Episode Lima

Ruang interogasi untuk Abhimata dan Abhimana ialah kelas XII B. Dan sudah beberapa kali Abhimata menghubungi Abhimana, namun tak kunjung juga panggilannya di jawab, seolah-olah di dunia ini Abhimana adalah orang sibuk yang tak siap untuk di ganggu.

"Saya akan tunggu dua puluh lima menit. Tolong secepatnya hubungi Abhimana, jika tidak saya sendiri yang akan mendatangi rumah Adiwangsa," ucap Dion dan berlalu pergi untuk menginterogasi murid lainnya.

"Sialan! Rasanya pengen gue banting aja nih HP!" monolog Abhimata. Saat ini ia sudah tidak di lapangan, sekarang ia berdiri sendirian di lorong sepi antara kelas XII A dan B.

Setelah dicoba untuk ke lima kalinya panggilan dari Abhimata dijawab oleh Abhimana.

"Apasih lo anjing!"

Baru tersambung segala umpatan buruk telah Abhimana tuturkan untuk kembarannya.

"Guna lo punya HP itu apa?! Kalau ada yang nelpon, apa susahnya lo angkat?!"

"Gue sibuk. Jangan ganggu gue, Abhimata!"

Rasa-rasanya jika Abhimana ada di depannya satu pukulan di wajah mungkin cukup menyadarkan saudara yang tidak tahu diri ini. "Ke sekolah. Lo butuh di interogasi."

"Gue udah bilang gue nggak pernah terlibat sama cewek pendiem itu. Siapa namanya? ... Shanum? Dia bukan tipe gue!"

Tipe atau pun bukan kedatangan Abhimana dibutuhkan. Ini sangat menyebalkan bagi Abhimata. "Lo nggak usah bikin pembelaan di depan gue. Lo datang ke sekolah dan lo ngomong langsung ke polisi. Gue capek ngurusin orang yang nggak guna kayak lo!"

"Gue udah bilang anjing! Gue nggak pernah ada urusan sama tuh cewek! Jadi gue nggak bakalan---"

Abhimata menyanggah, "Lo mau polisi itu datang ke rumah? Terus nemuin Kak Rajendra? Mati lo, kalau dia tahu lo nggak pernah serius kalau sekolah!"

"Sialan! Gue otw," ucap Abhimana dan menutup panggilan sepihak.

Abhimata merasa sedikit lega. Setidaknya menyebut nama Rajendra Adiwangsa cukup membuat saudaranya itu tidak sanggup berkutik. Abhimata duduk di dekat kursi batu berlapis lantai di samping kelasnya. Sesaat ia ingin menyandarkan diri netranya menangkap Djoko keluar dari ruang seni dengan terburu-buru.

Ngapain dia? batin Abhimata dengan kening mengerut. Tiba-tiba saja ia tersadar bahwa Djoko jugalah guru seni sama seperti Arista, jadi tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa guru datar itu ke ruang seni, sudah pasti memeriksa beberapa lukisan murid atau lainnya.

"Abhimata."

Suara lembut itu membuat tatapan Abhimata beralih. Dan sedikit mendongak ia melihat seorang wanita dengan kerudung hitam serta gamis senada dan outer abu-abu tengah berdiri di depannya terheran-heran.

"Abhimata."

"Bu Arista?"

Arista sedikit tersenyum dan bertanya, "Kamu nggak ngumpul di lapangan?"

"Interogasi saya sama Abhimana di sini, Bu. Di ruang kelas," jawab Abhimata.

"Perintah dari?"

"Dari polisinya sendiri, Bu."

Arista mengangguk paham. Dipikirnya mungkin Dion memang membutuhkan ruang sepi untuk menanyai keturunan Adiwangsa yang bercitra buruk.

"Terus Abhimana, di mana?"

"Perjalanan, Bu. Sudah saya suruh ke sini."

Arista mengangguk lagi dan berpamitan untuk kembali ke kantor, mengambil beberapa buku penting yang tertinggal. Dan saat telah sampai di depan kantor ia melihat Djoko tengah sibuk mencari-cari sesuatu.

"Pak Jo, butuh sesuatu?"

Suara Arista sungguh membuat jantung Djoko berdegup kencang. Ia terkejut bukan main. "Lho Bu Arista sudah kembali?"

"Seperti yang Bapak lihat." Jeda sejenak Arista telah meletakkan tas selempangnya di atas meja. Kemudian mendekati Djoko dan lanjut berkata, "Pak Jo cari apa? Biar saya bantu."

