"Bagaimana dengan nasib teman saya, tuan?" tanya Rere masih dengan gaya memohon.
"Dia akan baik-baik saja selama kamu bisa dipercaya. Jangan sampai ada gosip apapun. Tapi kalau tidak, maka temanmu yang akan menjadi korbannya. Ingat, temanmu tadi sudah sanggup menerima hukuman dari kesalahanmu."
"Baik, tuan." kata Rere, kecemasan terlukis jelas diwajahnya.
"Terimakasih atas kerjasamannya." kata Zen sambil meninggalkan Rere.
"Eh, i iya, tuan" kata Rere gugup, ia tak menyangka Zen akan mengucapkan terimakasih padanya atas kerja sama kecil yang sudah ia berikan. Ahk, ia hanya disuruh menelpon dan memastikan Sella datang saja.
'Tapi, benar kah Sese akan baik-baik saja? Sungguh anak itu terlalu baik'
Zen kembali berdiri dibelakang Alrega, setelah urusannya dengan Rere selesai. Pria itu diam dan menyimpan kedua telapak tangan dalam saku celana.
"Jadi kau ingin temanmu yang bersalah itu tidak dipecat?" tanya Alrega.
Sedang Zen menatap Sella dengan tatapan yang lebih mengintimidasi dari tuannya.
Sella mengangguk, "tentu saja. Memangnya salah apa dia, dia tidak pantas dipecat hanya karena saya berada di sini?" katanya.
"Apa kau sanggup menanggung akibatnya?" tanya Alrega.
"Memangnya apa akibatnya? Menghukum saya dengan membersihkan gedung ini, kan? Itu mudah" kata Sella sambil melambaikan sebelah tangannya.
Kebanyakan orang kaya memang melakukan beberapa hal sekehendaknya tanpa memikirkan orang lain yang menjadi korbannya.
Lalu kembali berkata, "Atau...saya harus membayar ganti rugi. Berapa yang harus kubayar?"
'Aku bisa membayar dengan mencicilnya, kan?'
"Ck! Jangan bilang kau akan membayar dengan cara mencicil" kata Alrega, meremehkan.
Deg. Jantung Sella berdetak lebih kuat. Tidak bisa berkata lagi seolah bibirnya kelu.
'Bagaimana dia bisa tahu yang kupikirkan, apa dia cenayang?'
Alrega berjalan mendekati Sella, menatap bola matanya lekat. Ia seolah tersedot kearahnya hanya karrna melihat sinar mata beningnya.
"Sudah kubilang, kamu harus membayar dengan menghabiskan sisa hidupmu bersamaku" kata Alrega kali ini ia mengulurkan tangan dan mencubit kecil dagu Sella.
"Hukuman macam apa itu? Bunuh saja saya!" sahut Sella seraya menepis tangan Alrega dari wajahnya.
Deg. Jantung keduanya berdegup lebih kencang, saat tangan mereka bersentuhan.
'Ya. Daripada aku harus hidup denganmu. Bagaimana ibu dan adikku. Ini penyiksaan seumur hidup namanya'
"Kami bukan pembunuh, nona. Kami pebisnis" kata Zen menyela, setelah mengangguk pada Alrega. "Kesalahan yang anda buat cukup banyak. Seandainya kami harus membawa anda kepihak berwajib negeri ini. Anda bisa dipenjara selama beberapa tahun"
"Hais. Kalian ini berlebihan, saya hanya masuk ke gedung ini tanpa izin, apa harus dipenjara? Yang benar saja." sedikit tertawa jengah.
"Zen, kemarikan hp-ku." kata Alrega sambil mengulurkan tangannya. Zen memberikan ponsel Alrega dari saku bagian dalam jasnya.
Setelah ponsel ada ditangannya, Alrega berkata lagi, "buat dia mengakui semua perbuatannya."
Kemudian, laki-laki berkulit putih itu membuka layar ponselnya dan mulai mengambil beberapa foto Sella. Ia membiarkan Zen bicara dengan Sella demi mencapai tujuannya. Sementara matahari mulai merambat naik. Itu hari yang akan sangat panas, cukup bagus untuk berjemur diri di atas atap.
"Nona, ingat dua tahun yang lalu, anda pernah mengaku hamil di depan semua orang yang ada di pesta. pernikahan?" kata Zen, dia menatap lurus pada Sella yang terkejut, sambil menutup mulutnya dengan tangan.
'Ini tidak mungkin kan. Bagaimana mereka bisa tahu. Padahal kata dua wanita itu bilang, takkan ada yang tahu selain mereka. Apa yang harus aku lakukan?"
"Anda tahu, nona pernikahan siapa yang sudah anda hancur kan?" mendengar pertanyaan Zen itu, Sella menggelengkan kepalanya, lalu ia mundur beberapa langkah karena begitu gugup.
"Itu adalah pesta pernikahan tuan Rega." kata Zsn sambil menunjuk Alrega dengan sopan, lalu melanjutkan,
"Jadi sekarang anda mengerti kalau kesalahan anda sangat banyak, bukan?" kata Zen, ada sedikit kepuasan diwajahnya melihat ekspresi diwajah Sella.
