku akan jadi istri kedua. Haha. Kupikir aku orang yang sangat naif, kalau dia hanyalah seorang duda yang diringgalkan istrinya di tengah pesta? Tidak mungkin, kan?'
"Maaf. Tolong maafkan aku" kata Sella mengingkari hati nuraninya.
"Kalau ingin kesalahanmu kumaafkan. Jalani pernikahan dengan baik," kata Alrega sambil berkacak pinggang.
'Mungkin memang kesalahanku sangat besar'
"Baik..." kata Sella lirih.
Menganggap urusan menjebak Sella dalam urusan pernikahan sudah selesai, Alrega melangkah meninggalkannya. Zen menyusul setelah mengambil jas Alrega yang teronggok dilantai.
Sepeninggal dua pria itu, Sella terdiam, sepertinya ia butuh lebih banyak waktu untuk merenung. Ia berdiri, di sana setelah membungkuk pada Alrega dan Zen. Hanya Zen yang membalas membungkuk hormat. Gadis ini akan menjadi nona mudanya kelak, tentu ia harus sopan padanya.
Mereka turun dari atap.
Beberapa saat kemudian, Ketika Sella turun menggunakan tangga, Zen dan Alrega ternyata masih berdiri di koridor kantor, membicarakan sesuatu.
Zen melihat Sella yang akan turun dengan tangga darurat, menghadangnya, dan meminta Sella untuk menggunakan lift. Sella tersenyum dan sangat bersyukur. Ia melangkah menuju lift, sambil menggulung rambut ikalnya dan menutupinya dengan topi.
Saat melakukan gerakan itu, kemeja pendek yang dikenakan Sella sedikit terangkat, memperlihatkan pingganya yang ramping, membuat jakun Alrega bergerak, ia melihat sekilas kearah pinggang Sella, berharap suatu saat ia bisa memeluknya.
Setelah itu, Alrega dan Zen pergi meninggalkannya area tangga dan kembali menyusuri koridor. Mereka berdua pergi menuju ruang pengawasan dimana monitor CCTV berada.
Mereka melihat dari salah satu layar monitor yang mengarah pada lobi gedung. Tampak seorang wanita muda yang berpenampilan elegan dan modis duduk di sofa. Wanita itu tampak sangat cantik, berambut panjang hitam lurus seperti rambut artis iklan sampo.
"Mungkin dia akan tetap disana walau matahari terbit dari barat, kecuali aku menemuinya," kata Alrega sambil meluruskan punggung bidangnya.
"Kami sudah berusaha mengusir orang yang tidak diharapkan kedatangannya itu," kata seorang pengawal.
"Lakukan sekali lagi. Zen, tangani dia sekarang!" kata Alrega sambil beranjak dari sana dan kembali menuju ruangannya.
"Baik, tuan," kata Zen sambil melangkah menuju lift khusus.
Sesampainya di lobi gedung, Zen berdiri sejenak, ia menyeringai kepada wanita yang duduk dengan menumpuk kedua pahanya secara bersilang.
Menyadari ada Zen disana, Delisa segera mendekatinya, lalu berkata.
"Dimana Rega? Apa dia ada diruangannya? Aku akan menemuinya sekarang. Para pegawai itu memperlakukan aku dengan buruk. Seperti mereka tidak mengenalku saja."
'Mareka menjalankan tugas dengan baik, nona'
"Maaf, nona. Tuan tidak ada. Seandainya ada, tuan tidak akan menemui anda. Untuk apa kesini?" kata Zen dingin, seolah dia meniupkan angin musim dingin disana.
"Apa kau mencoba menipuku? Aku masih melihat mobilnya di parkiran."
Zen tidak menyahut. Sebenarnya ia malas meladeni wanita yang sudah melukai hati Alrega dan keluarganya. Dan setelah sekian lamanya wanita itu pergi, ia masih berani menampakkan diri di kantor Alrega, orang yang sudah dipermalukannya.
Sejak kedatangannya tadi, beberapa pegawai melarangnya masuk, tapi ia tetap bersikukuh menunggu sampai Alrega keluar dari ruangannya.
"Sebenarnya siapa yang telah menipu siapa, nona? Saya heran anda masih berani menemui tuan Rega tanpa rasa malu sedikitpun, seperti ini."
