Alrega tertawa, menurutnya gadis ini lucu. Bagaimana gadi ini bisa berpikir seperti itu, kalau seluruh dunia adalah miliknya, bukankah dirinya juga menjadi miliknya?
'Aku harus pergi. Bisa gila kalau meladeni manusia satu ini. Dia tak menghargai orang sama sekali. Bagi orang sepertimu, aku memang tak memiliki apapun selain harga diri, tapi kalau diperlakukan seperti ini lebih baik pergi, kan? Membeli kepalaku? enak saja.'
"Tuan. tidak semuanya yang ada di dunia ini bisa dibeli dengan kekayaan. Maaf. sudah mengganggu anda. Saya permisi. Silahkan lanjutkan keperluan anda di sini." kata Sella dengan bahasa formil, berharap pria itu mengerti.
Ia memilih mengalah dari pada urusan dengan Alrega menjadi penjang. Apalagi sepertinya laki-laki itu tidak mudah menyerah.
Sella hendak beranjak menuju pintu tangga, ketika Alrega kembali berteriak,
"Hei, berhenti." kata Alrega seraya mendekati Sella.
'Apalagi si, maunya?'
Sella menoleh.
"Ada Apalagi, tuan? Saya tidak ada urusan dengan tuan."
"Urusanmu denganku belum selesai." kata Alrega tegas. "Kau bilang tidak akan menjual kepalamu?"
"Tentu saja tidak. Orang mati saja tidak akan dilepaskan dari kepalanya. Bagaimana bisa anda akan membeli kepala seseorang?"
"Walau aku punya seluruh dunia?" tanya Alrega penasaran pada Sella.
Gadis yang menarik, gadis yang sudah membuat Alrega berjalan kearahnya. Biasanya banyak gadis yang mendekati dirinya, berjalan kearahnya tanpa ia minta, tapi Sella sudah membuat Alrega bersikap.sebaliknya.
"Iya. Tidak ada artinya dunia kalau kita sudah tiada, bukan?" kata Sella.
"Jangan bilang kamu tidak butuh kekayaan dunia dan semacamnya?"
"Iya, aku tidak butuh kekayaan!" kata Sella ketus, "Aku hanya ingin bahagia, dan itu bisa didapatkan tanpa uang. Sebab uang bisa menjadi orang terlena," kata Sella sambil mengenang ayahnya.
"Ah, itu kalimat paling munafik yang pernah kudengar!"
'Hais. Sombongnya orang ini.'
"Maksud saya, memang saya sebagai manusia biasa tentu butuh uang, tapi bukan dari orang seperti anda!" mendengar kalimat Sella itu Alrega tertegun, lalu berkata.
"Aku menawarkan sesuatu padamu." Berhenti sejenak, mengambil nafas dalam, "Hiduplah denganku seumur hidupmu, jadilah milikku untuk membayar semua urusan kita."
Mendengar kata-kata membuat Sella merinding, matanya melebar dengan sejuta rasa heran terkumpul disana, lalu tersenyum kecut sambil berkata,
"Sudah kubilang, nyawaku tidak dijual. Enak saja menyuruhku hidup denganmu, kita tidak punya urusan apa-apa." kata Sella sambil mencibir kecil.
"Kamu, punya banyak urusan dengan ku..." Kata Alrega penuh penekanan.
"Urusan, apa? kita tidak saling kenal. Bagaimana punya urusan?" Tanya Sella heran.
"Aku mengenalmu, aku sudah tahu namamu yang kampungan itu" kata Alrega sambil mengankat ke dua alisnya.
'Ck. Mana ada ngajak orang hidup bersama hanya modal kenal nama.'
"Tuan!" Sella mendekat sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dada.
Sella menatap Alrega, dengan mendongak, karena tinggi badannya hanya sebatas lehernya. Sejenak Sella hampir takjub melihat postur tubuh Alrega yang tinggi dan tegap, terlihat tonjolan otot yang bagus dari balik kemeja putihnya, bahu yang lebar dan pinggang yang sempit membuat laki-laki itu tampak begitu mempesona.