Sella masih tak mempercayai apa yang ia dengar saat ini, bahwa ada orang lain yang tahu tentang kejadian memalukan dua tahun yang lalu. Ia memilih lebih mempercayai hantu yang datang menyerang dengan wajah aslinya dan menakutkan. Ia masih menggeleng tanda tak percaya dengan apa yang sudah didengarnya.
"Anda sudah mencemarkan nama bak tuan, anda menipu tuan, memasuki gedungnya ini tanpa seizin tuan, dan mencoba melawan keputusan tuan untuk memecat kaaryawannya sendiri. Apa hak anda disini? Tidak ada!" kata Zen tegas.
"Karena itu, kalau anda tidak ingin dipenjara..." kata-kata Zsn terputus.
Alrega menyela kalimat Zen sambil melangkah kearah Sella.
"Jadi sebagai hukumanmu menikahlah denganku" katanya tegas.
'Tidak. Aku tidak mau menikah... Tapi dipenjara aku juga tidak mau... Sial..! Kebetulan macam apa ini. Hei, aku terpaksa waktu itu.'
Airmata mulai menetes. Sella terduduk dilantai, sikap angkuhnya seketika hilang, yang ada kini rasa sesal dan rasa bersalah yang selalu menghantuinya kembali muncul. Ia menyimpan rasa sesak dan sakit itu sekian lamanya seorang diri. Tubuhnya seperti tak bertulang, bagaimana ia harus menghadapi semuanya sekarang? Haruskah ia menjalani sisa usianya dalam pernikahan sebagai kedok hukumannya?
Hal yang tidak pernah ia duga sebelumnya, bahkan bertemu dengan dua pria arogan ini di sini. Sella mencoba mencerna, takdir macam apa yang harus ia alami ini? Sella berusaha menenangkan diri, dengan menepuk-nepuk dadanya sendiri. Ia mendongak, berdiri lagi, lalu menatap Alrega penuh keraguan.
Pria ini tampan, tapi apakah ia akan mempercayakan hidupnya pada pria seperti ini? Sesulit apa kira-kira nanti, ia sudah terbiasa dengan hidupnya yang sulit. Tapi apakah akan sama sulitnya dengan saat ayahnya pergi? Ataukah ia harus mati ditangan pria arogan ini?
"Apakah kalian punya bukti? Penipuan tidak akan menggunakan pasal hukuman seumur hidup, begitu pula menikah saya juga tidak harus menjalani seumur hidup." kata Sella setelah meredakan gejolak dihatinya. Suaranya bergetar, dan keringat dingin mulai membasahi keningnya.
"Tentu ada buktinya, nona. Bahkan rekaman CCTV anda juga kami punya" kata Zen.
'Terserah' Sella tidak perduli tapi hanya dalam hati.
"Mudah bagiku agar kau dipenjara seumur hidup" kata Alrega.
Sepertinya, Alrega tidak berniat membuat pernikahan mereka hanya bersifat sementara. Ia tahu apa yang dimakaud Sella, bahwa ia tak ingin seumur hidup bersamanya.
'Ya. Mungkin orang sepertimu bisa, tadi dia bilang gedung ini miliknya, kan? Haha...bodoh sekali aku dulu, tidak tahu akan berurusan dengan orang seperti kalian'
"Mengapa anda berdua tidak menjadi orang baik yang memaafkan aku?" kata Sella seraya tersenyum tipis, masih ada sisa isak tangis diwajahnya. Ia memohon, kembali berlutut. Sama seperti yang dilakukan Rere.
"Maafkan, saya... Sungguh saya terpaksa waktu itu. Apalagi saya tidak tahu kalau pesta itu adalah pesta pernikahannya tuan, Bisakah anda memaafkan saya?" Sella memgatupkan kedua tangan di depan dada.
"Apa memaafkanmu semudah membalikkan tubuhmu?" sahut Alrega setelah ia menyerahkan ponselnya kembali pada Zen.
"Saya tahu, memang tidak mudah. Kesalahan saya banyak. Saya benar-benar minta maaf. Saya tahu kalian berdua orang yang baik." kata Sella memelas. Kali ini dia memohon dengan sungguh-sungguh agar Alrega dan Zen mau melepaskannya.
'Tidak ada hukuman yang pantas dan setimpal dengan kesalahan anda selain menikah dengan tuan Rega." kata Zen.
"Itu tidak masuk akal.." kata Sella masih dengan sesenggukan karena menangis.
"Apa anda senang kalau keluarga anda tahu tentang semuanya, nona?" tanya Zen.
'Sialan! mereka mengancamku. Ya tentu saja mereka akan menyiksaku dengan alasan sebuah perrnikahan.'
"Baiklah. Saya akan menikah dengan tuan. Tapi jangan katakan apapun pada ibu saya dan juga keluarga saya. Mereka tidak tahu apapun. Jangan libatkan keluarga saya dalam hal ini. Biar seolah saya melakukannya karena saya mencintai tuan." kata Sella, penuh rasa kesal. Ingin rasanya ia muntah saat itu juga.
Menikah? Pernikahan, adalah kata yang sangat ia hindari dalam kehidupannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Aris Pujiono
mulai menegangkan
2022-01-14
7
Hajime Nagumo
sadis amat kata-katanya Zen
2021-12-14
8
Hanum Anindya
ceritanya mengalir begitu saja. semangat ya kak.
2021-12-13
8