Gara(Sya)
Seorang gadis tengah berbaring santai di sofa panjang sambil menonton sebuah film di layar televisi. Mulutnya tak henti mengunyah, salah satu hobi gadis itu adalah memakan cemilan baik itu snack, kue bahkan cokelat untung saja bobot tubuhnya tidak pernah bertambah secara drastis. Walau begitu ia rajin berolah raga, ketika merasa bobot tubuhnya bertambah maka secepatnya ia akan berjoging pada pagi atau sore hari.
"Syasa," seru seorang wanita setengah baya masih memakai daster sembari memegang kemoceng.
Gadis yang dipanggil Syasa itu pun menoleh dan bergumam singkat tak ingin aktivitas mengunyahnya terganggu.
"Kamu ini, mama kan bilang jangan makan sambil tidur nggak baik, atuh neng,"
Syasa hanya menyengir kuda. Hari ini adalah hari weekend maka dari itu rumah Syasa ramai. Mama dan papa—nya libur kerja dan kedua adiknya pun libur sekolah. Gunawan—papa Syasa datang bergabung di sofa menyingkirkan kaki putrinya agar bokongnya bisa duduk di atas sofa. Bukan hanya itu, Gunawan pun mengambil alih remote di meja dan mengganti siaran televisi.
"Ih papa," Syasa bersungut kesal aktivitasnya diganggu.
"Kamu ini nontonnya cinta-cintaan terus, sekali-sekali itu nontonnya berita supaya kamu tahu berita apa aja yang lagi trend," balas Gunawan.
"Berita terkini, terjadi tawuran antar mahasiswa Universitas Duta Jaya. Polisi berhasil meringkuk dua mahasiswa yang diyakini memimpin komplotan mahasiswa yang melakukan tawuran. Beberapa fasilitas kampus rusak seperti kaca dan beberapa tanaman di taman kampus rusak."
"Sya, bukannya kamu kemarin tes di Duta Jaya yah?" ucap Gunawan.
Syasa mengangguk, tatapannya terfokuskan pada sosok pria yang memakai kemeja yang seluruh kancingnya terlepas. Wajah pria itu sedikit babak belur terutama bagian sudut bibirnya terlihat jejak darah.
"Pa, kalau Arya ikut tawuran kayak gitu papa marah nggak?" celetuk Arya adik Syasa yang kini duduk di bangku kelas 1 SMA. Selisih Arya dan Syasa hanya terpaut 2 tahun.
"Papa bakal marah lah, tapi papa gak bakal tebus kamu malah biarin kamu di penjara aja," jawab Gunawan.
"Lha, gitu amat pa, kalau kakak?" Arya menyenggol lengan Syasa membuyarkan lamunan gadis itu.
Syasa mengganggukkan kepalanya, "apa?"
"Astaga congek banget sih," gerutu Arya.
"Sorry kakak gak fokus tadi, emang kamu nanya apa?" Syasa menyengir kuda, ia memang tidak mendengar pertanyaan Arya karena sibuk pada layar televisi.
"Nggak jadi, jangan-jangan kakak naksir lagi sama cowok yang di tv tadi? Oh jadi kakak sukanya badboy gitu yah?"
"Nggak boleh! Kakak gak boleh suka sama cowok yang modelnya kayak gitu, papa gak suka yah, nanti kalau dia macem-macem gimana? Syasa masuknya di kampus papa aja yah?" Gunawan membujuk putrinya agar memasuki kampus tempatnya mengajar.
Gunawan adalah dosen Management di salah satu universitas negeri di Jakarta. Syasa bersikeras untuk menolak itu, ia sama sekali tidak menyukai jika bersekolah di tempat orang tuanya mengajar. Kedua orang tua Syasa adalah seorang pengajar, Anggun—mama Syasa adalah seorang guru di salah satu SMA di Jakarta namun Anggun telah memilih berhenti bekerja karena ia ingin fokus dengan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu bagi kedua anaknya, sedangkan Gunawan adalah seorang dosen sampai saat ini pria itu masih mengajar.
Sewaktu Syasa SMA pun, ia tidak bersekolah di tempat mamanya mengajar. Syasa hanya tidak ingin bila orang-orang akan meremehkannya jika nilainya bagus pasti orang-orang akan menganggap jika itu hasil campur tangan orang tuanya dan hal itu sangat tidak disukai Syasa.