"Nama saya itu unik. Itu pemberian ibu saya sejak lahir. Itu nama yang akan selalu saya pakai sampai saya mati kelak. Walau tuan menghina nama saya kampungan, saya tidak akan menggantinya dengan nama lain. Jadi maaf, saya tidak bisa menerima keinginan anda." Sella berkata dengan perlahan seolah kuatir Alrega tidak mengerti.
Melihat tingkah Sella yang seperti menantang dirinya, Alrega tampak menyembunyikan senyum. Lucu. Banyak wanita yang mencoba mendekati dan bersikap lemah lembut padanya atau mencari perhatiannya demi mendapatkan cinta dan menjadi kekasihnya selama ini. Tapi gadis ini secara terus terang menolaknya.
Tapi yang ia lihat pada Sella berbeda, ia sama sekali tidak terlihat berminat pada Alrega atau berusaha untuk mendapatkannya. Sikap penolakan ini yang mungkin justru membuat Alrega semakin penasaran saja.
"Apa anda pikir, orang bisa hidup bersama hanya karena sebuah nama?" belum sempat Alrega menjawab pertanyaan Sella, terdengar seseorang memanggil namanya.
"Sese...!" kata sebuah suara tiba-tiba mendekat dari arah pintu rooftop.
Seketika kedua insan berlawanan jenis itu menoleh pada sumber suara, Rere berdiri disana yang tak kalah terkejutnya melihat sahabatnya ada bersama bos besarnya.
'Kenapa Sese bisa ada disini dengan tuan Rega, si? Akh, Sese. Kamu pasti tidak tahu siapa dia kan. Dia bos yang paling menakutkan! Jangan sampai ada masalah dengan orang ini, Sese!'
Sella segera berbalik kearah Rere dan memarahinya, "Hei. teman tak tau diri. Kenapa lama sekali. Aku hampir gosong menunggumu disini!"
Rere tak menjawab, ia hanya melirik pada Alrega yang menatap mereka berdua dengan tatapan tajam setajam pedang samurai Shoji yang sangat terkenal di negeri Sakura.
"Maaf. Ayo, kita turun saja" kata Rere sambil menggamit tangan Sella dan membawa tas miliknya.
Baru saja Sella dan Rere hendak melangkah pergi, Alrega berteriak pada mereka berdua.
"Apa dia temanmu?" mendengar pertanyaan Alrega, kedua gadis itu mengangguk pelan.
"Apa dia juga pekerja di sini?" tanya Alrega lagi
Dan mereka berdua menggeleng bersamaan.
"Kalau begitu, kamu sudah melakukan pelanggaran!" kata Alrega sambil menunjuk Rere.
'Pelanggaran apa?'
"Kamu sudah membawa orang asing masuk ke gedungku tanpa izinku!"
'Ahk, yang benar saja. Ini bukan pelanggaran. Ini hal biasa seseorang menemui pegawai, apa tidak boleh? Ini biasa kan?'
"Saya ini temannya, bukan orang asing." jawab Sella.
Tanpa mereka sadari, Zen masuk dengan langkah tenang, menghampiri Alrega sambil menundukkan kepalanya. Sekilas ia melirik pada Sella yang berdiri dengan canggung bersama Rere.
'Ini seperti keberuntungan dan kebetulan, tuan bisa langsung menemukan gadis yang dicarinya ada di sini. Ahk, kamu memudahkan pekerjaanku nona'
"Tuan. Delisa memaksa masuk. Ia ada di pintu gerbang. Apa yang harus saya lakukan?" kata Zen dengan tenang.
"Ck! Kupikir kau sudah menyelesaikan urusan kecil itu" kata Alrega ketus.
"Maafkan saya, tuan." sahut Zen.
"Urus saja wanita itu." kata Alrega sambil menunjuk kearah Rere dengan dagunya.