"Bukan apa-apa. Saya nggak cari apa-apa, kok."

Arsita terdiam sejenak, kemudian menatap Djoko sekilas dengan heran. "Nggak cari apa-apa? Yakin, Pak? Dari yang saya lihat waktu memasuki kantor Bapak sibuk mengacak-acak semua laci kantor ini."

"Saya benar-benar---"

Arista menyanggah, "Bapak cari arsip seni? Atau ap---"

"Iya, Bu. Arsip seni."

Tadi katanya nggak cari apa-apa? batin Arista terheran-heran. "Kalau arsip video seni biasanya di laci satu dan dua paling atas, Pak. Seperti biasa juga sudah di atur sesuai tahun."

Secepatnya Djoko mengambil sebuah arsip yang mana itu berisi kaset serta dialog percakapan, karena itu adalah arsip teater tahun kemarin.

"Saya permisi, Bu."

Setelah Djoko pergi Arista kembali duduk. "Pak Jo ngambil arsip seni nggak dilihat dulu? Tahun sama tanggalnya gitu?"

"Aneh banget," lanjut Arista bergumam.

Gawai Arista yang berada dalam tas bergetar, cepat-cepat ia mengambil melihat lock-sreen terterah sebuah nomor yang tidak dikenali mengirim sebuah pesan.

0838xxxxxxxx

Semua orang patut di curigai

Entah murid entah guru

Dan saya harap anda tidak berpatok pada satu orang saja

Kening Arista mengerut. Bahkan spontan ia melempar gawai di atas meja dengan cukup keras. Apakah seseorang sedang nerornya? Atau sedang membantunya? Tapi ... ini cukup mengangetkan untuk Arista, karena nomor yang ia gunakan saat ini adalah nomor pribadi tidak ada campur tangan dengan data yang ia gunakan untuk mendaftarkan diri sebagai guru.

"Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi."

"Secepat itu nomor ini nggak bisa dihubungi?" monolog Arista.

Secepatnya Arsita mengirim sebuah pesan, menanyai siapa dia dan apa dia tahu tentang kejadian ini? Karena Shanum sendiri pun tidak mengingat jelas siapa yang telah melakukan hal tidak senonoh itu kepadanya.

Kling!

0838xxxxxxxx

Saya adalah orang yang anda kenal

Netra Arsita melebar. Nomor ini kembali aktif, lantas cepat-cepat lagi ia menghubungi nomor ini. Namun nyatanya lagi-lagi nomor tidak dapat dihubungi, Arsita merasa menjadi orang yang lamban karena tidak bisa lebih cepat.

"Memangnya ... dia tahu siapa yang saya curigai?" gumam Arista.

...•••...

"Lo di mana?" tanya Abhimana saat panggilan tersambung.

Demi segala harga diri Abhimana. Ia sangat tidak ingin Rajendra mencaci makinya lagi dan berakhir mengaduh kepada Gautama. Sehingga seluruh miliknya disita tiba-tiba, bahkan ia harus terpaksa berjalan kaki dari sekolah ke rumah karena motor serta mobilnya di ambil alih oleh Gautama.

"Depan kelas," jawab Abhimata.

Panggilan terputus saat mendengar jawaban langsung dari Abhimata. Sungguh melelahkan.

"Lho! Abhimana?"

Dengan datar Abhimana menatapi kedua saudara kembar dari Gumira Adiwangsa. "Lo nggak usah sok-sok kaget kayak lihat setan. Minggir! Gue mau lewat."

"Lo cukup tertib hari ini, brother! Jangan lupa, malam ini pesta kelulusan Kak Faleesha, lo harus dateng," ucap Lingga.

"Kalau gue nggak sibuk."

Bagi Abhimana pertemuan dengan Lingga dan Linggar adalah hal yang begitu sangat menyebalkan, karena dari segi apa pun ia dan Abhimata selalu dibeda-bedakan. Padahal kalau diteliti lebih jelas, Lingga dan Linggar tidak akan jauh beda dengan dirinya. Sama-sama suka bermain dan menghabiskan uang.

"Lama banget si lo!" sentak Abhimata.

"Macet."

Dion dengan setelah jaket kulit hitam serta celana jeans berjalan mendekati mereka. "Kamu Abhimana Adiwangsa?"

"Iya."

"Silakan masuk. Saya akan mulai interogasinya," ujar Dion.

Dengan enggan Abhimana memasuki kelas. Sedangkan Abhimata sudah pasrah dan mengambil duduk kursi depan tengah, di susul Abhimaa duduk di sampingnya dengan menarik kursi lebih dekat.