"Untuk apa aku malu. Aku tidak bersalah. Rega yang sudah bersalah karena mengkhianatiku!"
"Saya bersedia menjadi saksi bahwa tuan Rega tidak melakukan seperti apa yang anda tuduhkan."
"Aku yang mengalaminya, bukan kamu dan dia itu suamiku. Lalu kamu, siapanya, ha?" kata Dslisa dengan suara keras.
"Seharusnya anda percaya pada suami anda, nona. Dan untunglah, saya lebih dipercaya oleh tuan Rega daripada anda."
"Kamu...!?"
"Silahkan anda pergi, nona. Bukankah semua yang anda inginkan sudah anda dapatkan? Jadi apa lagi yang anda butuhkan hari ini?"
"Aku hanya ingin bertemu Alrega, aku tahu dia sangat merindukanku selama ini. Aku tahu tipe laki-laki seperti dia, pasti tidak akan betah jauh dariku, satu-satunya orang yang disayanginya."
'Ck. Percaya diri sekali.'
"Lalu kenapa dulu anda meninggalkannya, bahkan setelah saya meminta anda untuk bertahan disisinya?"
"Aku sangat sakit hati waktu itu. Wajar kan kalau aku pergi?"
"Benarkah? Bagaimana kalau saya punya buktinya bahwa anda berbohong?" Tanya Zen sambil melipat tangan di atas perutnya.
Delisa terlihat gugup kali ini. Keraguan terlihat jelas dari wajah cantiknya. Ia tak pernah menyangka akan berhadapan dengan Zen. Dengan sedikit marah akhirnya ia duduk lagi si sofa.
"Aku akan menunggu Rega sampai kapanpun"
"Anda tidak perlu keras kepala seperti ini. Tuan juga tidak akan menemui anda sampai kapanpun."
"Kenapa? Apa dia sudah punya kekasih selain aku? Tidak mungkin. Dia tipe laki-laki setia yang tidak mudah pindah kelain hati."
"Apa menurut anda begitu? Sepertinya anda sangat memahami tuan Rega. Tapi anda tetap saja menghianatinya, bahkan pergi dengan pria lain, disaat tuan Rega mampu memberi setengah negara untuk anda."
"Omong kosong. Aku tidak melakukan hal semacam itu." Delisa masih bertahan dan selalu membantah Zen.
'Seharusnya aku menyingkirkan laki-laki ini lebih dulu. Dia lebih merepotkan'
"Aku tahu sesuatu, nona. Jadi lebih baik anda pergi sekarang juga atau saya bongkar semua perbuatan anda disini, di depan semua orang?"
"Dasar breng*sek!" kata Delisa melirik Zen dengan kesal, sambil beranjak dari duduknya dan melangkah menuju pintu keluar gedung, yang terbuat dari kaca.
Karena kesal, Delisa mengepalkan kedua tangan sampai memerah. Ia sangat yakin untuk bisa memenangkan hati Alrega kembali. Ia tak menyangka kalau ternyata mantan suaminya itu sudah melupakannya. Ia akhirnya pergi.
Sebelum Delisa memasuki mobilnya, ia menendang sebuah pot bunga dengan ujung sepatunya yang runcing, hingga pot bunga itu pecah dan bunganya berantakan. Kesan anggun dan elegan yang melekat didirinya lenyap seketika ditelan amarah, seperti mengepul diatas kepalanya berupa gumpalan asap hitam membumbung ke udara.
'Rega, kalau bukan aku yang ada di sisimu. Maka siapapun tidak ada yang bisa berada di sisimu juga'
Dengan cekatan, beberapa petugas kebersihan membereskan kekacauan yang dibuat oleh Delia.
"Mangapa anda melakukan ini, nona?" tanya seorang petugas itu dengan suara lirih dan segan.
"Dasar cerewet! Lalukan saja tugasmu!" jawab Delisa sambil menyalakan mobilnya dan pergi meninggalkan gedung Art Design Group dengan suasana hati yang galau.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Aris Pujiono
denisa kena batunya
2022-01-15
8
Hajime Nagumo
kasian sebenarnya sama Delisa ini ya
2021-12-14
9
Hanum Anindya
Berarti Delisa jahat. meninggalkan Alrega.
trus Rere sebenarnya cewek apa cowok sih😂😂😂penasaran juga sih!
2021-12-13
10