Zen menautkan kedua alisnya sambil melirik pada Rere.
Alrega berkata dengan suara beratnya, "Kamu tau, apa konsekuensinya bila melakukan pelanggaran di gedungku?"
"Maaf, tuan bos. Maafkan saya..." kata Rere seraya berlutut di depan Alrega air mata meluncur begitu saja.
'Kau pikir memaafkan, semudah permintaan maafmu?!" kata Alrega.
"Tapi, tuan...saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi." kata Rere memelas.
'Hei. Rere. Kamua tidak salah. Mengapa harus berlutut pada pria gila ini?'
"Memangnya salah kalau bertemu teman... Itu hak sesama manusia. Apa itu masuk akal dijadikan pelanggaran. Yang benar saja. Peraturan aneh macam apa itu?" kata Sella, ssmbil melangkah kehadapan Alrega seolah kembali menantangnya. Ia hanya ingin membela sahabatnya.
Mendengar kata-kata Sella, Alrega memalingkan pandangan, sedangkan Zen berdiri disamping nya dengan tatapan mengintimidasi pada lawan bicara Alrega, eperti biasanya.
"Itu aturanku!" jawab Alrega tegas. "Kalau kau juga membantah, maka kau juga harus menerima hukuman dariku!"
"Maafkan saya, tuan. Saya berjanji tidak akan mengulangi, saya tidak akan membawa teman saya ke gedung ini lagi. Tolong jangan pecat saya, tuan bos" kata Rere sambil terus menangis.
"Rere, kamu tidak akan dipecat hanya karena aku! Sudahlah. Berhenti menangis, kumohon..." kata Sella memelas. Ia tak tega melihat sahabatnya menangis sambil berlutut seperti itu dihadapan laki-laki yang menurutnya aneh.
"Jadi anda yang salah di sini, nona?" tanya Zen dengan ujung bibir yang sedikit ditarik ke atas.
"Ayolah, saya rasa anda berdua ini orang yang bijaksana. Mengajak seorang teman bukanlah sebuah kesalahan." jawab Sella dengan nada suara rendah. Ia menelisik penampilan Zen yang rapi lengkap dengan dasi dan stelan jas.
"Anda benar kalau anda berada di tempat lain, tapi dalam perusahaan kami ada peraturan jelas kalau orang yang bukan pegawai tidak boleh masuk tanpa izin." kata Zen.
"Baiklah, aku yang salah. Maafkanlah teman saya. Jangan pecat dia hanya karena kesalahan kecil seperti ini." kata Sella tenang.
"Dengan apa kau akan menebus kesalahanmu?" kata Alrega, diam sejenak menunggu reaksi Sella. Lalu berkata lagi, "Zen, bawa temannya pergi."
"Baik, tuan." kata Zen sambil menundukkan kepalanya pada Alrega.
Zen menyuruh Rere mengikutinya dengan isyarat lambaian tangannya, berjalan kearah pintu. Sampai di tangga, Zen menghentikan langkahnya, begitu pula dengan Rere.
Lalu, Zen berkata, "Kau tahukan apa konsekuensi dari kesalahan kali ini?"
"Iya, tuan. Tolong maafkan saya. Saya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan saya. Tolong maafkan saya dan jangan pecat saya."
"Baiklah, kamu tidak akan dipecat, asal kamu anggap semua yang kamu lihat hari ini, di sini seolah tidak pernah terjadi."
"Baik, tuan." Rere mengangguk.
"Apa aku bisa memegang ucapanmu?" tanya Zen penuh penekanan.
" Tentu, tuan. Pekerjaan saya akan jadi taruhannya." kata Rere bersungguh-sungguh.
"Baik, aku pegang janjimu."
"Tapi bagaimana dengan nasib teman saya, tuan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Mom FA
salam dari in memories🙏
2022-02-08
8
La Vie Est Un Mystere
ninggal jejak thor
2022-01-28
8
Aris Pujiono
peraturan aneh
2022-01-13
7