"Hari kejadian kalian masuk sekolah?"

Abhimana dan Abhimata menatap lurus kepada Dion. "Masuk."

"Saat jam pelajaran terakhir posisi kalian di mana?"

Abhimata menyandarkan punggung. "Kantin."

"Kamu?"

"UKS," jawab Abhimana.

"Ke kantin saat jam istirahat. Kamu ngapain?"

"Makan, Pak. Saya lapar," jawab Abhimata sekenanya.

Setelah mendengar jawaban Abhimata pandangan Dion beralih ke Abhimana. "Kamu sakit? Jadi ke UKS?"

"Nggak, Pak. Saya ngantuk. Jadi, saya tidur di sana."

Dion hanya sanggup menggeleng-geleng mendengar jawaban dari mereka. Sebenarnya ini sekolah atau tempat makan dan tempat tidur? Mengapa banyak sekali murid-murid yang tidak bertanggung jawab?

"Apakah itu sampai jam pelajaran berakhir?"

"Bel pulang sekolah. Saya langsung cabut, Pak," sahut Abhimana.

"Selesai makan saya kembali ke kelas. Ambil tas dulu, langsung pulang," jawab Abhimata.

Kantin dan UKS tempat yang cukup dekat dengan ruang seni. Saat Abhimana kembali ke kelas XII B otomatis melewati ruang seni, begitu pula saat Abhimata meninggalkan UKS pun juga melewati ruang seni, karena itu jalur pintu keluar terdekat saat menuju parkiran.

"Bukti apa yang membuat saya yakin setelah bel pulang sekolah. Kalian benar-benar langsung pergi tanpa ke mana-mana?" tanya Dion.

"Cek CCTV lah, Pak," ucap Abhimana sekenanya.

Abhimata mengangguk setuju.

"Sialnya semua CCTV yang mengarah ke ruang seni di rusak," jawab Dion.

"Kalau gitu tanya langsung ke cewek itu. Siapa yang udah---"

"Saya di sini untuk menginterogasi kalian. Jadi saya minta kalian cukup menjawab dan jangan memerintah saya ini dan itu," ucap Dion.

Abhimata menatap sekilas kembarannya. Sebegitu malasnya Abhimana untuk di interogasi sampai-sampai dia ingin secepatnya selesai.

"Bukti apapun yang masuk akal itu akan saya anggap sebagai pembebasan bahwa kalian memang benar-benar tidak terlibat," ucap Dion, lagi.

Abhimata mengeluarkan gawai di tangan mengotak-atik sejenak, kemudian menunjukannya kepada Dion. "Saat berjalan mengambil tas di kelas saya sedang melakukan panggilan. Dia Kakak sepupu saya Faleesha. Bapak lihat waktu panggilan video dimulai pukul 14.55 sampai 15.18. Apa setelah saya makan dari kantin ada waktu untuk bersenang-senang dengan ... perempuan itu?"

"Ini cukup masuk akal. Apa ada lagi yang bisa membuat saya lebih yakin bahwa itu adalah benar?" tanya Dion.

Abhimata mengangguk. Ia membuka salah satu story di akun Faleesha dan menunjuknya kepada Dion. "Kebetulan Kakak sepupu saya membuat story hari itu. Bisa Bapak lihat story ini pun berupa video dan backgroundnya pun terlihat bahwa saat itu saya hanya melewati ruang seni saja. Tanpa berniat masuk."

"Jadi Pak, apa bukti saya kurang masuk akal dan tidak bisa diterima?" lanjut Abhimata dengan bertanya.

"Masuk akal. Dan saya terima," jawab Dion. Setelahnya Abhimata memasukkan kembali gawainya ke dalam saku.

Sedangkan pandangan Dion beralih kepada Abhimana dan lanjut berujar, "Dan kamu, Abhimana. Bukti apa yang membuat saya yakin bahwa kamu benar-benar langsung meninggalkan sekolah?"

Note:

Ruang seni berseberangan dari kelas.

Kantor dan ruang seni jaraknya tiga ruangan.

Terpopuler

Comments

karissa 🧘🧘😑ditama

karissa 🧘🧘😑ditama

kyakny si guru pak joko pelaku ny

2022-07-19

2

Karaage_vina

Karaage_vina

hai thor aku mampir....

mampir juga ya di novel aku "Anastasia"

terimakasih ☺️🙏

2021-10-02

1

My

My

5 like mendrat kk.
Semangat trz pokokny deh😘

2021-10-02

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!