"Nggak ah, Syasa gak mau,"
"Tapi Sya, papa takut nanti kamu dideketin cowok kayak gitu gimana?"
"Bagus dong pa, lagian menurut Arya mereka yang tawuran gak selamanya salah pasti mereka punya alasan tersendiri, dari pada cowok sok iya tapi cemen kayak si onoh," bela Arya sekaligus menyindir seseorang ekor matanya pun melirik Syasa.
"Kamu ini, tapi gak semuanya harus diselesaikan secara fisik kan?"
"Tau ah, Syasa ngantuk mau tidur," Syasa memilih pergi dari pada mendengar ocehan Arya dan Gunawan yang akan berakhir dengan perdebatan. Syasa pun tidak ingin mendengar sindiran lebih dari Arya mengenai pacarnya.
Syasa membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya. Kamarnya dipenuhi dengan berbagai buku baik itu buku pelajaran, komik, novel bahkan buku motivasi pun ada di rak buku. Syasa gemar membaca dan sejak kecil sudah diajarkan oleh kedua orang tuanya. Membaca sangat lah penting, karena membaca adalah salah satu kunci dunia. Seperti pepatah jika kita ingin mengenal dunia maka seringlah membaca.
Ponsel Syasa berdering menampilkan satu nama di layar. Syasa tersenyum lebar mengangkat panggilan.
"Halo,"
"Hai beb, udah makan?"
"Udah dong, kamu?"
"Iya sama, ntar sore jalan yuk,"
"Ke mana?"
"Makan bakso pak Mahmud,"
"Mau, kalau gitu jemput yah,"
"Oke see you, aku mau lanjut futsal dulu,"
Tanpa obrolan lagi, Syasa mematikan sambungan teleponnya. Syasa memilih tidur sejenak agar sore nanti ia akan terlihat lebih segar.
****
"Gara! Papa sudah bilang berapa kali hah! Berhenti tawuran, kamu pikir gak sih? Kalau kamu terus menerus begitu kapan kamu akan berkembang? Nggak capek bikin papa malu?"
Gara—seorang cowok yang mempunyai hobi tawuran. Gara lahir dari keluarga sukses, kedua orang tua Gara adalah seorang dokter. Mama Gara seorang dokter spesialis anak sedangkan papa Gara adalah dokter bedah. Gara memiliki kakak selisih satu tahun darinya dan Gara pun memiliki adik kembar yang baru saja memasuki SMP kelas 1.
"Udah? Gara capek mau tidur," Gara menatap wajah papanya yang masih marah. Gara begitu bosan mendengar ocehan papanya tanpa henti, Gara adalah tipikal cowok keras seperti papanya. Gara akan melalukan hal yang menurutnya benar apalagi menyangkut harga diri. Jika seseorang telah berani menginjak harga dirinya maka Gara tidak akan membiarkan orang itu bebas bahkan Gara akan memberikan pembalasan hingga orang itu tidak memiliki harga diri lagi dan bertekuk lutut di depannya.
Haris—papa Gara—menghempaskan tubuhnya ke sofa memijat pangkal hidungnya, kepalanya sungguh pusing.
"Kapan kamu berubah seperti Bayu," gumam Haris.
Langkah Gara terhenti, ia menoleh ke belakang, "Gara tetap Gara dan gak bakal berubah menjadi Bayu!"
Gara kesal dan tidak suka jika dibanding-bandingkan dengan kakaknya—Bayu. Gara pikir jika Bayu adalah anak emas dari kedua orangtuanya dan Gara hanya lah anak yang selalu menyusah kan bahkan membuat keluarganya malu. Gara suka tawuran, merokok, keluar malam, bahkan balap liar sudah menjadi hobi Gara berbanding terbalik dengan kakaknya. Gara menghempaskan tubuhnya ke atas kasur memejamkan matanya mencari ketenangan dan berlanjut hingga Gara terlelap.
----
Yes or no?
Comment, untuk next! ❤
----
RA
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Nyimak,Sinopsisnya bagus,Semoga alurnya juga bagus..
2024-03-21
0
Rosa Rosiana
baca previewnya bagus, lanjut baca dl
2023-03-15
0
🔵ᴹᴿˢ᭄Ney Maniez●⑅⃝ᷟ◌ͩ ⍣⃝ꉣꉣ
mampir
2022-08-02
1